Pengunduran Bulan Haram Menambah Kekafiran, Begini Penjelasannya

Kamis, 28 Juli 2022 - 16:09 WIB
loading...
A A A
Padahal orang Arab sangat terkenal semangatnya untuk menuntut bela dan membalas dendam. Itulah ketetapan yang harus dipenuhi, karena pelanggaran terhadap ketentuan ini sama saja dengan menganiaya diri sendiri, sebab Allah telah memuliakan dan menjadikannya bulan-bulan yang harus dihormati. Kecuali kalau kita dikhianati atau diserang pada bulan haram itu, maka dalam hal ini wajib mempertahankan diri dan membalas kejahatan dengan kejahatan pula.



Allah SWT berfirman: Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." ( QS al-Baqarah/2 : 217)

Ayat ini memerintahkan kepada kaum Muslimin agar memerangi kaum musyrikin karena mereka merusak perjanjian yang sudah disepakati dan memerangi kaum Muslimin. Mereka memerangi kaum Muslimin bukan karena balas dendam, fanatik kesukuan, atau merampas harta benda sebagaimana biasa mereka lakukan pada masa yang lalu terhadap kabilah lain, tetapi maksud utama adalah menghancurkan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan memadamkan cahayanya. Maka wajiblah bagi setiap muslim bangun serentak memerangi mereka sampai agama Islam itu tegak dan mereka hancur binasa.

Hendaklah ditanamkan ke dalam dada setiap muslim semangat jihad serta tekad dan keyakinan bahwa mereka pasti menang karena Allah selamanya menolong orang-orang yang bertakwa kepada-Nya.

Sedangkan ayat 37 Surat At-Taubah menerangkan bahwa pengunduran keharaman (kesucian) bulan kepada bulan berikutnya seperti pengunduran bulan Muharram ke bulan Safar dengan maksud agar pada bulan Muharam itu diperbolehkan berperang, adalah suatu kekafiran karena mengganggap dirinya sama dengan Tuhan dalam menetapkan hukum.



Menambah Kekufuran
Imam Zamakhsyari dalam kitab Tafsir al-Kasysyaf juga menjelaskan bahwa orang-orang Arab dahulu menjadikan agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sebagai landasan sehingga mereka senantiasa mengagungkan empat bulan al-hurum tersebut sebagaimana warisan kedua Nabi dan mereka mengharamkan perang di dalamnya. Bahkan, saking mulianya empat bulan haram ini, jikalau ada seseorang bertemu dengan pembunuh ayah atau saudaranya maka dia tidak boleh terbakar emosinya.

Kata النَّسِيْۤءُ berarti التأخير yaitu mengakhirkan, mengundurkan, menunda bulan haram ke bulan yang lain. Dan orang-orang yang disesatkan karena pengunduran tersebut adalah orang-orang kafir yang sedang berperang.

Oleh sebab itu, ayat tersebut menyebutkan mereka semakin bertambah kekufurannya yang disebabkan perbuatan mereka dalam hal mengundur bulan haram ke bulan yang lain.

Mengubah keadaan yang sebenarnya tidak boleh berperang ke keadaan yang boleh berperang. Kemudian, mereka menghalalkan (membolehkan) tindakan tersebut dan menolak bulan-bulan haram secara spesifik untuk diharamkan. Konsekuensinya adalah mereka mengharamkan bulan lainnya yang sebenarnya boleh berperang.

Dalam keterangan kalimat زِيَادَةٌ فِى الْكُفْرِ Imam Zamakhsyari menjelaskan bagaimana orang-orang kafir menambah kekufurannya akibat maksiat yang dilakukan dalam pengunduran bulan Haram tersebut demi tujuan nafsu kekuasaanya dalam berperang.

Hal ini karena orang kafir semakin bermaksiat maka semakin bertambah kekufurannya. Sebaliknya, orang mukmin semakin taat maka semakin bertambah keimanannya.

Keterangan ini lantas tidak dapat disimpulkan kalau orang kafir tidak bermaksiat terus dia hilang kekufurannya atau juga tidak bisa kalau orang mukmin yang tidak taat kemudian dia tidak menjadi orang beriman. Akan tetapi, yang benar adalah orang kafir jika tidak bermaksiat maka dia tidak bertambah kekufurannya dan jika orang mukmin tidak taat maka jelas, dia tidak bertambah keimanannya.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1470 seconds (0.1#10.140)