Hikmah Haji : Semua Sama Kedudukannya di Hadapan Allah
loading...
A
A
A
Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang terpenting. Dalam ibadah haji inilah, Allah mengumpulkan semua umat Islam di seluruh dunia untuk mengagungkanNya. Umat Islam berkumpul di Padang Arafah, Tawaf, dan Sa'i dalam kedudukan yang sama di hadapan Allah Yang Maha Besar.
Allah Ta'ala mewajibkan beribadah haji ke Makkah ini bagi umat Islam yang mampu.
Allah Ta'ala berfirman :
"Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (QS. Ali 'Imran : 97)
Dalam ayat yang lain, Allah menegaskan :
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barang siapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari). Demikian itu, bagi orang yang bukan penduduk Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. Al-Baqarah : 196)
Begitulah, di negeri sana, di negeri Rasulullah diutus, di Masy’aril Haram, di Mina, di Arafah, di Muzdalifah, saudara-saudara kita melaksanakan ibadah yang begitu agung, yakni haji.
Menurut Ustadz Abu Yahya Badrusalam, pengasuh kajian Sunnah di Radio Rodja, ibadah haji ini sangat banyak sekali hikmah yang bisa dipetik darinya.
Ketika seseorang yang pergi haji melepaskan seluruh pakaian-pakaiannya dan digantikan dengan kain ihram yang putih mengingatkan akan pertemuan dengan Allah ketika ia dibungkus dengan kain kafannya lalu ia dikuburkan. Dia tidak berbekal kecuali amalan dia dan kain kafan yang menempel pada tubuhnya.
Di saat kaum muslimin berkumpul di Mina di Arafah, tidak lagi ada dibedakan kedudukan ataupun hasta, tidak dibedakan apakah dia kaya raya, apakah dia seorang pejabat atau pemimpin? Semua sama dihadapan Allah karena memang tidak ada yang kebal hukum dihadapan Allah Rabbul ‘Izzati wal Jalalah.Semuanya sama!
Kewajiban seorang hamba untuk melaksanakan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah Islam!
Kemudian mereka bertalbiyah yang merupakan kalimat yang agung. Mereka berucap:
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika lak(Ya Allah, aku menyahut panggilanmu Ya Allah. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan bagiMu. Tidak ada sekutu bagi Engkau ya Allah)”
Sebuah kalimat yang agung, yang menunjukkan pengesaan dan bahwasannya tidak ada sekutu bagi Allah yang berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu pengakuan bahwasanya kenikmatan semua milik Allah.
Karunia semua milik Allah. Itulah hakikat sebagai seorang hamba. Dia mengakui bahwa semua yang ia miliki bahkan tubuhnya, semua hartanya, anaknya, istrinya, semuanya milik Allah, karunia dari Allah. Dia mengakui semua itu milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wallahu'alam
Allah Ta'ala mewajibkan beribadah haji ke Makkah ini bagi umat Islam yang mampu.
Allah Ta'ala berfirman :
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَا مُ اِبْرٰهِيْمَ ۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَا نَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّا سِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَا عَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِ نَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
"Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." (QS. Ali 'Imran : 97)
Dalam ayat yang lain, Allah menegaskan :
وَاَ تِمُّوا الْحَجَّ وَا لْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِ نْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَا نَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖۤ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَا مٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِ ذَاۤ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِا لْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَا مُ ثَلٰثَةِ اَيَّا مٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَا مِلَةٌ ۗ ذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَا ضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَـرَا مِ ۗ وَا تَّقُوا اللّٰهَ وَا عْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barang siapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari). Demikian itu, bagi orang yang bukan penduduk Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. Al-Baqarah : 196)
Begitulah, di negeri sana, di negeri Rasulullah diutus, di Masy’aril Haram, di Mina, di Arafah, di Muzdalifah, saudara-saudara kita melaksanakan ibadah yang begitu agung, yakni haji.
Menurut Ustadz Abu Yahya Badrusalam, pengasuh kajian Sunnah di Radio Rodja, ibadah haji ini sangat banyak sekali hikmah yang bisa dipetik darinya.
Ketika seseorang yang pergi haji melepaskan seluruh pakaian-pakaiannya dan digantikan dengan kain ihram yang putih mengingatkan akan pertemuan dengan Allah ketika ia dibungkus dengan kain kafannya lalu ia dikuburkan. Dia tidak berbekal kecuali amalan dia dan kain kafan yang menempel pada tubuhnya.
Di saat kaum muslimin berkumpul di Mina di Arafah, tidak lagi ada dibedakan kedudukan ataupun hasta, tidak dibedakan apakah dia kaya raya, apakah dia seorang pejabat atau pemimpin? Semua sama dihadapan Allah karena memang tidak ada yang kebal hukum dihadapan Allah Rabbul ‘Izzati wal Jalalah.Semuanya sama!
Kewajiban seorang hamba untuk melaksanakan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah Islam!
Kemudian mereka bertalbiyah yang merupakan kalimat yang agung. Mereka berucap:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika lak(Ya Allah, aku menyahut panggilanmu Ya Allah. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan bagiMu. Tidak ada sekutu bagi Engkau ya Allah)”
Sebuah kalimat yang agung, yang menunjukkan pengesaan dan bahwasannya tidak ada sekutu bagi Allah yang berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu pengakuan bahwasanya kenikmatan semua milik Allah.
Karunia semua milik Allah. Itulah hakikat sebagai seorang hamba. Dia mengakui bahwa semua yang ia miliki bahkan tubuhnya, semua hartanya, anaknya, istrinya, semuanya milik Allah, karunia dari Allah. Dia mengakui semua itu milik Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wallahu'alam
(wid)