Kisah Dzu Nuwas, Pembantai 20.000 Orang Nasrani yang Mati Tenggelam di Laut
loading...
A
A
A
Kisah Dzu Nuwas, pembantai 20.000 orang Nasrani yang mati tenggelam di laut disampaikan Ibnu Katsir saat menafsirkan surat Al-Buruj ayat 4-9. Kisah tersebut dinukil dari apa yang diriwayatkan Muhammad Ibnu Ishaq Ibnu Yasar.
Menurut Ibnu Katsir , Muhammad ibnu Ishaq telah mengetengahkan kisah ini di dalam kitab sirahnya dengan konteks yang lain tentang peristiwa ashabul Ukhdud .
Dahulu penduduk negeri Najran adalah para penyembah berhala, yaitu ahli syirik. Dan tersebutlah bahwa di salah satu dari kawasan kota Najran yang sangat besar itu lagi memiliki berbagai bagian kota, dan kepadanyalah dinisbatkan semua penduduk negeri itu, terdapat seorang tukang sihir yang mengajari sihir para pemuda Najran.
Ketika Faimun bermukim di Najran ia membangun sebuah kemah yang terletak di antara Najran dan kota tempat tinggal si penyihir itu.
Maka orang-orang Najran mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar kepada ahli sihir itu ilmu sihir yang dikuasainya. Dan tersebutlah bahwa At-Tamir mengirimkan anaknya yang bernama Abdullah ibnu Tamir bersama-sama dengan anak-anak Najran untuk belajar ilmu sihir kepada si penyihir itu.
Tersebutlah bahwa apabila Abdullah melewati penghuni kemah itu, ia merasa kagum dengan apa yang disaksikannya dari penghuni kemah itu yang banyak ibadah dan sholatnya. Maka ia memberanikan diri untuk duduk di dekatnya dan mendengar darinya ajaran-ajarannya, pada akhirnya ia masuk Islam, mengesakan Allah dan menyembah-Nya.
Lalu ia menanyakan kepada penghuni kemah itu tentang syariat-syariat Islam, dan setelah ia pandai tentang syariat-syariat Islam, lalu ia meminta kepadanya untuk diberi Ismul A'zam.
Tersebutlah bahwa lelaki penghuni kemah itu mengetahui Ismul A'zam, tetapi lelaki itu menyembunyikannya dari Abdullah dan menolak untuk mengajarkan Ismul A'zam kepadanya, seraya berkata. ”Wahai anak saudaraku, engkau tidak akan mampu memikulnya dan aku merasa khawatir dengan kelemahanmu darinya."
Sedangkan ayah Abdullah (yaitu At-Tamir) hanya mengetahui bahwa anaknya berangkat hanyalah untuk belajar kepada tukang sihir tersebut.
Ketika Abdullah melihat bahwa gurunya tidak mau memberikan Ismul A’zam kepadanya karena takut akan kelemahannya, maka dengan sengaja ia mengambil banyak wadah, lalu ia kumpulkan, dan tiada suatu wadah pun melainkan ia menuliskan padanya tiap isim yang telah diajarkan oleh gurunya.
Setelah semuanya tertulis, maka ia menyalakan api, kemudian melemparkan wadah-wadah itu ke dalam api satu per satu. Ketika sampai pada giliran wadah yang tertulis padanya Ismul A'zam (yang belum diketahuinya secara pasti), lalu ia melemparkan wadah itu. Maka tiba-tiba wadah itu terpental dari api dan keluar dari nyalanya tanpa mengalami suatu kerusakan pun, melainkan tetap utuh.
Kemudian ia mengambil wadah tersebut dan membawanya menghadap kepada gurunya, lalu ia berkata kepadanya bahwa dirinya telah mengetahui Ismul A’zam yang telah dia catat.
Gurunya bertanya, "Coba sebutkan." Abdullah menjawab, bahwa Ismul A’zam itu adalah demikian dan demikian.
Gurunya bertanya, "Bagaimana kamu mendapatkannya?" Abdullah menceritakan kepada gurunya apa yang telah ia lakukan.
