Peneliti Sebut Perjalanan Dzulqarnain ke Timur adalah ke Pulau Halmahera

Rabu, 13 Juli 2022 - 20:33 WIB
loading...
Peneliti Sebut Perjalanan Dzulqarnain ke Timur adalah ke Pulau Halmahera
Dr Anwar Qudri berpendapat perjalanan Dzulqarnain ke timur berakhir di suatu tempat yakni Pulau Halmahera di Maluku. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Dr Anwar Qudri, peneliti dari Mesir yang melakukan penelitian selama 10 tahun lebih dan berdasarkan informasi sejarah dan geografis yang sangat teliti berpendapat bahwa perjalanan Dzulqarnain ke timur berakhir di suatu tempat dan menurut peneliti tersebut adalah Pulau Halmahera di Maluku, Indonesia.



Nama Dzulqarnain tertuang dalam QS Al-Kahfi (18) ayat 83 sampai 98. Serangkaian ayat-ayat kisah Dzulqarnain ini berjumlah 16 ayat. Namun siapa sejatinya tokoh ini tidak disebut dengan jelas. Demikian juga di dalam hadis Rasulullah SAW ataupun atsar sahabat. Tidak didapatkan siapakah sebenarnya sosok Dzulqarnain itu.

Tentang perjalanan Dzulqarnain Allah SWT berfirman dalam al-Quram Surat Al-Kahfi ayat 86-92 yang berbunyi:

حَتّٰٓى اِذَا بَلَغَ مَغۡرِبَ الشَّمۡسِ وَجَدَهَا تَغۡرُبُ فِىۡ عَيۡنٍ حَمِئَةٍ وَّوَجَدَ عِنۡدَهَا قَوۡمًا ؕ ‌قُلۡنَا يٰذَا الۡقَرۡنَيۡنِ اِمَّاۤ اَنۡ تُعَذِّبَ وَاِمَّاۤ اَنۡ تَتَّخِذَ فِيۡهِمۡ حُسۡنًا
قَالَ اَمَّا مَنۡ ظَلَمَ فَسَوۡفَ نُعَذِّبُهٗ ثُمَّ يُرَدُّ اِلٰى رَبِّهٖ فَيُعَذِّبُهٗ عَذَابًا نُّكۡرًا‏
وَاَمَّا مَنۡ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًـا فَلَهٗ جَزَآءَ ۨالۡحُسۡنٰى‌ ۚ وَسَنَقُوۡلُ لَهٗ مِنۡ اَمۡرِنَا يُسۡرًا
ثُمَّ اَتۡبَعَ سَبَبًا
حَتّٰٓى اِذَابَلَغَ مَطۡلِعَ الشَّمۡسِ وَجَدَهَا تَطۡلُعُ عَلٰى قَوۡمٍ لَّمۡ نَجۡعَلْ لَّهُمۡ مِّنۡ دُوۡنِهَا سِتۡرًا ۙ‏
كَذٰلِكَؕ وَقَدۡ اَحَطۡنَا بِمَا لَدَيۡهِ خُبۡرًا
ثُمَّ اَتۡبَعَ سَبَبًا‏

Artinya: Hingga ketika dia telah sampai di tempat matahari terbenam, dia melihatnya (matahari) terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan di sana ditemukannya suatu kaum (tidak beragama).

Kami berfirman, "Wahai Zulkarnain! Engkau boleh menghukum atau berbuat kebaikan (mengajak beriman) kepada mereka."

Dia (Zulkarnain) berkata, "Barangsiapa berbuat zalim, kami akan menghukumnya, lalu dia akan dikembalikan kepada Tuhannya, kemudian Tuhan mengazabnya dengan azab yang sangat keras.

Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah-mudah."

Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain).

Hingga ketika dia sampai di tempat terbit matahari (sebelah timur) didapatinya (matahari) bersinar di atas suatu kaum yang tidak Kami buatkan suatu pelindung bagi mereka dari (cahaya matahari) itu, demikianlah, dan sesungguhnya Kami mengetahui segala sesuatu yang ada padanya (Zulkarnain). Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). ( QS Al-Kahfi (18) : 86-92).



M Quraish Shihab dalam "Tafsir Al-Mishbah" mengatakan bahwa kata maghrib asy-syams, demikian juga mathli’asy-syamsdalam ayat tersebut tidak dapat dipahami dalam arti tempat terbenam dan terbitnya matahari, karena pada hakikatnya tidak ada tempatnya untuk terbenam dan terbit.

