Sejarah Kurban: Ibadah yang Bukan Hanya Disyariatkan kepada Nabi Ibrahim
loading...
A
A
A
Bangsa-Bangsa Terdahulu
Kurban juga dilakukan Nabi Nuh AS setelah terjadi peristiwa topan membuat tempat kurban; yang nantinya sebagai tempat kurban itu dibakar.
Lebih jauh lagi, bangsa Yunani juga membagi-bagikan daging kurban kepada mereka yang hadir untuk dijadikan berkat dan menyisihkan sebagiannya untuk keluarga mereka. Para ahli nujum menuangkan madu dan air dingin ketika menyuguhkan daging kurban tadi yang diikuti oleh hadirin dengan memercikkan air mawar dalam lingkungan majelis itu.
Kurban yang dilakukan oleh bangsa-bangsa terdahulu tidak hanya berbentuk hewan, tetapi juga berbentuk pengorbanan manusia seperti kebiasaan bangsa Funicia, Syuria, Parsi, Romawi dan Mesir kuno.
Tradisi ini terus berlanjut di masa Romawi hingga dikeluarkannya larangan pada tahun 587 Masehi. Demikianlah pelaksanaan kurban berbagai bangsa menurut kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
Hikmah
Ibadah kurban seperti juga ibadah lainnya dalam Islam merupakan bentuk pengabdian kepada Allah yang merupakan manifestasi dari iman.
Tujuannya adalah untuk mencapai derajat takwa. Ibadah kurban merupakan perwujudan rasa syukur atas nikmat Allah yang tak terhingga jumlahnya yang telah kita terima, juga sebagai pengamalan dari firman Allah dalam QS Kautsar [108]: 1-2.
إِنَّآ أَعْطَيْنَٰكَ ٱلْكَوْثَرَ
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
Dalam firman-Nya Allah menyatakan akan menambah nikmat-Nya bagi mereka yang bersyukur dan sebaliknya siapa yang mendustakan dan tidak membelanjakannya, maka bersiap-siaplah dengan azab Allah yang amat pedih dalam QS Ibrahim [14]: 7, sebagai berikut:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"
Teladan Nabi Ibrahim
Melalui ibadah kurban kita mengenang kembali dan mencoba meneladani perjuangan Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail.
Rangkaian peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim yang puncaknya dirayakan sebagai hari raya Idul Adha harus mampu mengingatkan kita bahwa yang dikurbankan tidak boleh manusianya, tetapi yang dikurbankan adalah sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia seperti rakus, ambisi yang tidak terkendali, menindas, menyerang, dan tidak mengenal hukum atau norma apapun.
Sifat-sifat yang demikian itulah yang harus dibunuh, ditiadakan, dan dijadikan kurban demi mencapai kurban (kedekatan) diri kepada Allah Swt.
Allah mengingatkan dalam firman-Nya dalam QS al-Hajj [22] : 37, sebagai berikut:
نْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Dengan demikian tidaklah ada kaitan antara daging dan darah dengan qurban (kedekatan) kepada Allah, kalaupun ada yakni dalam rangka meringankan beban mereka yang membutuhkan, membela orang yang lemah dan meningkatkan derajat kemanusiaan.