Lalu gurunya berkata, "Wahai anak saudaraku, sesungguhnya engkau telah mendapatkannya, maka tahanlah dirimu, dan saya merasa yakin engkau tidak akan menyalahgunakannya."
Maka jadilah Abdullah ibnu At-Tamir apabila memasuki Najran, tidak sekali-kali dia berdua dengan seseorang yang penyakitan melainkan ia mengatakan kepadanya, "Hai hamba Allah, maukah engkau mengesakan Allah dan masuk ke dalam agamaku, aku akan mendoakanmu kepada Allah agar disembuhkan, maka Dia pasti akan menyehatkanmu seperti sediakala?"
Maka orang yang dijumpainya itu menjawab, "Ya," dan ia pun mengesakan Allah dan masuk Islam, maka Abdullah berdoa untuk kesembuhannya, sehingga tiada seorang pun dari penduduk negeri Najran yang penyakitan melainkan dia datangi, dan menaati perintahnya, lalu ia mendoakannya hingga sembuh.
Pada akhirnya perihal Abdullah ibnut Tamir sampai kepada raja negeri Najran, lalu raja mengundangnya dan berkata kepadanya, "Engkau telah merusak rakyat negeriku dan menentang agamaku, yaitu agama nenek moyangku. Maka sungguh aku akan mencingcangmu."
Abdullah menjawab, "Engkau tidak akan mampu melakukannya."
Kemudian Raja Najran mengirimkan Abdullah ke atas sebuah bukit yang tinggi sekali, lalu dijatuhkan dari atasnya dengan kepala di bawah. Maka jatuhlah Abdullah dari atasnya, tetapi tidak apa-apa. Lalu raja mengirimnya ke sebuah perairan di Najran yang berpusar, tiada suatu makhluk hidup pun yang dilemparkan ke dalamnya melainkan pasti mati.
Maka Abdullah dilemparkan ke dalamnya, dan ternyata ia dapat keluar dari perairan itu dalam keadaan sehat wal afiat dan segar bugar.
Setelah Abdullah dapat mengalahkan segala upaya Raja Najran itu, maka Abdullah berkata kepadanya, "Sesungguhnya engkau, demi Allah, tidak akan mampu membunuhku sebelum engkau beriman kepada apa yang aku imani dan mengesakan Allah. Maka sesudah itu sesungguhnya jika engkau hendak meneruskan niatmu, kamu dapat menguasaiku dan membunuhku."
Pada akhirnya si raja mau beriman dan mengesakan Allah serta mengucapkan kalimat persaksian seperti apa yang dikatakan oleh Abdullah ibnut Tamir.
Kemudian si raja memukulnya dengan tongkat yang ada di tangannya pada bagian kepalanya dan sempat melukainya, tetapi tidak besar. Dari pukulan itu Abdullah ibnut Tamir meninggal dunia. Dan raja itu mati pula di tempatnya, sedangkan seluruh penduduk negeri Najran telah memeluk agama Abdullah ibnut Tamir.
Tersebutlah bahwa Abdullah ibnut Tamir berada dalam agama yang disampaikan oleh Isa putra Maryam as, yaitu berpegangan kepada kitab Injil dan hukumnya. Kemudian para pemeluk agamanya tertimpa oleh musibah-musibah yang menguji mereka; oleh karena itulah maka asal agama Nasrani itu dari Najran.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa demikianlah menurut hadis Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan sebagian ulama Najran, dari Abdullah ibnut Tamir; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui kebenarannya.
Kemudian dilanjutkan bahwa Dzu Nuwas membawa bala tentaranya menuju ke Najran dan menyeru penduduknya untuk memeluk agama Yahudi, dan memberikan kepada mereka pilihan antara memeluk agama Yahudi atau dibunuh. Ternyata mereka lebih memilih untuk dibunuh, maka Dzu Nuwas membuat galian parit dan di dalam parit dinyalakan api yang besar.
Lalu mereka dimasukkan ke dalamnya, yang sebelumnya mereka dibunuh dengan pedang dan dicincang, sehingga terbunuhlah dari mereka kurang lebih sebanyak dua puluh ribu orang.
