Kisah Sayyidina Husein Meninggalkan Madinah Demi Memperbaiki Umat Kakeknya
loading...
A
A
A
Merekam perjalanan Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib as dari Madinah ke Karbala membuat kita dapat mengenal nama-nama tempat persinggahannya, berikut sejarah perjalanan cucu Rasulullah SAW ini. Di samping itu, kita juga akan mengenal tujuan dan prinsip-prinsip beliau, serta kondisi politik dan sosial kala itu.
Pada tulisan berikut dibahas detik-detik ketika Husein as meninggalkan Madinah menuju Mekkah , kemudian dilanjutkan sampai di persinggahan di Dzatul 'Irq.
Muhammad bin Jarir al-Thabari dalam kitabnya Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh Thabari) mencatat bahwa pada paruh kedua bulan Rajab 60 Hijriah, pasca meninggalnya Mu’awiyah bin Abu Sofyan , gubernur Madinah kala itu, Walid bin ‘Utbah, menerima perintah untuk memaksa Sayyidina Husein membaiat Yazid.
Husein menjawab, “Yazid adalah penenggak minuman keras dan fasik yang menumpahkan darah tanpa hak, penebar kerusakan, dan tangannya telah ternodai oleh darah orang-orang tak bersalah. Orang seperti saya tidak akan pernah membaiat orang bejat seperti ini.”
Tatkala Marwan bin Hakam juga meminta Husein untuk membaiat Yazid, beliau menjawab, “Hai musuh Allah! Enyahlah dari sini. Saya pernah mendengar Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Kekhilafahan adalah haram bagi keturunan Abu Sufyan. Jika kalian melihat Mu’awiyah duduk di atas mimbarku, maka bunuhlah dia.’ Umat beliau telah melihat peristiwa ini terjadi. Akan tetapi, mereka melakukan perintah beliau. Sekarang, Allah telah menjerat mereka dengan Yazid yang fasik ini.”
Pada malam 28 Rajab 60 H, setelah mengucapkan salam perpisahan dengan Rasulullah SAW, Husein meninggalkan Madinah. Ibnu A'tsam dalam buku berjudul Al-Futuh menyebut, Husein meninggalkan Madinah untuk menuju Mekkah bersama dengan mayoritas keluarga dan 72 orang Ahlulbait dan sahabat setianya.
Husein as menjelaskan tujuan beliau keluar dari Madinah dalam sebuah surat wasiat, “Saya keluar hanya untuk memperbaiki umat kakekku. Saya ingin melakukan amar makruf dan nahi mungkar, serta ingin bertindak seperti tindakan kakekku Rasulullah SAW dan ayahku Ali as.”
Terima 12.000 Surat
Husein tiba di Mekkah pada tanggal 3 Sya’ban dan tinggal di rumah Abbas bin Abdul Muthalib. Penduduk Mekkah dan para peziarah Baitullah yang datang dari berbagai penjuru berjumpa dengan beliau.
Setelah menerima 12.000 surat dari penduduk Kufah, Husein mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah sebagai wakil beliau pada tanggal 15 Ramadhan.
Melalui beberapa surat yang dikirimkan untuk penduduk Kufah dan Bashrah, Husain as menegaskan kepada mereka bahwa orang yang paling layak untuk memegang kekhalifahan adalah Ahlul Bait as.
Setelah menerima surat Muslim bin Aqil bahwa penduduk Kufah telah berbaiat dan juga guna menjaga kehormatan Baitullah lantaran penguasa telah mengambil keputusan untuk membunuh Husein as, beliau merubah niat haji menjadi umrah.
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, sekalipun banyak sahabat yang menentang, beliau meninggalkan Mekkah menuju Irak.
Sebagian isi dari pidato Husein di Mekkah, “Kami Ahlul Bait rida dengan keridaan Allah. Barang siapa bersedia untuk berkurban di jalan kami dan mengurbankan darahnya di jalan menuju perjumpaan dengan Allah, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk berangkat bersama kami.”
Pada Rabu, 9 Dzulhijjah 60 H, pada permulaan perjalanan menuju Irak, Husein tidak mengarahkan karavan ke arah timur laut dan persinggahan Shaffah yang merupakan persinggahan pertama di perjalanan dari Mekkah ke Kufah. Sebagai gantinya, beliau mengarahkan karavan ke arah Tan’im di barat daya dan melalui jalan yang menuju Madinah.
Dengan demikian, 9 km perjalanan menuju Irak lebih jauh telah ditempuh karavan. Mungkin hal ini adalah sebuah siasat yang dilakukan untuk menghindari pengejaran bala tentara penguasa yang berusaha untuk mencegah Husain as menuju ke Irak.
Di persinggahan ini, Husein as berjumpa dengan karavan yang datang dari arah Yaman. Beliau menyewa beberapa unta untuk membawa barang-barang beliau sendiri dan para sahabat beliau dari karavan tersebut. Beliau juga menawarkan kepada mereka untuk mengikuti beliau.
Sebagian kelompok menerima tawaran Husein as dan sekelompok yang lain menolak dan melanjutkan perjalanan mereka. Ucapan Husein ketika berjumpa dengan karavan Yaman di Tan’im, “Barang siapa ingin bergabung bersama kami, maka kami akan menanggung seluruh biayanya dan kami akan menjadi teman perjalanan yang baik baginya. Barang siapa ingin berpisah dari kami di pertengahan jalan, maka kami akan menanggung biayanya selama perjalanan bersama kami.”