Kata ini juga tidak dapat dipahami dalam arti tersebut dengan dalih bahwa itulah kepercayaan masyarakat masa lampau, karena jika demikian, itu dapat berarti bahwa al-Qur’an membenarkan kepercayaan yang keliru. Yang tepat adalah memahami kata tersebut dalam pengertian majazi sebagaimana dikemukakan di atas, yakni tempat yang dinilai terjauh ketika
itu.

Sementara menurut Sayyid Quthub , bahwa memahami kata maghrib asy-syams dalam arti tempat di mana seseorang melihat matahari tenggelam di ufuknya. Ini berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Di beberapa tempat matahari terlihat tenggelam di belakang sebuah gunung, dan di tempat lain terlihat ia tenggelam di air, seperti halnya yang melihat ke samudera lepas.

Bisa juga terlihat bagaikan tenggelam di lautan pasir jika seseorang berada di padang pasir yang luas dan terbuka.

Rupanya Dzulqarnain sampai ke satu tempat di pantai Samudera Atlantik yang dahulu dinamai Lautan Gelap dan diduga bahwa daratan berakhir di sana.

Kemungkinan yang lebih kuat lagi, lanjut Sayyid Quthub, adalah ketika ia berada di muara salah satu sungai, di mana terdapat banyak rerumputan dan berkumpul di sekitarnya tanah hitam yang lengket, mencair serta terdapat pula daerah yang dipenuhi air bagaikan mata air, dan di sanalah dia melihat matahari terbenam.

Namun demikian, kata Sayyid Quthub lagi, kita tidak dapat memastikan di mana persis lokasinya, karena teks ayat ini tidak menjelaskan, dan tidak ada juga sumber yang dapat dipercaya yang menentukannya.



Dr Anwar Qudri, sebagaimana dikutip Quraish Shihab, berpendapat bahwa perjalanan Dzulqarnain yang ke Barat di mana dia menyaksikan matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam adalah kawasan hulu sungai Amazon di Brazil di Samudra Atlantik.

Kawasan itu merupakan satu titik silang katulistiwa garis lurus 50 sebelah barat. Jaraknya antara tempat itu dengan Mekkah sejauh 90 garis lurus atau enam jam tepat.

"Tidak ada satu kawasan yang lebih tepat dan dengan sifat-sifat semacam ini daripada kawasan sungai Amazon itu," demikian tulis Muhammad Ghallab dalam bukunya berjudul "Jughrafiyatul ‘Alam" (Geografi Dunia).

Air sungai Amazon (sungai terpanjang di dunia), tulisnya, mengalir secara umum dari barat ke timur pada suatu daratan rendah. Anak-anak sungainya mengalirkan jumlah yang sangat besar dari lumpur hitam dan tanah liat.

Sedang perjalanan Dzulqarnain ke timur berakhir di suatu tempat di mana dia menemukan matahari terbit di suatu kawasan yang dihuni segolongan umat yang tidak terlindungi oleh cahaya matahari.

Ini menurut peneliti tersebut adalah Pulau Halmahera di Maluku, Indonesia. Daerah itu dahulunya adalah hutan belantara, sehingga perumahan tidak dapat dibangun di kawasan itu, dan inilah, menurutnya, yang dimaksud oleh ayat berikut dengan tidak ada bagi umat itu sesuatu yang melindunginya dari cahaya matahari.



Menurut Quraish Shihab, firman Allah lam naj’al lahum min duniha sitran/Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindungi mereka darinya, di samping makna yang dikemukakan di atas ada juga yang memahaminya dalam arti “suatu kaum yang hidup dengan fitrah asli mereka, tidak ada penutup yang mengalangi mereka dari sengatan panas matahari, tidak pakaian, tidak ada juga bangunan.

Kemudian firman Allah ahathna bima ladaihi khubran/Kami meliputi segala apa yang ada padanya, bukan saja penegasan bahwa Allah Yang Maka Mengetahui, tetapi agaknya Dia juga bermakna Allah mengawasi dan membimbing Dzulqarnain dalam langkah-langkahnya. Atau dapat juga berarti bahwa apa yang diceritakan itu adalah sebagian kisah perjalanannya dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi dalam perjalanannya itu, termasuk suka duka dan perjuangan Dzulqarnain.

"Karena itu jangan heran jika informasi ini sangat teliti, jangan juga duga sekian apa yang tidak diuraikan adalah karena tidak diketahui-Nya," ujar Quraish Shihab.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2646 seconds (0.1#10.140)