Ibnu Katsir mengatakan berkenaan dengan kisah Dzu Nuwas dan bala tentaranya inilah Allah SWT menurutkan firman-Nya kepada Rasul-Nya: Binasa dan terkutuklah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj :4-9)
"Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab sirahnya, bahwa orang yang membunuh dan membantai mereka yang dimasukkan ke dalam parit yang berapi itu adalah Dzu Nuwas, yang nama aslinya ialah Zur'ah," ujar Ibnu Katsir.
Pada masa pemerintahan Dzu Nuwas, ia dipanggil dengan sebutan Yusuf, dia adalah Ibnu Bayan alias As'ad ibnu Abu Kuraib. Dan dia adalah salah seorang Tubba' yang memerangi Madinah dan memberi kain kelambu kepada Kakbah, serta membawa dua orang ulama Yahudi Madinah yang menjadi teman dekatnya.
Tersebutlah bahwa dialah yang membawa agama Yahudi ke negeyi Yaman sehingga ada sebagian dari negeri Yaman yang beragama Yahudi. Demikianlah menurut apa yang diterangkan oleh Ibnu Ishaq dengan panjang lebar.
Dzu Nuwas dalam sehari membunuh dua puluh ribu orang dengan memasukkan mereka ke dalam parit-parit berapi. Dan tiada seorang pun dari mereka yang selamat kecuali seorang lelaki yang dikenal dengan nama Daus Zu Sa'laban.
Dia sempat melarikan diri dengan berkuda dan mereka mengejarnya, tetapi tidak dapat menangkapnya. Kemudian Daus pergi menemui kaisar raja negeri Syam meminta suaka padanya.
Selanjutnya kaisar berkirim surat kepada Najasyi raja negeri Habsyah (Etiopia) untuk bertindak (karena lebih dekat). Maka Raja Najasyi mengirimkan pasukan besar yang terdiri dari orang-orang Nasrani negeri Habsyah yang dipimpin oleh Aryat dan Abrahah, maka pasukan ini menyelamatkan negeri Yaman dari cengkeraman orang-orang yang beragama Yahudi. Sedangkan Dzu Nuwas sendiri melarikan diri melalui jalan laut, dan di laut ia tenggelam.
Lihat Juga: Hasil Drawing Piala Asia U-20 2025: Timnas Indonesia di Grup Neraka Bersama Uzbekistan dan Iran
Menurut Ibnu Katsir , Muhammad ibnu Ishaq telah mengetengahkan kisah ini di dalam kitab sirahnya dengan konteks yang lain tentang peristiwa ashabul Ukhdud .
Dahulu penduduk negeri Najran adalah para penyembah berhala, yaitu ahli syirik. Dan tersebutlah bahwa di salah satu dari kawasan kota Najran yang sangat besar itu lagi memiliki berbagai bagian kota, dan kepadanyalah dinisbatkan semua penduduk negeri itu, terdapat seorang tukang sihir yang mengajari sihir para pemuda Najran.
Ketika Faimun bermukim di Najran ia membangun sebuah kemah yang terletak di antara Najran dan kota tempat tinggal si penyihir itu.
Maka orang-orang Najran mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar kepada ahli sihir itu ilmu sihir yang dikuasainya. Dan tersebutlah bahwa At-Tamir mengirimkan anaknya yang bernama Abdullah ibnu Tamir bersama-sama dengan anak-anak Najran untuk belajar ilmu sihir kepada si penyihir itu.
Tersebutlah bahwa apabila Abdullah melewati penghuni kemah itu, ia merasa kagum dengan apa yang disaksikannya dari penghuni kemah itu yang banyak ibadah dan sholatnya. Maka ia memberanikan diri untuk duduk di dekatnya dan mendengar darinya ajaran-ajarannya, pada akhirnya ia masuk Islam, mengesakan Allah dan menyembah-Nya.
Lalu ia menanyakan kepada penghuni kemah itu tentang syariat-syariat Islam, dan setelah ia pandai tentang syariat-syariat Islam, lalu ia meminta kepadanya untuk diberi Ismul A'zam.
