3 Jenis Kisah Israiliyat, Sekadar Dongeng Masa Lalu yang Masuk Dalam Tafsir

Senin, 21 Maret 2022 - 14:03 WIB
loading...
3 Jenis Kisah Israiliyat, Sekadar Dongeng Masa Lalu yang Masuk Dalam Tafsir
Malaikat Jarut Marut adalah salah satu kisah israiliyat. Konon kisah ini adalah kisah israiliyat paling populer. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Dalam Ilmu Al-Qur'an , dikenal istilah riwayat israiliyat . Pengertiannya yang paling sederhana, riwayat israiliyat adalah riwayat-riwayat yang bersumber dari para ahli kitab Yahudi atau Nasrani. Hanya saja, salah satu ulama pemerhati tafsir, Husein al-Dzahabi, memperluas cakupan sumbernya menjadi semua hal di luar Islam dan tidak hanya terbatas pada Yahudi atau Nasrani saja.

Riwayat israiliyat dapat dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, sahih dan sesuai ajaran Islam. Tipe ini boleh diterima dan diriwayatkan.

Kedua, tawaqquf. Dalam kajian israiliyat, ini berarti tidak ditemukan penjelasan/alasan untuk membenarkan atau menentang riwayat tersebut. Para ulama tafsir berbeda pendapat tentang kebolehan periwayatannya.

Kategori terakhir, adalah batil/bohong dan bertentangan dengan ajaran agama. Jenis ini tidak boleh dinukil kecuali dengan menyebut status riwayat tersebut.



Sejak 70 Masehi
Kisah-kisah israiliyat seringkali digunakan untuk menjelaskan tentang suatu hal menyangkut sejarah masa lampau sebelum diutusnya Rasulullah. Banyak kitab-kitab Taurat yang juga menyelipkan kisah-kisah israiliyat dalam membahas suatu masalah tertentu.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI dalam "Kisah Para Nabi pra-Ibrahim dalam perspektif Al Quran dan Sains" menjelaskan kisah-kisah israiliyat menyebar tidak lepas berawal dari keingintahuan bangsa Arab untuk menggali informasi terutama tentang kisah-kisah dalam Al-Quran yang tidak merinci peristiwanya.

Keingintahuan itu tersalurkan dengan menanyakan informasi yang dibutuhkan kepada ahlul kitab, Yahudi dan Nasrani yang hidup di tengah-tengah bangsa Arab.

Interaksi antara bangsa Arab dengan ahlul kitab terutama orang-orang Yahudi sudah lama terjalin sejak 70 Masehi setelah para ahlul kitab melarikan diri dari kejaran dan penyiksaan penguasa Romawi, Titus.

Selain itu, dalam perdagangan musim panas ke Syam dan musim dingin ke Yaman, bangsa Arab juga selalu berjumpa dan berkomunikasi dengan ahlul kitab yang tinggal di daerah tersebut. Dari situlah budaya dan pemikiran ahlul kitab diserap oleh bangsa Arab.

Sebagian dari ahlul kitab itu ada yang memeluk agama Islam misalnya saja seperti Abdullah bin Salam, Ka’b Al Ahbar dan lainnya yang mereka semua telah memiliki informasi-informasi beragam berkaitan tentang kisah-kisah israiliyat.

Informasi itu kemudian dengan mudah diterima bangsa Arab karena dianggap hanya sekadar cerita masa lalu dan tidak terkait dengan persoalan hukum yang harus diverifikasi lebih jauh kesahihannya.

Mulanya hanya sekadar memenuhi rasa ingin tahu. Berdasarkan riwayat itulah cerita-cerita israiliyat berkembang dan masuk ke dalam buku-buku tafsir. Hampir kebanyakan buku-buku tafsir klasik memuat kisah-kisah yang dikenal dengan istilah israiliyat.



Dongeng Masa Lalu
Istilah israiliyat meski dinisbatkan kepada Israil, julukan bagi Nabi Yaqub dan merujuk kepada kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi, tetapi dalam perkembanganya israiliyat lebih populer dikenal untuk kisah atau dongeng masa lalu yang masuk ke dalam tafsir dan hadis. Baik yang bersumber dari orang-orang Yahudi-Nasrani maupun lainnya.

