Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Bani Umayyah yang Wafat Karena Diracun

Minggu, 06 Maret 2022 - 19:28 WIB
loading...
Umar bin Abdul Aziz,...
Ilustrasi Umar bin Abdul Aziz (Sakolaku)
A A A
Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah Dinasti Umayyah yang kedelapan. Ia didaulat menjadi khalifah pada bulan Safar 99 H, di Dabiq, salah satu tempat di Suriah. Derajat keadilan dan kebijaksanaan Umar bin Abdul Aziz selama memimpin dianggap menyamai para Khulafah Rasyidin. Itu sebabnya dia kerap dianggap sebagai Khulafah Rasyidin kelima.

Umar bin Abdul Aziz dibaiat sebagai pengganti Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik berdasarkan surat wasiat pendahulunya itu. Ketika mendengar namanya yang muncul dalam surat wasiat itu, Umar bin Abdul Aziz langsung menangis dan terpaku di tempat duduknya, sambil mengucapkan “innalillahi...”.



Dalam buku The History of al-Tabari disebutkan ketika mengetahui bahwa sejak lama Umar memang menolak jabatan tersebut, Raja’ bin Haywah yang membacakan wasiat Khalifah Sulaiman bergegas mendatangi Umar dan menggangkat tangannya untuk dibai’at, kemudian Raja’ menarik paksa Umar ke atas mimbar.

Surat wasiat Sulaiman demikian mengikat. Yang menolaknya berarti mati. Hisham bin Abdul Malik – ketika mendengar nama Umar yang muncul – berkata, bahwa ia tidak akan mematuhi Umar sebagai khalifah.

Mendengar ini, Raja’ langsung menjawab, “kalau begitu, aku akan memenggal lehermu!”. Dan Hisham langsung terdiam. Ketika berada di atas mimbar, Umar meminta Hisham sebagai orang yang pertama kali membai’atnya, dan Hisham pun datang membai’atnya, kemudian diikuti oleh seluruh yang hadir.

Cicit Umar bin Khattab
Nama lengkapnya adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan Bin Hakam bin Abul Ash bin Umayyah. Ibunya adalah cicit dari Umar bin Khattab . Kisah tentang nasab Umar bin Abdul Aziz dari pihak ibunya sangat terkenal di kalangan kaum Muslimin.

Alkisah, pada suatu malam, Umar bin Khattab sedang melakukan inspeksi di sekitar wilayah kekuasaannya. Kemudian di sebuah rumah seorang penjual susu yang miskin ia mendengar sebuah dialog antara ibu dan anak perempuannya. Kata sang ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”.

Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”.

Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.

Si anak membalas, “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.

Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu. Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu.

Kata Umar, “Semoga lahir dari keturunan gadis ini seorang pemimpin hebat yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.

Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang akhirnya melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.

Terkait tempat kelahirannya, ada yang mengatakan di Mesir (ketika ayahnya menjabat sebagai gubernur), ada juga yang mengatakan di Madinah. Tapi semua sepakat bahwa Umar tumbuh besar di Madinah.

Berbeda dengan banyak khalifah dinasti Umayyah lainnya, Umar bin Abdul Aziz adalah sosok yang tumbuh di bawah asuhan ilmu. Ia bertemu dengan beberapa tokoh dari golongan para tabi’in yang masih hidup dan belajar langsung dari mereka. Tidak hanya dikenal sebagai ahli dalam berbagai macam pengetahuan agama, Umar juga terkenal akan keshalehannya. Dari seluruh deretan daftar khalifah bani Umayyah, Umar memang jenis berbeda. Sehingga pada saat ini menduduki tahta, semua orang seperti terkesima dengan apa yang terjadi.



Kenakan Pakaian Murah
Segera setelah dinobatkan sebagai khalifah, Umar bin Abdul Aziz langsung melepaskan semua pakaian-pakaian mahalnya, dan menggantinya dengan pakaian murah. Kepada istrinya ia memerintahkan untuk melepaskan semua perhiasannya dan meletakkan di baitul mal.

Ketika Umar selesai memimpin upacara pemakaman Sulaiman bin Abdul Malik, anak buahnya langsung bergegas mempersilakan dirinya menggunakan kereta kencana yang merupakan kendaraan resmi khalifah. Tapi Umar menolaknya, dan memilih menunggangi keledai miliknya.

Ketika anak buahnya memintanya untuk menempati istana Damaskus, ia menolak, “di sana masih ada Ayyub bin Sulaiman dan keluarganya. Aku tidak akan menempatinya selama mereka masih ada di sana”. Umar pun memilih tinggal di tendanya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2362 seconds (0.1#10.140)