Pada tulisan berikut dibahas detik-detik ketika Husein as meninggalkan Madinah menuju Mekkah , kemudian dilanjutkan sampai di persinggahan di Dzatul 'Irq.
Baca Juga
Muhammad bin Jarir al-Thabari dalam kitabnya Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh Thabari) mencatat bahwa pada paruh kedua bulan Rajab 60 Hijriah, pasca meninggalnya Mu’awiyah bin Abu Sofyan , gubernur Madinah kala itu, Walid bin ‘Utbah, menerima perintah untuk memaksa Sayyidina Husein membaiat Yazid.
Husein menjawab, “Yazid adalah penenggak minuman keras dan fasik yang menumpahkan darah tanpa hak, penebar kerusakan, dan tangannya telah ternodai oleh darah orang-orang tak bersalah. Orang seperti saya tidak akan pernah membaiat orang bejat seperti ini.”
Tatkala Marwan bin Hakam juga meminta Husein untuk membaiat Yazid, beliau menjawab, “Hai musuh Allah! Enyahlah dari sini. Saya pernah mendengar Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Kekhilafahan adalah haram bagi keturunan Abu Sufyan. Jika kalian melihat Mu’awiyah duduk di atas mimbarku, maka bunuhlah dia.’ Umat beliau telah melihat peristiwa ini terjadi. Akan tetapi, mereka melakukan perintah beliau. Sekarang, Allah telah menjerat mereka dengan Yazid yang fasik ini.”
Pada malam 28 Rajab 60 H, setelah mengucapkan salam perpisahan dengan Rasulullah SAW, Husein meninggalkan Madinah. Ibnu A'tsam dalam buku berjudul Al-Futuh menyebut, Husein meninggalkan Madinah untuk menuju Mekkah bersama dengan mayoritas keluarga dan 72 orang Ahlulbait dan sahabat setianya.
Husein as menjelaskan tujuan beliau keluar dari Madinah dalam sebuah surat wasiat, “Saya keluar hanya untuk memperbaiki umat kakekku. Saya ingin melakukan amar makruf dan nahi mungkar, serta ingin bertindak seperti tindakan kakekku Rasulullah SAW dan ayahku Ali as.”
Terima 12.000 Surat
Husein tiba di Mekkah pada tanggal 3 Sya’ban dan tinggal di rumah Abbas bin Abdul Muthalib. Penduduk Mekkah dan para peziarah Baitullah yang datang dari berbagai penjuru berjumpa dengan beliau.
Setelah menerima 12.000 surat dari penduduk Kufah, Husein mengutus Muslim bin Aqil ke Kufah sebagai wakil beliau pada tanggal 15 Ramadhan.
Melalui beberapa surat yang dikirimkan untuk penduduk Kufah dan Bashrah, Husain as menegaskan kepada mereka bahwa orang yang paling layak untuk memegang kekhalifahan adalah Ahlul Bait as.
Setelah menerima surat Muslim bin Aqil bahwa penduduk Kufah telah berbaiat dan juga guna menjaga kehormatan Baitullah lantaran penguasa telah mengambil keputusan untuk membunuh Husein as, beliau merubah niat haji menjadi umrah.
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, sekalipun banyak sahabat yang menentang, beliau meninggalkan Mekkah menuju Irak.
Sebagian isi dari pidato Husein di Mekkah, “Kami Ahlul Bait rida dengan keridaan Allah. Barang siapa bersedia untuk berkurban di jalan kami dan mengurbankan darahnya di jalan menuju perjumpaan dengan Allah, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk berangkat bersama kami.”
Pada Rabu, 9 Dzulhijjah 60 H, pada permulaan perjalanan menuju Irak, Husein tidak mengarahkan karavan ke arah timur laut dan persinggahan Shaffah yang merupakan persinggahan pertama di perjalanan dari Mekkah ke Kufah. Sebagai gantinya, beliau mengarahkan karavan ke arah Tan’im di barat daya dan melalui jalan yang menuju Madinah.
Dengan demikian, 9 km perjalanan menuju Irak lebih jauh telah ditempuh karavan. Mungkin hal ini adalah sebuah siasat yang dilakukan untuk menghindari pengejaran bala tentara penguasa yang berusaha untuk mencegah Husain as menuju ke Irak.
Di persinggahan ini, Husein as berjumpa dengan karavan yang datang dari arah Yaman. Beliau menyewa beberapa unta untuk membawa barang-barang beliau sendiri dan para sahabat beliau dari karavan tersebut. Beliau juga menawarkan kepada mereka untuk mengikuti beliau.
Sebagian kelompok menerima tawaran Husein as dan sekelompok yang lain menolak dan melanjutkan perjalanan mereka. Ucapan Husein ketika berjumpa dengan karavan Yaman di Tan’im, “Barang siapa ingin bergabung bersama kami, maka kami akan menanggung seluruh biayanya dan kami akan menjadi teman perjalanan yang baik baginya. Barang siapa ingin berpisah dari kami di pertengahan jalan, maka kami akan menanggung biayanya selama perjalanan bersama kami.”