Konflik Politik Berdarah dan Tradisi Pembunuhan Khalifah Dinasti Abbasiyah

Kamis, 24 Maret 2022 - 18:51 WIB
loading...
A A A
Selanjutnya Harun Ar-Rasyid pun menjabat sebagai khalifah dan juga berpikir mengenai putra mahkota. Putra sulungnya pada dasarnya adalah Abdullah Al-Makmun.

Akan tetapi ia mengoreksi kembali keputusannya itu dan menyerahkan hak putra mahkota kepada saudaranya, Muhammad Al-Amin. Dengan alasan, Muhammad Al-Amin adalah putra Zubaidah binti Jafar bin Abu Jafar Al-Manshur. Sedangkan Abdullah Al-Makmun adalah putra dari seorang budak perempuan dari wilayah Persia.

Pengangkatan putra mahkota tersebut dilakukan pada tahun 173 H, sedangkan usia Muhammad Al-Amin ketika itu tidak lebih dari tiga tahun. Sepuluh tahun kemudian, Harun Ar-Rasyid berpikir untuk mengangkat Abdullah Al-Makmun sebagai putra mahkota setelah Muhammad Al-Amin.

Pengangkatan tersebut dilakukan melalui usulan Jafar bin Yahya Al-Barmaki dan upayanya. Pengangkatannya dilakukan pada tahun 183 H. Setelah itu, Abdul Malik bin Shaleh bin Ali meminta kepada Harun Ar-Rasyid agar mengangkat putra ketiganya, Al-Qasim bin Ar-Rasyid, sebagai putra mahkota.

Harun Ar-Rasyid memenuhi permintaannya itu dan menamainya Al-Mu'tamin, seraya membagi wilayah kekuasaannya pada tiga putranya itu.

Harun Ar-Rasyid menyerahkan wilayah Timur kepada Abdullah Al-Makmun, yang mencakup Khurasan, Rayy hingga Hamadan, wilayah barat diserahkan kepada Muhammad Al-Amin yang mencakup Maghrib, Mesir, dan Syam.

Sedangkan Al-Mu' tamin mendapat wilayah Al-Jazirah, Ats-Tsughur, dan Al-Awashim. Dengan sikap dan kebijakan yang demikian itu, Harun Ar-Rasyid telah menebarkan benih konflik dan penderitaan di antara mereka.

Kemudian Harun Ar-Rasyid menunaikan ibadah haji. Di sana ia menulis dua surat kepada Abdullah Al-Makmun putranya yang membuat pusing para fuqaha dan hakimy salah satunya ditujukan kepada Muhammad Al-Amin yang memintanya untuk memenuhi permintaannya sebagaimana tertera dalam surat tersebut.



Sedangkan surat kedua berkaitan dengan teks pembaiatan yang ditujukan bagi semua kalangan, baik rakyat kelas menengah ke bawah maupun kelas menengah ke atas, dan juga syarat-syarat yang harus dipenuhi Abdullah Al-Makmun, Muhammad Al-Amin, dan mereka semua.

Kedua surat tersebut disimpan di Baitullah setelah membaiat Muhammad dan mempersaksikannya di sana atas nama Allah, para malaikat, dan semua orang yang hadir di Ka'bah ketika itu, baik putra-putranya, anggota keluarganya, para loyalisnya, komandan militernya, para pejabat negara, sekretarisnya, dan lainnya.

Persaksian dalam pembaiatan dan surat telah disimpan di Baitullah dan diserahkan kepada penjaga Baitullah agar disimpan di sana dan melarang orang untuk mengeluarkan atau membawanya.

Kedua surat tersebut telah dibacakan di dalam Ka'bah di hadapan kedua bersaudara itu dan disaksikan para hadirin.

Muhammad Al-Amin vs Abdullah Al-Makmun
Dokumen pengangkatan kedua putra mahkota itu dan proses pengangkatannya itu sendiri menunjukkan arti pentingnya. Akan tetapi karakter penguasa adalah mementingkan diri sendiri.

Dalam hal ini, Muhammad Al-Amin menghapuskan semua sumpah dan janji yang terpatri dalam jiwanya sebagaimana yang terjadi pada para pendahulunya. Ia mendahulukan putranya sebagai putra mahkota mengalahkan saudaranya. Kebijakan ini pun disodorkan kepada Al-Makmun ketika berada di hadapan tentara dan komandan militernya di Khurasan.

Sudah barang tentu Abdullah Al-Makmun menolak permintaan tersebut. Karena ia didukung sebuah kekuatan yang sanggup membelanya. Dampak dari sikap dan kebijakan tersebut adalah munculnya perseteruan dan konflik terbuka hingga menimbulkan peperangan panjang antara pasukan Muhammad Al-Amin melawan pasukan Abdullah Al-Makmun.



Jalan-jalan raya dan pintu gerbang menjadi rusak karenanya, dan Baghdad sendiri harus mengalami blokade yang ketat dan berakhir dengan dicabutnya mandat kepada Muhammad Al-Amin sebagai khalifah dan kemudian dibunuh. Dampak dari semua itu adalah munculnya berbagai gelombang revolusi di sebagian besar wilayah Islam.

Kalaulah musuh-musuh mereka mempunyai kekuatan besar, maka tentulah mereka akan berhasil menghancurkan pemerintahan Daulah Abbasiyah dan menjatuhkan mereka dari mahkota kekuasaan.

Abdullah Al-Makmun tidak mengangkat putra mahkota, kecuali kepada saudaranya Al-Mu'tashim. Al-Mu'tashim tidak mengangkat putra mahkota kecuali kepada putranya Al-Watsiq. Lalu Al-Watsiq meninggal tanpa memiliki putra mahkota sehingga dipilihlah saudaranya Al-Mutawakil sebagai khalifah oleh para pejabat tinggi pemerintahan setelah Al-Watsiq meninggal.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2857 seconds (0.1#10.140)