Cerita-cerita itu semakin berkembang dengan banyaknya orang yang berprofesi sebagai alqassasun (pandai cerita) yang selalu menonjolkan keanehan-keanehan dalam penyampaiannya agar menarik perhatian pendengar.

Memang tidak semua israiliyat itu lemah atau palsu riwayatnya. Ada di antaranya yang sahih, seperti penjelasan Abdullah bin Salam tentang sifat-sifat Rasulullah yang termaktub dalam Taurat, dan dikutip dalam kitab-kitab tafsir.

Demikian pula, tidak semua kisah israiliyat itu bertentangan dengan syariat Islam. Ada yang sejalan dengan syariat yang dibawa oleh Rasulullah dan ada pula yang tidak ditemukan penolakan dan pembenarannya dalam ajaran Islam (al maskut anhu).

Kisah-kisah tersebut ada yang terkait dengan akidah dan masalah hukum, ada pula yang tidak berhubungan sama sekali dengan keduanya, melainkan hanya berupa nasihat dan informasi peristiwa masa lalu.



Boleh Mengutip
Para ulama berbeda pandangan dalam menyikapi kisah-kisah israiliyat. Di dalam Al-Qur'an sendiri ada ayat yang menjadi basis argumentasi bolehnya untuk menanyakan informasi terkait kitab suci kepada ahlul kitab.

فَإِن كُنتَ فِى شَكٍّ مِّمَّآ أَنزَلْنَآ إِلَيْكَ فَسْـَٔلِ ٱلَّذِينَ يَقْرَءُونَ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلِكَ ۚ لَقَدْ جَآءَكَ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ


"Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu temasuk orang-orang yang ragu-ragu." ( QS Yunus : 94).

Ada juga hadits nabi

عن عبد الله بن عمرو بن العاص -رضي الله عنهما-: أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: «بلغوا عني ولو آية، وحدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج، ومن كذب علي متعمدا فَلْيَتَبَوَّأْ مقعده من النار».

Sampaikan dariku walau satu ayat, dan ceritakan (apa yang kalian peroleh) dari Bani Israil, tidak ada dosa. Barang siapa sengaja berdusta mengatasnamakanku maka bersiaplah untuk masuk ke neraka (HR Bukhari dari Abdullah bin Amr).

Ayat dan hadis itu dipahami para ulama sebagai dasar membolehkan mengutip riwayat israiliyat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab yang diperintahkan oleh Al-Qur'an dan hadis tersebut tentu yang tidak mengandung kebohongan. Yang bertentangan dengan ajaran agama dan juga akal sehat sudah pasti ditolak.



Sikap Tawaqquf
Sementara itu yang tidak ditemukan pembenaran dan penolakannya para ulama memilih sikap tawaqquf, tidak membenarkan dan tidak pula mendustakan. Ini sejalan dengan bunyi hadis nabi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ: لَا تُصِدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابَ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ، وَقُولُوا: آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ الْآيَةُ

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma beliau berkata, “Dahulu Ahlul kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka tafsirkan dengan bahasa Arab kepada ahlul Islam (muslimin).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan kalian percayai mereka jangan pula kalian dustakan namun katakanlah (seperti dalam ayat): (HR Bukhari dari Abu Hurairah). Ayat yang dimaksud yaitu surat Al Baqarah 136 yang berbunyi.

قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ


Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.”

Meski tawaqquf dan tidak membenarkan dan tidak menolaknya, para ulama membolehkan untuk meriwayatkan sekadar sebagai bentuk pemaparan atas kisah yang ada di kalangan mereka, dan itu termasuk dalam kebolehan yang dibenarkan oleh ayat dan hadis tersebut. Kebolehan itu tentu dalam batas-batas tertentu, yaitu tidak terkait dengan masalah akidah dan hukum, serta tidak ditemukan pembenaran dan penolakannnya dalam ajaran Islam.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1292 seconds (0.1#10.140)