Tatkala Kaum Yahudi Mengenalkan Taurat kepada Umat Islam

Minggu, 24 Juli 2022 - 18:01 WIB
loading...
Tatkala Kaum Yahudi...
Ketika ahli kitab menyampaikan sesuatu tentang ajaran mereka yang tidak kita ketahui kebenaran atau kebohongannya, maka jangan sampai mendustakannya sebab bisa saja benar dan jangan membenarkannya sebab bisa saja bohong. Foto/Ilustrasi: SINDOnews
A A A
Al-Qur’an membicarakan persinggungan antara kaum Muslim dan Yahudi di antaranya di dalam ayat yang berbunyi:

وَلَا تُجَادِلُوْٓا اَهْلَ الْكِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۖ اِلَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ وَقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِالَّذِيْٓ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَاُنْزِلَ اِلَيْكُمْ وَاِلٰهُنَا وَاِلٰهُكُمْ وَاحِدٌ وَّنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ ٤٦

Artinya: Janganlah kamu mendebat Ahlul kitab melainkan dengan cara yang lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim di antara mereka. Katakanlah, “Kami beriman pada (kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu. Hanya kepada-Nya kami berserah diri.” ( QS Al-‘Ankabut [29] 46).



Ibn Jarir dalam "Tafsir At-Thabari" saat menafsiri ayat tersebut menyatakan, Allah berfirman kepada orang-orang mukmin yang dilarang mendebat ahli kitab kecuali dengan hal yang baik: “Ketika ahli kitab (Taurat dan Injil) menyampaikan sesuatu dari kitab mereka dan memberi tahu sesuatu yang mungkin serta bisa saja mereka berkata jujur atau berdusta, dan kalian tidak tahu bagaimana sejatinya mereka tentang hal itu, maka berucaplah “Kami beriman pada (kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu.” Yaitu yang ada di dalam Taurat dan Injil.

Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya berkomentar tentang ayat ini, bahwa ketika ahli kitab menyampaikan sesuatu tentang ajaran mereka yang tidak kita ketahui kebenaran atau kebohongannya, maka jangan sampai mendustakannya sebab bisa saja benar dan jangan membenarkannya sebab bisa saja bohong. Namun kita perlu meyakininya secara global dan bergantung pada syarat bahwa ajaran tersebut benar dari Allah, belum diganti, dan juga bukan penafsiran. Ibn Katsir kemudian mengutip sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abi Hurairah .

قَالَ كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ ، وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لأَهْلِ الإِسْلاَمِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوهُمْ ، وَقُولُوا ( آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ ) الآيَةَ

Abi Hurairah berkata: para ahli kitab sama membacakan Taurat dengan Bahasa Ibrani dan menjelaskannya dengan Bahasa Arab pada orang Islam. Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Jangan membenarkan ahli kitab dan jangan mendustakan mereka. Dan ucapakan: ‘Aku beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan’ seterusnya’.” (HR Imam Bukhari )

Ibn Hajar di dalam Syarah Sahih Bukhari berkomentar, redaksi hadis yang menyebutkan ahli kitab dan kitab Taurat menunjukkan bahwa yang dimaksud hadis tersebut adalah kaum Yahudi. Namun, hukum yang ada dalam hadis tersebut berlaku secara umum, sehingga mencakup kaum Nasrani juga.



Dakwah Ideal
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Munir mengutip penjelasan Ibn ‘Arabi, bahwa Surat Al-‘Ankabut ayat 46 tersebut tidaklah dimansukh dengan ayat tentang perang, tapi hanya dikhususkan saja. Dalam artian, bagi yang berdakwah dengan menempuh jalan berperang dengan pedang, silahkan berperang. Bagi yang tidak, maka ia berkewajiban berdebat dengan kaum ahli kitab dengan cara yang baik.

Sementara itu dalam Tafsir Kementerian Agama disebutkan bahwa pada ayat sebelumnya Allah memberi umat Islam petunjuk dalam menghadapi kaum musyrik Mekkah atau para penyembah berhala. Allah lalu menyusulinya dengan Surat Al-‘Ankabut ayat 46, yang mengajarkan cara berdakwah kepada kaum Yahudi dan Nasrani.

Dan janganlah kamu, wahai umat Islam, berdebat demi menunjukkan kebenaran ajaran Islam dengan Ahli Kitab, yakni Yahudi dan Nasrani yang mengingkari kerasulan Nabi Muhammad, melainkan dengan cara yang lebih lebih baik dibanding caramu menghadapi orang-orang musyrik yang tidak percaya Tuhan.

Kaum Yahudi dan Nasrani sejatinya percaya kepada Tuhan dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa sehingga lebih mudah bagimu untuk mengajak mereka kepada agama Islam. Berdebatlah dengan cara yang lebih baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, yaitu orang-orang yang tetap membantah, membangkang, bahkan memusuhimu setelah menerima penjelasan-penjelasan yang kamu sampaikan dengan cara terbaik.

Kamu bisa menunjukkan cara dan sikap yang lebih tegas kepada mereka itu, dan katakanlah kepada mereka, ”Kami telah beriman kepada kitab Al-Qur’an yang diturunkan kepada kami dan kitab-kitab yang diturunkan kepadamu, yakni Taurat dan Injil. Tuhan kami dan Tuhan kamu sesungguhnya satu, yaitu Allah; dan hanya kepada-Nya kami senantiasa berserah diri.”



Dalam ayat ini, Allah memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad dan kaum Muslimin tentang materi dakwah dan cara menghadapi Ahli Kitab, karena sebagian besar mereka ini tidak menerima seruannya. Ketika Rasulullah menyampaikan ajaran Islam, kebanyakan dari mereka mendustakannya. Hanya sedikit sekali di antara mereka yang menerimanya. Padahal mereka telah mengetahui Muhammad dan ajaran yang dibawanya, sebagaimana mereka mengetahui dan mengenal anak-anak mereka sendiri.

Allah berfirman: "Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui(nya)." ( QS al-Baqarah/2 : 146)

Pada ayat yang lain, Allah menerangkan dan menjelaskan cara berdakwah yang baik, sebagaimana firman-Nya:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." ( QS an-Nahl/16 : 125)

Menyeru manusia ke jalan Tuhan dengan hikmah dan bijaksana serta mendebat mereka dengan cara yang baik dilakukan kepada orang-orang yang tidak melakukan kezaliman. Adapun terhadap orang-orang yang melakukan kezaliman, yaitu orang-orang yang hatinya telah terkunci mati, tidak mau menerima kebenaran lagi, dan berusaha untuk melenyapkan Islam dan umatnya, tidak bisa dihadapi dengan cara-cara di atas.

Ahli Kitab yang zalim ialah mereka yang dalam hatinya ada penyakit iri, benci, dan dengki kepada kaum Muslimin, karena rasul dan nabi terakhir tidak diangkat dari kalangan mereka. Mereka memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin dengan mengadakan tipu daya dan fitnah secara tersembunyi dan terang-terangan.



Mereka selalu berusaha merintangi dakwah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya, seperti mengadakan perjanjian persekutuan dengan orang-orang kafir yang lain.

Sangat banyak contoh-contoh yang terjadi dalam sejarah yang berhubungan dengan hal ini. Oleh karena itu, mereka dinamai orang-orang yang zalim, dan berusaha merugikan kaum Muslimin. Di akhirat nanti, mereka menjadi orang-orang yang merugi dengan menerima azab yang setimpal dengan perbuatan mereka.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2657 seconds (0.1#10.140)