Konflik Politik Berdarah dan Tradisi Pembunuhan Khalifah Dinasti Abbasiyah

Kamis, 24 Maret 2022 - 18:51 WIB
loading...
A A A
Kesalahan Berulang
Kemudian datanglah periode pemerintahan Al-Mutawakil yang melakukan kesalahan yang sama sebagaimana dilakukan kakeknya, Harun Ar-Rasyid. Dalam hal ini, ia mengangkat ketiga putranya sebagai putra mahkota.

Mereka itu adalah Muhammad Al-Muntashir Billah, Muhammad Al-Mu'tazz Billah, dan Ibrahim Al-Muayyid Billah. Masing-masing dari ketiga putra mahkota ini membawa dua panji, salah satunya berwarna hitam yang merupakan panji perjanjian dan bendera yang lain berwarna putih panji untuk pengamalannya.

Ia menyerahkan wilayah Afrika, seluruh Maghrib, Al-Awashim (daerah atau kota pedalaman), Ats-Tsuqhur (daerah di wilayah perbatasan) di Syam, Al-Juzuriyah, Al-Jazirah, Irak, Hijaz, Yaman, Ahwaz, Sind, dan Mukarran.

Kepada putra keduanya, Al-Mutawakil menyerahkan wilayah Khurasan dengan beberapa daerah lainnya seperti Thabaristan, Rayy, Armenia, Azerbaijan, dan beberapa distrik Persia. Adapun kepada putranya yang ketiga, Al-Mutawakil menyerahkan Jundi Homs, Jundi Damaskus, dan Jundi Palestina.

Lelaki ini meniru kebijakan kakeknya meskipun mengetahui dampak buruk yang ditimbulkannya, melanggar sumpah dan janji.



Lebih parah lagi, pada akhir hidupnya ia ingin mencabut hak sebagai putra mahkota dari Muhammad Al-Muntashir putra sulungnya. Karena itu, Muhammad Al-Muntashir mengumpulkan pendukungnya dari orang-orang Turki untuk membunuhnya hingga mereka pun berhasil membunuhnya.

Muhammad Al-Muntashir pun menjabat sebagai khalifah dan membaiat kedua saudaranya. Akan tetapi tidak berapa lama ia mencabut hal sebagai Putra Mahkota dari keduanya setelah empat puluh hari pengangkatannya.

Adapun Al-Muayyid Billah, ia bisa menerima kebijakan itu dengan penuh kepatuhan dan loyalitas. Sedangkan Al-Mu'taz Billah menolaknya seraya berkata, “Jika kalian menginginkan pembunuhan, maka terserah kalian.”

Setelah mendapatkan ancaman dan peringatan keras, maka masing-masing dari dua bersaudara itu mempersaksikan dirinya atas pencabutan hak tersebut di hadapan para hakim, Bani Hasyim, para komandan militer, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Kekhalifahan sesudahnya dijabat oleh Ahmad Al-Mustain Billah bin Muhammad bin Al-Mu'tashim, di mana para loyalis mengeluarkan atau menjauhkannya dari putra-putra Al-Mutawakkil karena khawatir mereka akan mengacaukan keadaan karena pembunuhan terhadap ayah mereka.

Sistem kekhalifahan di Baghdad mengalami kekacauan ketika itu karena para pejabat tinggi dan tokoh-tokoh terkemuka dari Turki yang merupakan sisa-sisa pendukung Al-Mu'tashim dan para pejabat tinggi negara yang bersimpati dengan mereka mengangkat siapa saja yang mereka kehendaki dan kemudian memberhentikannya begitu saja.

Lalu mereka mengangkat tokoh yang lain hingga datanglah periode pemerintahan Al-Mu'tamid Billah yang merupakan khalifah kelima belas, yang kemudian mengangkat keponakannya Ahmad AlMu'tadhid bin Thalhah bin Al-Mutawakil sebagai putra mahkota. Kemudian Al-Mu'tadhid mengangkat putranya Al-Muktafi Billah sebagai putra mahkota.

Setelah itu, kekacauan terjadi kembali, pencabutan hak dan dukungan, serta pembunuhan para khalifah menjadi sebuah kebiasaan hingga datanglah pemerintahan Bani Buwaihi.



Khalifah Hanya Simbol
Pada masa mereka ini, para khalifah hanyalah simbolik semata. Pengangkatan dan pemberhentian khalifah dan pejabat berada di tangan Bani Buwaihi.

Semua khalifah yang mereka angkat, mereka berhentikan kembali, kecuali Ahmad Al-Qadir Billah karena mampu mempertahankan pemerintahannya dalam waktu yang lama dan kemudian mengangkat putranya Al-Qa'im sebagai putra mahkota.

Setelah itu perpindahan kekuasaan dalam kekhalifahan dari satu kekhalifah kepada putranya secara beruntun hingga berakhirlah pemerintahan Daulah Abbasiyah dengan munculnya bangsa Tatar, di mana Hulagu Khan yang merupakan cucu Jengis Khan penyatu bangsa Tatar melancarkan serangan terhadap kekhalifahan Bani Abbasiyah di Baghdad hingga menyebabkan terbunuhnya Khalifah Al-Mu'tashim Billah tahun 656 H.

Syaikh Muhammad Al-Khudari menyimpulkan, putra mahkota pada pertengahan pertama kekhalifahan Bani Abbasiyah berjalan dengan sistem yang tidak baik, yaitu pengangkatan putra mahkota lebih dari satu orang. Akibatnya, pengangkatan semacam itu menimbulkan petaka dan bencana besar, dan tiada seorang pun dari mereka bekerja untuk merumuskan sistem yang baik dengan segenap pengetahuan, kebijakan, dan kepakaran yang mereka miliki.

Adapun pembaiatan, pada periode pertama dilakukan dengan berjabat tangan dan ucapan orang yang membaiat, “Aku membaiat kamu untuk patuh dan taat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.” Kemudian ditambahkan sumpah jabatan pada akhir pemerintahan Daulah Umayyah. Begitu juga pada periode pertama Daulah Abbasiyah.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3158 seconds (0.1#10.140)