Tersebutlah bahwa lelaki penghuni kemah itu mengetahui Ismul A'zam, tetapi lelaki itu menyembunyikannya dari Abdullah dan menolak untuk mengajarkan Ismul A'zam kepadanya, seraya berkata. ”Wahai anak saudaraku, engkau tidak akan mampu memikulnya dan aku merasa khawatir dengan kelemahanmu darinya."
Sedangkan ayah Abdullah (yaitu At-Tamir) hanya mengetahui bahwa anaknya berangkat hanyalah untuk belajar kepada tukang sihir tersebut.
Ketika Abdullah melihat bahwa gurunya tidak mau memberikan Ismul A’zam kepadanya karena takut akan kelemahannya, maka dengan sengaja ia mengambil banyak wadah, lalu ia kumpulkan, dan tiada suatu wadah pun melainkan ia menuliskan padanya tiap isim yang telah diajarkan oleh gurunya.
Setelah semuanya tertulis, maka ia menyalakan api, kemudian melemparkan wadah-wadah itu ke dalam api satu per satu. Ketika sampai pada giliran wadah yang tertulis padanya Ismul A'zam (yang belum diketahuinya secara pasti), lalu ia melemparkan wadah itu. Maka tiba-tiba wadah itu terpental dari api dan keluar dari nyalanya tanpa mengalami suatu kerusakan pun, melainkan tetap utuh.
Kemudian ia mengambil wadah tersebut dan membawanya menghadap kepada gurunya, lalu ia berkata kepadanya bahwa dirinya telah mengetahui Ismul A’zam yang telah dia catat.
Gurunya bertanya, "Coba sebutkan." Abdullah menjawab, bahwa Ismul A’zam itu adalah demikian dan demikian.
Gurunya bertanya, "Bagaimana kamu mendapatkannya?" Abdullah menceritakan kepada gurunya apa yang telah ia lakukan.
Lalu gurunya berkata, "Wahai anak saudaraku, sesungguhnya engkau telah mendapatkannya, maka tahanlah dirimu, dan saya merasa yakin engkau tidak akan menyalahgunakannya."
Maka jadilah Abdullah ibnu At-Tamir apabila memasuki Najran, tidak sekali-kali dia berdua dengan seseorang yang penyakitan melainkan ia mengatakan kepadanya, "Hai hamba Allah, maukah engkau mengesakan Allah dan masuk ke dalam agamaku, aku akan mendoakanmu kepada Allah agar disembuhkan, maka Dia pasti akan menyehatkanmu seperti sediakala?"
Maka orang yang dijumpainya itu menjawab, "Ya," dan ia pun mengesakan Allah dan masuk Islam, maka Abdullah berdoa untuk kesembuhannya, sehingga tiada seorang pun dari penduduk negeri Najran yang penyakitan melainkan dia datangi, dan menaati perintahnya, lalu ia mendoakannya hingga sembuh.
Pada akhirnya perihal Abdullah ibnut Tamir sampai kepada raja negeri Najran, lalu raja mengundangnya dan berkata kepadanya, "Engkau telah merusak rakyat negeriku dan menentang agamaku, yaitu agama nenek moyangku. Maka sungguh aku akan mencingcangmu."
Abdullah menjawab, "Engkau tidak akan mampu melakukannya."
Kemudian Raja Najran mengirimkan Abdullah ke atas sebuah bukit yang tinggi sekali, lalu dijatuhkan dari atasnya dengan kepala di bawah. Maka jatuhlah Abdullah dari atasnya, tetapi tidak apa-apa. Lalu raja mengirimnya ke sebuah perairan di Najran yang berpusar, tiada suatu makhluk hidup pun yang dilemparkan ke dalamnya melainkan pasti mati.
Maka Abdullah dilemparkan ke dalamnya, dan ternyata ia dapat keluar dari perairan itu dalam keadaan sehat wal afiat dan segar bugar.
Setelah Abdullah dapat mengalahkan segala upaya Raja Najran itu, maka Abdullah berkata kepadanya, "Sesungguhnya engkau, demi Allah, tidak akan mampu membunuhku sebelum engkau beriman kepada apa yang aku imani dan mengesakan Allah. Maka sesudah itu sesungguhnya jika engkau hendak meneruskan niatmu, kamu dapat menguasaiku dan membunuhku."
