Kisah Hikmah : Amanah Berutang Seribu Dinar
loading...
A
A
A
Hikmah dan Faedah Kisah
Dalam kisah di atas banyak sekali hikmah dan faedah. Terutama menanamkan sifat amanah pada diri anak-anak. Apalagi berkaitan dengan masalah harta. "Selain itu, bagi kita ada faedahnya juga. Yaitu dalam melunasi hutang, ini adalah satu hal yang mungkin dianggap kecil oleh sebagian orang. Masalah utang-piutang bisa menjadi ganjalan pada hari kiamat. Orang itu akan tertahan dengan hutangnya. Sampai orang yang mati syahid sekalipun dia tertahan karena hutangnya,"papar Ustadz yang rutin mengisi kajian di kanal muslim Rodja ini.
Menurutnya, utang mungkin perkara yang boleh, tapi kalau bisa dihindari. Kalau kita tidak perlu berutang maka jangan berhutang. Kalaupun berutang maka berhutanglah dengan cara yang baik, sesuai dengan kebutuhan, memang diperlukan dan ada jaminan atau ada barang yang kita jaminkan. Jangan sampai utang-piutang ini kita bawa sampai mati, sehingga kita mati meninggalkan hutang. Karena kita tidak tahu apakah orang lain bersedia melunasi utang-utang kita setelah mati. Sementara kita tidak berdaya apa-apa lagi. Tidak semua ahli waris sungguh-sungguh untuk melunasinya. Maka jangan kita lemparkan tugas melunasi utang ini kepada orang lain.
Kisah ini menjadi pelajaran bagi kita tentang pentingnya untuk melunasi utang itu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menolak menyolatkan sebuah jenazah yang ternyata dia meninggalkan utang. Nabi berkata kepada para sahabat: “Shalatkanlah jenazah saudara kalian ini,” tapi Nabi tidak mau menyolatinya karena punya utang. Ini bentuk sanksi sosial bahwa jangan bermudah-mudah dalam masalah harta. Apalagi ada harta orang lain di tangan kita dalam bentuk pinjaman-meminjam.
"Utang tidak bisa kita katakan ‘cuma sekian’, karena hutang tetaplah hutang walaupun jumlahnya kecil. Bisa jadi gara-gara uang 50.000 kita tertahan di pintu surga, padahal apalah arti 50.000? Tapi karena kita melalaikan/menganggap remehnya, ingat banyak orang tersandung karena kerikil kecil, bukan karena batu besar,"pungkasnya.
Wallahu A'lam
Dalam kisah di atas banyak sekali hikmah dan faedah. Terutama menanamkan sifat amanah pada diri anak-anak. Apalagi berkaitan dengan masalah harta. "Selain itu, bagi kita ada faedahnya juga. Yaitu dalam melunasi hutang, ini adalah satu hal yang mungkin dianggap kecil oleh sebagian orang. Masalah utang-piutang bisa menjadi ganjalan pada hari kiamat. Orang itu akan tertahan dengan hutangnya. Sampai orang yang mati syahid sekalipun dia tertahan karena hutangnya,"papar Ustadz yang rutin mengisi kajian di kanal muslim Rodja ini.
Menurutnya, utang mungkin perkara yang boleh, tapi kalau bisa dihindari. Kalau kita tidak perlu berutang maka jangan berhutang. Kalaupun berutang maka berhutanglah dengan cara yang baik, sesuai dengan kebutuhan, memang diperlukan dan ada jaminan atau ada barang yang kita jaminkan. Jangan sampai utang-piutang ini kita bawa sampai mati, sehingga kita mati meninggalkan hutang. Karena kita tidak tahu apakah orang lain bersedia melunasi utang-utang kita setelah mati. Sementara kita tidak berdaya apa-apa lagi. Tidak semua ahli waris sungguh-sungguh untuk melunasinya. Maka jangan kita lemparkan tugas melunasi utang ini kepada orang lain.
Kisah ini menjadi pelajaran bagi kita tentang pentingnya untuk melunasi utang itu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menolak menyolatkan sebuah jenazah yang ternyata dia meninggalkan utang. Nabi berkata kepada para sahabat: “Shalatkanlah jenazah saudara kalian ini,” tapi Nabi tidak mau menyolatinya karena punya utang. Ini bentuk sanksi sosial bahwa jangan bermudah-mudah dalam masalah harta. Apalagi ada harta orang lain di tangan kita dalam bentuk pinjaman-meminjam.
"Utang tidak bisa kita katakan ‘cuma sekian’, karena hutang tetaplah hutang walaupun jumlahnya kecil. Bisa jadi gara-gara uang 50.000 kita tertahan di pintu surga, padahal apalah arti 50.000? Tapi karena kita melalaikan/menganggap remehnya, ingat banyak orang tersandung karena kerikil kecil, bukan karena batu besar,"pungkasnya.
Wallahu A'lam
(wid)