Ikhtilat dan Sebab Munculnya Fitnah Wanita
loading...
A
A
A
Dengan demikian, bolehnya perempuan keluar dari rumahnya pada keadaan tersebut merupakan pengecualian dari hukum asal, yaitu perempuan tetap tinggal di rumah. Berbeda hukumnya dengan laki-laki. Ketika mereka keluar untuk bekerja dan mencari rezeki, maka mereka memang diperintahkan untuk menafkahi keluarganya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.” (QS. ath-Thalaq: 7)
Juga firman Allah Ta’ala,
“Dan kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakain kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Maka, laki-laki adalah qayyim bagi paraperempuan yaitu pemimpinnya dan menjadi hakim atasnya. Hal ini disebabkan oleh keutamaan yang ada pada laki-laki daripada wanita, serta karena laki-laki telah memberi nafkah dan mahar kepada mereka, sehingga layak untuk memimpin mereka (wanita).
Bahayanya Ikhtilat
Dari sisi bahaya, tentunya ikhtilat memiliki bahaya yang besar. Terutama karena kondisi ikhtilat yang ketika tadii, yakni bercampurbaurnya lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya di tempat-tempat umum. Ustadz Hafzan Elhadi, Lc., M.Kom menjelaskan, bahaya ikhtilat ini yaitu merusak hati seseorang sehingga terdorong untuk memikirkan tentang zina dan bahkan melakukannya, padahal hati merupakan segumpal daging yang menjadi penentu untuk baik atau buruknya perangai seseorang.
Bahaya Ikhtilat ini dimulai dari pandangan mata yang kemudian bergerak masuk ke dalam hati, padahal Allah Ta'ala memerintahkan agar kita menjaga pandangan mata:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, Sungguh, Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga mengatakan:
“Zina kedua mata adalah dengan melihat.” (HR. Muslim)
Sehingga dalam menafsirkan ayat tersebut, Al Hafizh Ibnu Katsir menyebutkan: “Dan ketika pandangan merupakan pendorong untuk merusak hati, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian salaf: (Pandangan merupakan anak panah yang beracun bagi hati), oleh karena itu sebagaimana Allah Ta'ala memerintahkan untuk menjaga kemaluan, Allah pun memerintahkan untuk menjaga pandangan yang merupakan pendorongnya. (Umdatut Tafsir), hal ini juga disebutkan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah dalam Majmuah Fatawa nya.” (Majmuatul fatawa: 8)
Sehingga banyak di antara para ulama yang mengharamkan laki-laki melihat kepada wajah perempuan yang bukan mahram dan bukan istrinya tanpa kebutuhan seperti nazhor untuk pernikahan, pengobatan, persaksian dan mu’amalah (jual-beli), hal ini tertulis dalam kitab-kitab mazhab Imam As-Syafi’I seperti Matan Abu Syuja’. (Matan al-Ghoyah wat Taqrib).
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah mengatakan:
“Sesungguhnya pendapat yang kuat adalah dalam mazhab Syafi’I dan Ahmad bahwa melihat kepada wajah wanita yang bukan mahram tanpa kebutuhan tidak dibolehkan, walaupun tanpa syahwat, akan tetapi pandangan tersebut dilarang adalah karena ditakutkan gairah yang dibangkitkan karenanya, dan karena inilah terlarangnya khalwat (berdua-duaan) laki-laki dengan wanita yang bukan mahram, karena ia sumber fitnah. Pada dasarnya segala sesuatu yang menjadi sebab menuju fitnah merupakan hal terlarang, dan sesungguhnya sarana menuju kerusakan harus ditutup jika tidak bertentangan dengan maslahat yang diharapkan.” (Majmuatul Fatawa : 8/243).
Begitu juga halnya dengan kaum perempuan, tidak sepantasnya bagi mereka untuk melihat kepada kaum lelaki, Allah Ta'ala berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.” (QS. ath-Thalaq: 7)
Juga firman Allah Ta’ala,
وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakain kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Maka, laki-laki adalah qayyim bagi paraperempuan yaitu pemimpinnya dan menjadi hakim atasnya. Hal ini disebabkan oleh keutamaan yang ada pada laki-laki daripada wanita, serta karena laki-laki telah memberi nafkah dan mahar kepada mereka, sehingga layak untuk memimpin mereka (wanita).
Bahayanya Ikhtilat
Dari sisi bahaya, tentunya ikhtilat memiliki bahaya yang besar. Terutama karena kondisi ikhtilat yang ketika tadii, yakni bercampurbaurnya lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya di tempat-tempat umum. Ustadz Hafzan Elhadi, Lc., M.Kom menjelaskan, bahaya ikhtilat ini yaitu merusak hati seseorang sehingga terdorong untuk memikirkan tentang zina dan bahkan melakukannya, padahal hati merupakan segumpal daging yang menjadi penentu untuk baik atau buruknya perangai seseorang.
Bahaya Ikhtilat ini dimulai dari pandangan mata yang kemudian bergerak masuk ke dalam hati, padahal Allah Ta'ala memerintahkan agar kita menjaga pandangan mata:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, Sungguh, Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga mengatakan:
فلعينان زناهما النظر
“Zina kedua mata adalah dengan melihat.” (HR. Muslim)
Sehingga dalam menafsirkan ayat tersebut, Al Hafizh Ibnu Katsir menyebutkan: “Dan ketika pandangan merupakan pendorong untuk merusak hati, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian salaf: (Pandangan merupakan anak panah yang beracun bagi hati), oleh karena itu sebagaimana Allah Ta'ala memerintahkan untuk menjaga kemaluan, Allah pun memerintahkan untuk menjaga pandangan yang merupakan pendorongnya. (Umdatut Tafsir), hal ini juga disebutkan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah dalam Majmuah Fatawa nya.” (Majmuatul fatawa: 8)
Sehingga banyak di antara para ulama yang mengharamkan laki-laki melihat kepada wajah perempuan yang bukan mahram dan bukan istrinya tanpa kebutuhan seperti nazhor untuk pernikahan, pengobatan, persaksian dan mu’amalah (jual-beli), hal ini tertulis dalam kitab-kitab mazhab Imam As-Syafi’I seperti Matan Abu Syuja’. (Matan al-Ghoyah wat Taqrib).
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah mengatakan:
“Sesungguhnya pendapat yang kuat adalah dalam mazhab Syafi’I dan Ahmad bahwa melihat kepada wajah wanita yang bukan mahram tanpa kebutuhan tidak dibolehkan, walaupun tanpa syahwat, akan tetapi pandangan tersebut dilarang adalah karena ditakutkan gairah yang dibangkitkan karenanya, dan karena inilah terlarangnya khalwat (berdua-duaan) laki-laki dengan wanita yang bukan mahram, karena ia sumber fitnah. Pada dasarnya segala sesuatu yang menjadi sebab menuju fitnah merupakan hal terlarang, dan sesungguhnya sarana menuju kerusakan harus ditutup jika tidak bertentangan dengan maslahat yang diharapkan.” (Majmuatul Fatawa : 8/243).
Begitu juga halnya dengan kaum perempuan, tidak sepantasnya bagi mereka untuk melihat kepada kaum lelaki, Allah Ta'ala berfirman: