Kisah Rasulullah SAW Melamar Ummu Salamah, Janda Rupawan Punya 3 Anak
loading...
A
A
A
"Aku pacu untaku. Kugendong anakku dan kuletakkan ia bersamaku. Kami berangkat menuju Madinah untuk berkumpul dengan suamiku. Saat itu, tak ada seorang pun yang menemaniku."
"Aku berkata pada diriku, apakah aku akan bertemu dengan seseorang yang bisa mengantarkanku pada suamiku?"
Saat sampai di Tan’im, Ummu Salamah bercerita, ia bertemu dengan Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah, keluarga dari Bani Abdud Dar.
Ia berkata pada Ummu Salamah, “Mau ke mana hai putri Abu Umayyah?”
“Aku hendak ke Madinah berjumpa dengan suamiku,” jawab Ummu Salamah.
“Apakah ada orang yang menemanimu?” tanya Utsman lagi.
“Demi Allah, tidak ada. Hanyalah Allah dan putraku ini,” jawab Ummu Salamah.
Utsman bin Thalhah berkata, “Demi Allah, kau tak pantas dibiarkan sendiri.”
Ia pun mengambil tali kekang onta Ummu Salamah, kemudian membawanya pergi.
Selanjutnya Ummu Salamah bercerita:
"Demi Allah, aku tak pernah ditemani seorang laki-laki Arab pun yang aku pandang lebih mulia darinya. Apabila kami sampai di tempat istirahat, ia menghentikan untaku. Kemudian ia memperhatikan keadaanku. Sampai-sampai saat aku turun dari ontaku, dia pun memperhatikan ontaku itu. Ia pergi dan mengikat tungganganku di pohon. Setelah istirahat selesai, ia datang lagi dan berkata, ‘Naiklah’. Saat aku telah naik, ia mendekat dan mengarahkan perjalanan kami sampai kami ke tempat istirahat berikutnya. Ia melakukan hal itu terus, sampai kami tiba di Madinah.
Saat ia melihat kampung Bani Amr bin Auf di Quba, ia berkata, “Suamimu berada di kampung ini. Masukilah dengan berkah dari Allah.” Kemudian ia pergi kembali ke Makkah.
“Demi Allah, aku tidak mengetahui ada keluarga dalam Islam yang menderita seperti penderitaan keluarga Abu Salamah. Aku tak melihat orang yang lebih mulia dibanding Utsman bin Thalhah.” (Ibnu Hisyam: as-Sirah an-Nabawiyah, 1/468).
Akhirnya keluarga ini kembali berkumpul dengan keislaman dan keimanan mereka.
Abu Salamah Wafat
Pada tahun 2 H, Rasulullah mengajak para sahabatnya untuk mencegat kafilah Abu Sufyan. Tanpa disangka, kemudian peristiwa inilah menjadi sebab Perang Badar.
Abu Salamah turut serta dalam rombongan yang mencegat kafilah. Dan tentu saja ia juga terlibat dalam Perang Badar. Dalam perang itu ia menderita luka. Luka itu sempat sembuh, tapi kemudian kambuh kembali. Hingga menyebabkannya wafat pada Jumadil Akhir tahun 3 H (Ibnu al-Atsir: Asad al-Ghabah, 3/190).
Ummu Salamah menceritakan, “Suatu hari, Abu Salamah menemuiku. Ia baru saja menemui Rasulullah. Ia berkata, ‘Aku mendengar dari Rasulullah sebuah perkataan yang membuatku bahagia. Beliau bersabda,
لا يُصِيبُ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مُصِيبَةٌ فَيَسْتَرْجِعَ عِنْدَ مُصِيبَتِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا. إِلاَّ فُعِلَ ذَلِكَ بِهِ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musibah. Kemudian ia beristirja (mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raji’un) saat musibah tersebut terjadi. Setelah itu berdoa, ‘Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya’. Kecuali Allah akan mengabulkannya.”
"Aku berkata pada diriku, apakah aku akan bertemu dengan seseorang yang bisa mengantarkanku pada suamiku?"
Saat sampai di Tan’im, Ummu Salamah bercerita, ia bertemu dengan Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah, keluarga dari Bani Abdud Dar.
Ia berkata pada Ummu Salamah, “Mau ke mana hai putri Abu Umayyah?”
“Aku hendak ke Madinah berjumpa dengan suamiku,” jawab Ummu Salamah.
“Apakah ada orang yang menemanimu?” tanya Utsman lagi.
“Demi Allah, tidak ada. Hanyalah Allah dan putraku ini,” jawab Ummu Salamah.
Utsman bin Thalhah berkata, “Demi Allah, kau tak pantas dibiarkan sendiri.”
Ia pun mengambil tali kekang onta Ummu Salamah, kemudian membawanya pergi.
Selanjutnya Ummu Salamah bercerita:
"Demi Allah, aku tak pernah ditemani seorang laki-laki Arab pun yang aku pandang lebih mulia darinya. Apabila kami sampai di tempat istirahat, ia menghentikan untaku. Kemudian ia memperhatikan keadaanku. Sampai-sampai saat aku turun dari ontaku, dia pun memperhatikan ontaku itu. Ia pergi dan mengikat tungganganku di pohon. Setelah istirahat selesai, ia datang lagi dan berkata, ‘Naiklah’. Saat aku telah naik, ia mendekat dan mengarahkan perjalanan kami sampai kami ke tempat istirahat berikutnya. Ia melakukan hal itu terus, sampai kami tiba di Madinah.
Saat ia melihat kampung Bani Amr bin Auf di Quba, ia berkata, “Suamimu berada di kampung ini. Masukilah dengan berkah dari Allah.” Kemudian ia pergi kembali ke Makkah.
“Demi Allah, aku tidak mengetahui ada keluarga dalam Islam yang menderita seperti penderitaan keluarga Abu Salamah. Aku tak melihat orang yang lebih mulia dibanding Utsman bin Thalhah.” (Ibnu Hisyam: as-Sirah an-Nabawiyah, 1/468).
Akhirnya keluarga ini kembali berkumpul dengan keislaman dan keimanan mereka.
Abu Salamah Wafat
Pada tahun 2 H, Rasulullah mengajak para sahabatnya untuk mencegat kafilah Abu Sufyan. Tanpa disangka, kemudian peristiwa inilah menjadi sebab Perang Badar.
Abu Salamah turut serta dalam rombongan yang mencegat kafilah. Dan tentu saja ia juga terlibat dalam Perang Badar. Dalam perang itu ia menderita luka. Luka itu sempat sembuh, tapi kemudian kambuh kembali. Hingga menyebabkannya wafat pada Jumadil Akhir tahun 3 H (Ibnu al-Atsir: Asad al-Ghabah, 3/190).
Ummu Salamah menceritakan, “Suatu hari, Abu Salamah menemuiku. Ia baru saja menemui Rasulullah. Ia berkata, ‘Aku mendengar dari Rasulullah sebuah perkataan yang membuatku bahagia. Beliau bersabda,
لا يُصِيبُ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مُصِيبَةٌ فَيَسْتَرْجِعَ عِنْدَ مُصِيبَتِهِ، ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا. إِلاَّ فُعِلَ ذَلِكَ بِهِ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musibah. Kemudian ia beristirja (mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raji’un) saat musibah tersebut terjadi. Setelah itu berdoa, ‘Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku ini. Dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya’. Kecuali Allah akan mengabulkannya.”