Penjelasan Gus Baha tentang Air yang Sah untuk Berwudhu

Kamis, 15 September 2022 - 17:37 WIB
loading...
Penjelasan Gus Baha tentang Air yang Sah untuk Berwudhu
Cermati air wudhu agar sholat kita sah secara syariat, karena tidak semua air bisa dipakai untuk berwudhu. Foto ilustrasi/Ist
A A A
Sholat mewajibkan kondisi suci dengan berwudhu. Wudhu bisa dilakukan dengan air, namun tidak semua air bisa dipakai untuk berwudhu. Cermati air wudhu agar sholat kita sah secara syariat.

Ulama ahli tafsir Al-Qur'an asal Rembang Gus Baha menjelaskan tentang status air yang sah untuk berwudhu dalam satu kajiannya di kanal YouTube. Berikut penjelasannya:

Menurut Mazhab Abu Hanifah, air tidak bisa menjadi najis. Artinya semua air itu mencusikan, tidak bisa najis. Tapi dalam Mazhab Syafi'i, air yang tidak mencapai 2 kullah atau kira-kira seukuran 1 meter persegi. Panjang kiri, kanan atas dan bawah semua berukuran 1 meter.

Itulah ukuran 2 kullah. Menurut Mazhab Syafi'i, jika air tidak mencapi 2 kullah, apabila kejatuhan najis sedikit baik air itu berubah sifat atau tidak, maka hukumnya najis. Tapi kalau air itu banyak (lebih dari 2 kullah) meski terkena najis apapun, tetap tidak menjadikannya najis. Kecuali jika air itu berubah sifat.

Semisal ada limbah atau kubangan air besar yang beribu-ribu liter sudah berubah warna cokelat seperti air tinja, maka itu hukumnya najis. Jadi ada banyak pendapat berbeda tentang masalah air ini. Tapi saya pastikan, semua itu adalah mazhabnya ulama (yang harus dihormati).

Kalau teks hadis yang menjadi rujukannya seperti ini. Silakan kalau ingin berijtihad, meski menyesatkan tidak masalah, ini hanya latihan ijtihad. Ini terdapat dalam Kitab Musnad Imam Ahmad.

Dulu di Madinah itu ada sumur, bukan sungai. Sumur ini tidak terlalu besar. Rasulullah SAW berwudhu di situ lalu diingatkan. "Wahai Rasulullah, dulu sebelum engkau datang sebelum Islam ada di sini, sumur itu dijadikan tempat pembuangan bangkai anjing dan darah perempuan haid."

Lalu Nabi berkata: "Yang namanya air pasti mensucikan, tidak bisa berubah jadi najis." Kemudian Nabi berwudhu.

Ya sudah begitu, tidak perlu dipikirkan lebih jauh karena Hadisnya seperti itu. Saya sering ditanya, "Gus, saya punya air dari berlangganan PDAM. Air PDAM itu dikelola dari sungai ini yang padahal semua kotoran, mulai tinja sampai septiktang dibuang ke sungai ini. Dan sampai tidak berbau karena dicampur kaporit. Lalu bagaimana hukum air itu Gus, apakah suci?"

Saya tanya, kamu pakai gak air itu. Iya saya pakai, tapi saya pengen tau hukumnya. Di Jakarta, sungai yang diolah menjadi air bersih itu bermacam-macam. Karena menurut Mazhab Syafi'i (yang mayoritas dianut muslim Indonesia), air 2 kullah itu tidak ada pengaruhnya meskipun terkena najis.

Kalau untuk kotoran sapi masih bisa ikut pendapat mazhab lain. Kotoran hewan yang halal dimakan itu suci. Masih banyak mazhab lain yang bependapat bahwa kotoran hewan yang halal itu suci. Tapi kalau kotoran manusia tidak ada mazhab yang menganggapnya suci.

Maka, sebagian ahli Hadis berpendapat, sebaiknya Hadis itu tidak perlu di-ijtihadi. Yang jelas, Nabi bersabda demikian ya sudah begitu.

Oleh karena itu masalah air, yang jelas sifat air itu mensucikan. Yang dapat mensucikan itu ada dua dalam Mazhab Syafi'i. Yaitu air dan tanah. Kemudian oleh Imam Abu Hanifah ditambah satu lagi. Kalau kalian mau mengikutinya tidak masalah, yaitu api.

Makanya kalau ada batu bata, biasanya batu bata itu kan terbuat dari tanah liat yang tercampur kotoran sapi. Tanah liat itu dicampur, diaduk lalu jadilah batu bata. Kalau Mazhab Syafi'i tetap najis, dipakai membangun masjid pun tidak bisa.

Karena sebagian bahannya dari najis. Kalau menurut Mahzab Hanafi, batu bata itu suci karena sudah dibakar. Karena api termasuk alat yang bisa mensucikan. Alasan Abu Hanifah, orang-orang fasik itu kelak akan disucikan dengan api neraka.

Intinya, asalkan air itu suci munsucikan dipakai berulang kali pun tetap mensucikan. Artinya, tidak ada istilah air musta'mal (air bekas bersuci). Kalau dalam Mazhab Syafi'i, air bekas wudhu dihukumi musta'mal. Air bekas mandi junub dihukumi musta'mal.

Kalian mau ikut yang mana terserah. Saya hanya bercerita bahwa suatu saat kalian terdesak pakai pendapat yang mudah saja. Makanya mazhab lain berpendapat tidak ada istilah musta'mal dalam air.

Dan saya pun terkadang pindah mazhab (dalam kondisi dan keadaan tertentu). Bagaimana tidak pindah mazhab, misalkan kita nginap di hotel itu kan airnya musta'mal karena ada bak airnya kecil (tidak samapai 2 kullah). Sekali kita misalnya mau mandi junub atau pakai gayung, air yang kita pakai kan pasti nyiprat ke bak.

Kalau tidak pakai mazhab lain kan bisa pusing. Jadi pindah mazhab saja yang mengatakan air itu suci.

Demikian penjelasan Gus Baha tentang status air yang suci untuk dijadikan bersuci. Semoga bermanfaat.

Wallahu A'lam



Berikut video tausiyah Gus Baha diunggah Channel Santri Gayeng 24 Maret 2020:
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2561 seconds (0.1#10.140)