Sayyidah Shafiyah: Tawanan Perang, Putri Ulama Yahudi yang Dinikahi Rasulullah SAW

Sabtu, 07 Mei 2022 - 16:15 WIB
loading...
A A A
Ia dikuasai oleh setan. Dan kaumnya mengikuti pandangannya (Ibnu Hisyam: as-Sirah an-Nabawiyah 1/519-520 dan Ibnu Katsir: as-Sirah an-Nabawiyah 2/298).

Setelah kejadian itu, Sayyidah Shafiyah mengetahui bahwa Rasulullah berada dalam jalan yang benar. Ternyata selama ini, kaumnya tidak memberitahukan tentang Nabi Muhammad kepada dirinya.

Baca juga: Pernikahan Tak Lazim Dua Kali Sayyidah Zainab bin Jahsy

Perang Khaibar
Sejak Nabi tiba di Madinah, orang-orang Yahudi Khaibar telah bulat menolak ajakan damai. Kebuntuan tersebut tak dapat didobrak kecuali dengan perang.

Pada pertengahan kedua bulan Muharram Tahun 7 H, Rasulullah SAW berangkat bersama segenap pasukan Muslim disertai persenjataan dan perlengkapan perang yang lengkap menuju Khaibar. Begitu melihat mereka, Rasulullah berseru, "Allah Akbar! Hancurkan Khaibar! Sungguh ketika kami turun di halaman suatu kaum, amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang mendapat peringatan itu!"

Setelah pertempuran berdarah yang terjadi antara iman dan kekufuran itu berlangsung, perang berakhir dengan kemenangan di pihak kebenaran dan Islam yang mengalahkan kebatilan dan kekufuran.

Khaibar pun runtuh, benteng-bentengnya berhasil ditempus, para laki-lakinya terbunuh, termasuk Huyay bin Akhthab. Sedangkan para wanita menjadi sandera. Salah seorang wanita yang menjadi sandera adalah seorang bangsawan Bani Nadhir, Sayyidah Shafiyah binti Huyai ibn Akhthab. Ia adalah kembang para wanita Khaibar yang paling mulia bagi mereka dan saat itu Sayyidah Shafiyah belum genap berusia 17 tahun



Saat para tawanan dikumpulkan, Dihyah bin Khalifah al-Kalbi menemui Rasulullah SAW. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, berilah aku seorang budak wanita dari tawanan ini.”

Nabi menanggapi, “Silahkan. Ambillah seorang budak perempuan.” Dihyah yang Malaikat Jibril suka menyerupainya ini memilih Shafiyah binti Huyai.

Lalu datang seseorang menemui Nabi. Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, Anda telah memberikan Dihyah seorang Shafiyah binti Huyai. Seorang tokoh Bani Quraizah dan Bani Nadhir. Wanita yang tidak layak untuk siapa pun kecuali Anda."

Kemudian Nabi bersabda, “Panggil Dihyah bersama dengan Shafiyah.”

Dihyah pun datang membawa Shafiyah. Saat Nabi melihat Shafiyah, beliau berkata pada Dihyah, “Pilihlah tawanan wanita selain dirinya.”

Dahiyyah pergi tanpa membawa pulang Shafiyyah, dia memilih tahanan yang lain untuk dijadikan budak. Sementara Rasulullah mempunyai bagian harta perang, yang biasanya dikenal dengan istilah shafi (jarahan perang yang dipilih pemimpin untuk dirinya). Rasulullah bebas dalam memilih, apakah ingin memilih budak laki-laki, budak perempuan, atau kuda, selama belum melebihi seperlima.

Dalam deretan tawanan itu ada juga Kinanah ibn Rabi', suami Shafiyah binti Huyai, yang saat itu menjadi penanggung jawab harta simpanan Bani Nadhir. Akhirnya ia diseret untuk menghadap Rasulullah SAW. Beliau menanyakan kepadanya tentang gudang kekayaan Khaibar itu, tetapi ia tidak mau memberitahukan di mana gudang itu berada. Ia bersikeras mengatakan bahwa dirinya tidak memegang rahasia tentang harta simpanan tersebut.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW pun bersabda, "Jika ternyata kami menemukannya padamu, akankah kami membunuhmu?" Kinanah menjawab, "Ya."

Tatkala Rasulullah menemukan bahwa harta itu memang disimpan di rumahnya, beliau mengirim Kinanah kepada Muhammad ibn Salamah agar dihukum pancung sebagai balasan untuk saudara Muhammad, Mahmud ibn Salamah, yang dibunuh oleh kaum Yahudi dalam perang tersebut.

Para wanita Qumush pun digiring sebagai tawanan. Rombongan itu dipimpin oleh Sayyidah Shafiyah ditemani oleh seorang saudari sepupunya. Mereka digiring oleh sang muazin Rasulullah, Bilal ibn Rabbah r.a. Bilal membawa para tawanan melewati medan pertempuran yang telah berakhir.



Medan itu dipenuhi oleh mayat orang-orang Yahudi yang terbunuh. Saudari sepupu Shafiyah itu pun menjerit dan histeris melihat pemandangan tersebut. la menutup wajahnya, lalu ia lumurkan debu di kepala sambil menjerit sekeras-sekerasnya, meratapi para laki-laki kabilahnya. Sementara itu, Sayyidah Shafiyah hanya terdiam, tetap tenang, dan tampak bersedih. Namun, ia sama sekali tidak bersuara atau meratap sedikit pun.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1455 seconds (0.1#10.140)