Mengapa Hati Disebut Al Qalb? Dan Karakteristiknya

Senin, 29 Juni 2020 - 18:13 WIB
loading...
Mengapa Hati Disebut Al Qalb? Dan Karakteristiknya
Hati adalah parameter amal. Diterima atau tidak sebuah amal itu tergantung bersih tidaknya hati. Foto : Ilustrasi/ist
A A A
Pernahkah kita menyaksikan seseorang yang begitu mudah terpengaruh oleh sesuatu? Mengapa kaum wanita begitu mudah luluh oleh rayuan laki-laki bahkan dengan mudah pula ia menyerahkan kehormatan sendiri? Mengapa banyak wanita begitu mudah terombang-ambing oleh keadaan, mudah histeris, emosional dan gampang tersinggung atau mudah tertusuk hatinya?

Sebagaimana banyak wanita yang terjerumus dalam rayuan gombal, mengapa banyak pula wanita yang mudah tersentuh hatinya oleh seruan- seruan dakwah, amal sosial dan sebagainya?

Ketahuilah bahwa hati disebut al-qalb karena proses perubahannya (at taqallub) begitu cepat. Nabi Shalallahu alaihi wa sallam menyebut hati dengan berbagai perumpamaan. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda :

"Dinamakan hati karena perubahannya. Sesungguhnya perumpamaan hati itu laksana bulu yang tertempel di pangkal pohon yang diubah oleh hembusan angin sehingga terbalik. "(HR. Ahmad)

"Perumpamaan hati itu laksana bulu di sebuah tanah lapang yang diubah oleh hembusan angin dalam keadaan terbalik." (Ditakhrij Ibnu Abi Ashim, isnad shahih)

"Sesungguhnya hati keturunan anak Adam itu lebih cepat berubah daripada takdir jika ia memuncak dalam keadaan mendidih," (Zhilaalul Jan. nah, isnad shahih)

Dinukil dari kitab Tarbiyah Ruhiyah Wanita, dijelaskan bahwa berbagai perumpamaan tentang hati sesungguhnya menggambarkan 'ketidakstabilan' hati, fluktuatif, gampang, dan terenyuh oleh sesuatu. Karena gampangnya hati itu kena pengaruh, maka kita perlu membekali diri agar hati selalu stabil dalam keimanan dan ketaqwaan. (Baca juga : Ini Pentingnya Menjaga Izzah dan Iffah )

Hati adalah parameter amal. Diterima atau tidak sebuah amal itu tergantung bersih tidaknya hati. Hatilah yang mendorong keberadaan amal, kualitas maupun kuantitas, benar atau, sunnah atau bid'ah dan sebagainya.

Coba kita renungkan, mengapa zaman sekarang marak dengan berbagai kejahatan, kerusakan, perselingkuhan, kerusuhan, kekacauan dan penyelewengan? Mengapa menegakkan kebenaran tak ubahnya memegang bara atau menegakkan benang basah? Itu semua akibat penyakit yang telah merajalela, merusak dan mematikan harkat kemanusiaan. Hati tak lagi memiliki sensitifitas, tidak mampu membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Karena cepatnya perubahan hati itulah kita perlu menjaga dan mengendalikan hati ini sebaik-baiknya.

Allah Ta'ala berfirman :

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْغَٰفِلُونَ

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS Al 'Araf 179)

Karakteristik Hati

Para ulama mengklasifikasikan hati dalam beberapa karakter. Pembagian ini penting agar kita memiliki cara yang tepat dalam bersikap. Setiap karakter berbeda tuntutan dan sikap yang harus kita berikan. Dalam dakwah menyatukan hati manusia dalam kebenaran, ketaatan, dalam cinta dan berjuang di jalannya, hati merupakan persoalan yang harus mendapatkan pnenggarapan serius. Karena dakwah bukan hanya memindahkan materi, tetapi lebih penting adalah bagaimana menyentuh dan membangkitkan hati untuk tahu, mau dan mampu untuk beramal serta ikhlas di dalamnya. (Baca juga : Kesabaran dan Keberanian Si Pemilik Dua Ikat Pinggang )

Menurut Asy Syaikh Said Hawwa dalam kitab Jalan Ruhani yang dimaksud dengan hati mencakup dua hal. Pertama, segumpal daging sanubari yang terletak di sebelah kiri dada. Ia adalah daging yang istimewa, di dalamnya terdapat rongga yang berisikan darah, itulah sumber dan pusat dari ruh. Dan pengertian ini lebih pada pendekatan dunia kedokteran.

Kedua, rasa ruhaniyah yang halus yang berkaitan dengan hati ruhani (ukhrawi) dan perasaan halus itu adalah hakikat dari manusia. Ialah yang tahu, mengerti dan paham. Ialah yang mendapat perintah, yang dicela, diberi sanksi dan mendapat tuntutan. Ia memiliki hubungan dengan hati jasmani (bendawi).

Akal manusia bingung untuk mengetahui letak hubungan dan pertaliannya, padahal pertaliannya (hubungan antara hati ruhaniah dan hati Jasmani) sama dengan hubungan antara watak dengan jasad, antara sifat dan yang disifati, antara pemakai alat dengan alat itu sendiri, antara sesuatu yang menempati tempat itu sendiri.

Hubungan inilah yang mendasari bahwa gerak hati ruhani merupakan sumber inspirasi bagi hati jasmani yang diimplementasi dalam sikap dan watak manusia. RasulullahShalallahu alaihi wa sallam bersabda :

"Ketahuilah (ingatlah), sesungguhnya di dalam tubuh ini ada segumpal daging. Jika ia baik maka seluruh tubuh baik . Jika ia rusak maka seluruh tubuh rusak pula. Ketahuilah ia adalah hati." (HR. Bukhari Muslim)

Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin, membagi hati dalam tiga klasifikasi yaitu: Pertama, hati yang subur dengan ketaqwaan dan riyadhah ruhiyah (latihan-latih ruhani). Ia suci dari kejelekan-kejelekan akhlak dan senantiasa meraih jalan menuju hidayah Allah.

Kedua, hati yang sibuk dengan hawa nafsu dan asyik dengan kekotoran berupa akhlak tercela. Maka akan semakin kuat kekuasaan setan dalam mencengkeram hati, sehingga iman makin tak berdaya. Karena hawa nafsu akan memadamkan cahaya iman. (Baca juga : Tiga Perkara yang Dapat Mengangkat Derajat )

Ketiga, hati yang berada di dalam keraguan dan sikap was-was. Bila ia mengajak pada kejahatan, maka ia akan merusak imannya. Namun, jika kerusakannya sampai pada tingkat membahayakan (kufur) ia akan kembali lagi pada kebaikan.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2473 seconds (0.1#10.140)