Doa Hasan al-Bashri saat di Bawah Ancaman Algojo Hajjaj bin Yusuf

Selasa, 26 April 2022 - 03:00 WIB
loading...
A A A
Tatkala Khairah melahirkan, menurut Abdurrahman Ra'fat, Ummul Mukminin itu hanyut dalam kegembiraan dan wajahnya tampak ceria dan berseri-seri. Dia mengutus seseorang untuk membawa ibu dan bayinya ke rumah selama masa-masa pemulihan pascamelahirkan. Khairah adalah budak yang paling beliau sayangi dan beliau telah rindu menantikan kelahiran bayi pertama dari budaknya itu.

Tak lama setelah itu, Khairah pun datang dengan bayi di gendongannya. Ketika Ummu Salamah memandangnya, beliau langsung menyukai bayi itu karena wajahnya yang tampan dan cerah, menarik hati siapapun yang memandangnya.

Ummu Salamah bertanya kepada budaknya: “Sudahkah engkau memberikan nama untuknya wahai Khairah?” Khairah menjawab: “Belum, aku ingin Anda-lah yang memilihkan nama untuknya sesuka Anda.”

Ummu Salamah berkata, “Kita akan memberi nama yang diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Hasan.” Lalu beliau mengangkat tangannya untuk mendoakan kebaikan bagi sang bayi.

Kebahagiaan atas kelahiran Hasan itu tidak hanya dirasakan oleh keluarga Ummul Mukminin Ummu Salamah saja. Namun juga dirasakan oleh seisi rumah di Madinah, yaitu di rumah sahabat utama yang juga penulis wahyu Rasulullah, Zaid bin Tsabit. Sebab ayah si bayi, yakni Yasaar, adalah budak Zaid bin Tsabit yang paling disayangi dan diutamakan di antara budak yang lain.

Hasan bin Yassar (yang pada akhirnya lebih terkenal dengan sebutan Hasan al-Bashri) tumbuh di salah satu rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, besar di pangkuan salah satu istri beliau, yaitu Hindun binti Suhail yang lebih sering dipanggil dengan Ummu Salamah.

Hubungan bayi yang beruntung itu dengan Ummu Salamah tidak hanya sebatas itu. Lebih jauh lagi, karena seringkali ibunda beliau, Khairah, harus keluar dari rumah untuk mengurus kebutuhan Ummul Mukminin sehingga harus meninggalkan bayinya.

Anak ini meraih kesempatan emas untuk bergaul dengan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab rumah-rumah mereka berdekatan sehingga ia bisa bermain dari satu rumah ke rumah yang lain. Sudah barang tentu akhlak beliau terwarnai oleh para penghuni rumah itu dan mendapatkan bimbingan dari mereka.

Seperti yang diceritakan oleh Hasan al-Bashri sendiri, dia mengisi rumah Ummul Mukminin dengan ketangkasannya yang menyenangkan. Sering dia naik ke atap rumah lalu berpindah-pindah dengan lincahnya.



Berguru dengan Sahabat Nabi
Hasan dibesarkan dalam suasana yang diterangi oleh cahaya nubuwah dan meneguk sumber air jernih (ilmu) yang tersedia di rumah-rumah ummahatul mukminin. Beliau juga berguru kepada sahabat-sahabat utama di Masjid Nabawi. Beliau meriwayatkan dari Utsman bin Affan , Ali bin Abi Thalib , Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah dan lain-lain.

Meski demikian, kekaguman yang paling menonjol jatuh kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dia mengagumi keteguhan agamanya, ketekunan ibadahnya, kezuhudannya terhadap kesenangan dunia, kefasihan lidahnya, hikmah-hikmahnya yang berkesan di hatinya, kemantapan tutur katanya dan nasihat-nasihatnya yang menggetarkan hati. Sehingga beliau berusaha berakhlak dengannya dalam hal takwa dan ibadah serta mengikuti jejaknya dalam memberikan keterangan dan kefasihan bahasanya.

Menginjak usia 14 tahun, ketika memasuki usia remaja, beliau berpindah bersama kedua orang tuanya ke Bashrah dan menetap di sana. Dari sinilah muncul julukan al-Bashri, yang dinisbahkan pada kota Bashrah. Lalu keutamaan beliau mulai dikenal orang-orang di Bashrah.

Di saat Hasan al-Bashri menjadi imam, kota Bashrah merupakan benteng Islam yang terbesar dalam bidang ilmu pengetahuan. Masjidnya yang agung penuh dengan para sahabat dan tabi’in yang hijrah ke sana dan halaqah-halaqah keilmuan dengan beraneka ragam dan coraknya memakmurkan masjid-masjid dan suraunya.

Hasan al-Bashri tinggal di masjid itu dan menekuni halaqah Abdullah bin Abbas, Habru umati Muhammad (Ustadnya umat Muhammad). Dia mengambil pelajaran tafsir, hadis, qiraah, fiqh, adab, bahasa dan sebagainya. Hingga beliau menjadi seorang ulama besar dan fuqaha yang terpercaya.

Maka, umat banyak menggali ilmunya, mendatangi majelisnya serta mendengarkan ceramahnya yang mampu melunakkan jiwa-jiwa yang keras dan mencucurkan air mata orang-orang yang terlanjur berbuat dosa. Banyak orang terpikat dengan hikmahnya yang mempesona.



Nama Hasan al-Bashri telah menyebar di seluruh daerah dan dikenal di mana-mana. Para gubernur dan khalifah menanyakan dan mengikuti beritanya.

Khalid bin Shafwan bercerita saat bertemu Maslamah bin Abdul Malik, yang ditanyakan adalah Hasan al-Bashri. “Ceritakan apa yang Anda ketahui tentangnya,” ujar Maslamah kepada Khalid.

Maka berceritalah murid Hasan al-Basri ini. "Beliau adalah orang yang hatinya sama dengan lahiriyahnya, perkataannya serasi dengan perbuatannya. Jika menyuruh perkara yang ma’ruf, maka beliau pula yang paling sanggup melakukannya. Jika melarang yang mungkar, beliau pula yang paling mampu meninggalkannya. Saya mendapatinya sebagai orang yang tidak memerlukan pemberian; dan zuhud terhadap apa yang ada di tangan orang lain. Sebaliknya saya dapati betapa orang-orang memerlukan dan menginginkan apa yang dimilikinya.”
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2965 seconds (0.1#10.140)