Pada akhirnya si raja mau beriman dan mengesakan Allah serta mengucapkan kalimat persaksian seperti apa yang dikatakan oleh Abdullah ibnut Tamir.
Kemudian si raja memukulnya dengan tongkat yang ada di tangannya pada bagian kepalanya dan sempat melukainya, tetapi tidak besar. Dari pukulan itu Abdullah ibnut Tamir meninggal dunia. Dan raja itu mati pula di tempatnya, sedangkan seluruh penduduk negeri Najran telah memeluk agama Abdullah ibnut Tamir.
Tersebutlah bahwa Abdullah ibnut Tamir berada dalam agama yang disampaikan oleh Isa putra Maryam as, yaitu berpegangan kepada kitab Injil dan hukumnya. Kemudian para pemeluk agamanya tertimpa oleh musibah-musibah yang menguji mereka; oleh karena itulah maka asal agama Nasrani itu dari Najran.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa demikianlah menurut hadis Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan sebagian ulama Najran, dari Abdullah ibnut Tamir; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui kebenarannya.
Kemudian dilanjutkan bahwa Dzu Nuwas membawa bala tentaranya menuju ke Najran dan menyeru penduduknya untuk memeluk agama Yahudi, dan memberikan kepada mereka pilihan antara memeluk agama Yahudi atau dibunuh. Ternyata mereka lebih memilih untuk dibunuh, maka Dzu Nuwas membuat galian parit dan di dalam parit dinyalakan api yang besar.
Lalu mereka dimasukkan ke dalamnya, yang sebelumnya mereka dibunuh dengan pedang dan dicincang, sehingga terbunuhlah dari mereka kurang lebih sebanyak dua puluh ribu orang.
Ibnu Katsir mengatakan berkenaan dengan kisah Dzu Nuwas dan bala tentaranya inilah Allah SWT menurutkan firman-Nya kepada Rasul-Nya: Binasa dan terkutuklah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj :4-9)
"Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab sirahnya, bahwa orang yang membunuh dan membantai mereka yang dimasukkan ke dalam parit yang berapi itu adalah Dzu Nuwas, yang nama aslinya ialah Zur'ah," ujar Ibnu Katsir.
Pada masa pemerintahan Dzu Nuwas, ia dipanggil dengan sebutan Yusuf, dia adalah Ibnu Bayan alias As'ad ibnu Abu Kuraib. Dan dia adalah salah seorang Tubba' yang memerangi Madinah dan memberi kain kelambu kepada Kakbah, serta membawa dua orang ulama Yahudi Madinah yang menjadi teman dekatnya.
Tersebutlah bahwa dialah yang membawa agama Yahudi ke negeyi Yaman sehingga ada sebagian dari negeri Yaman yang beragama Yahudi. Demikianlah menurut apa yang diterangkan oleh Ibnu Ishaq dengan panjang lebar.
Dzu Nuwas dalam sehari membunuh dua puluh ribu orang dengan memasukkan mereka ke dalam parit-parit berapi. Dan tiada seorang pun dari mereka yang selamat kecuali seorang lelaki yang dikenal dengan nama Daus Zu Sa'laban.
Dia sempat melarikan diri dengan berkuda dan mereka mengejarnya, tetapi tidak dapat menangkapnya. Kemudian Daus pergi menemui kaisar raja negeri Syam meminta suaka padanya.
Selanjutnya kaisar berkirim surat kepada Najasyi raja negeri Habsyah (Etiopia) untuk bertindak (karena lebih dekat). Maka Raja Najasyi mengirimkan pasukan besar yang terdiri dari orang-orang Nasrani negeri Habsyah yang dipimpin oleh Aryat dan Abrahah, maka pasukan ini menyelamatkan negeri Yaman dari cengkeraman orang-orang yang beragama Yahudi. Sedangkan Dzu Nuwas sendiri melarikan diri melalui jalan laut, dan di laut ia tenggelam.
Lihat Juga: Hasil Drawing Piala Asia U-20 2025: Timnas Indonesia di Grup Neraka Bersama Uzbekistan dan Iran
(mhy)