Begini Cara Islam Mengajarkan Berakhlak Pada Ulama
loading...
A
A
A
Kedudukan para ulama (orang yang ahli ilmu agama) sangat tinggi di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Islam pun mengajarkan bagaimana cara umat agar menghargai dan berakhlak pada ulama. Menghormati dan beradab pada ulama juga ditegaskan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Dalam kitab Shahih Al Jami disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda :
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani).
Tersirat dari perkataan beliau shallahu ‘alaihi wa salam, bahwa mereka para ulama wajib di perlakukan sesuai dengan haknya. Karena memang ulama merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu agama. Dan sangat tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.
Para Salaf, yakni para orang berilmu dan suri tauladan untuk manusia setelah jaman para sahabat, telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari ahli bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiyallahu anhu dan berkata,“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.
Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”. Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata, "Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.
Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.
Al Imam As Syafi’i berkata, “Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.
Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman :
“Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat: 5).
Begitulah, sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.
DR. Umar As-Sufyani Hafidzahullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”
Meski begitu, ulama juga tak luput dari salah. Karena ulama bukan malaikat. Hanya saja, kita harus punya adab juga ketika melihat kesalahan seorang ulama. Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya nya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya. Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).
Jangan juga mencari cari kesalahan ulama. Ingatlah firman Allah Ta'ala.
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al Hujurot:12).
Wallahu a'lam
Dalam kitab Shahih Al Jami disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda :
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani).
Tersirat dari perkataan beliau shallahu ‘alaihi wa salam, bahwa mereka para ulama wajib di perlakukan sesuai dengan haknya. Karena memang ulama merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu agama. Dan sangat tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.
Para Salaf, yakni para orang berilmu dan suri tauladan untuk manusia setelah jaman para sahabat, telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari ahli bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiyallahu anhu dan berkata,“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.
Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”. Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata, "Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.
Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.
Al Imam As Syafi’i berkata, “Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.
Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman :
وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat: 5).
Begitulah, sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.
DR. Umar As-Sufyani Hafidzahullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”
Meski begitu, ulama juga tak luput dari salah. Karena ulama bukan malaikat. Hanya saja, kita harus punya adab juga ketika melihat kesalahan seorang ulama. Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya nya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya. Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).
Jangan juga mencari cari kesalahan ulama. Ingatlah firman Allah Ta'ala.
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al Hujurot:12).
Wallahu a'lam
(wid)