Kisah Lelaki Pezina yang Bertaubat Itu Diduga Nabi Zulkifli
loading...
A
A
A
Kisah lelaki pezina yang bertaubat dan diduga sebagai Nabi Zulkifli disampaikan Imam Ahmad dalam sebuah hadis dari Ibnu Umar . Hanya saja, Ibnu Katsir saat menafsirkan al-Quran surat Al-Anbiya ayat 85-86 mengatakan barangkali yang dimaksud adalah orang lain, bukan Zulkifli yang termasuk ke dalam 25 nabi dan rasul tersebut.
Imam Ahmad, sebagaimana dikutip Ibnu Katsir, telah meriwayatkan sebuah hadis yang berpredikat garib, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sebuah kisah dari Rasulullah SAW bukan hanya satu dua kali. Ibnu Umar menghitung sampai 7 kali, akan tetapi lebih dari itu. Beliau SAW bercerita seperti berikut:
Dahulu seorang Al-Kiflu (tetua) di kalangan kaum Bani Israil tidak segan-segan, mengerjakan perbuatan dosa apa pun. Maka ia kedatangan seorang wanita, lalu ia memberi wanita itu uang sejumlah enam puluh dinar, tetapi dengan syarat hendaknya si wanita mau tidur dengannya.
Setelah Al-Kiflu hendak menunaikan hajatnya, tiba-tiba tubuh si wanita itu bergetar dan menangis. Maka Al-Kiflu bertanya, "Mengapa kamu menangis, apakah kamu tidak senang?”
Si wanita menjawab, "Tidak, tetapi saya belum pernah melakukan perbuatan ini, dan sesungguhnya yang mendorongku berbuat demikian hanyalah terdesak keperluan.”
Al-Kiflu berkata, "Kamu mau melakukan ini, padahal kamu sebelumnya tidak pernah melakukannya sama sekali.” Al-Kiflu pun turun, lalu berkata, "Pulanglah kamu, dan uang dinar itu buatmu.”
Al-Kiflu berkata, "Demi Allah, sejak sekarang Al-Kiflu tidak akan lagi berbuat durhaka kepada Allah selama-lamanya.”
Dan pada malam harinya Al-Kiflu meninggal dunia, kemudian pada keesokan harinya tertulis di pintu rumahnya kalimat, "Allah telah mengampuni Al-Kiflu.”
Demikianlah bunyi teks hadis yang menceritakan kisah Al-Kiflu tanpa ada tambahan sedikit pun. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Ibnu Katsir mengatakan hadis ini tiada seorang pun dari penulis kitab Sittah yang mengetengahkannya, sanad hadis berpredikat garib. "Kalau meneliti teks hadis, hanya disebutkan Al-Kiflu, bukan Zulkifli. Barangkali yang dimaksud adalah orang lain, bukan Zulkifli ini; hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya," ujar Ibnu Katsir.
Bukan Nabi
Allah SWT berfirman:
{وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ (85) وَأَدْخَلْنَاهُمْ فِي رَحْمَتِنَا إِنَّهُمْ مِنَ الصَّالِحِينَ (86) }
Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh. (QS Al-Anbiya : 85-86)
Ibnu Katsir mengatakan Zulkifli, menurut makna lahiriah konteks ayat menunjukkan bahwa tidak sekali-kali ia disebutkan bersama para nabi, melainkan ia adalah seorang nabi. Pendapat yang lain mengatakan bahwa sesungguhnya dia hanyalah seorang lelaki saleh, seorang raja yang adil, bijaksana lagi jujur.
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan Zulkifli ini, bahwa Zulkifli adalah seorang lelaki saleh, bukan seorang nabi. Ia memberikan jaminan kepada anak-anak kaumnya, -bahwa ia sanggup menangani urusan kaumnya, mengatur mereka, serta memutuskan di antara sesama mereka dengan adil dan bijaksana.
Ia melakukannya dengan baik, akhirnya ia diberi julukan Zulkifli. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Najih, dari Mujahid.
Setelah Alyasa' berusia lanjut, ia berkata, "Sekiranya aku mengangkat seorang lelaki sebagai penggantiku untuk mengatur orang-orang, dia mau bekerja untuk mereka selama hidupku, aku akan melihat apa yang bakal dilakukannya."
Alyasa' mengumpulkan orang-orang, lalu berkata, "Siapakah di antara kalian yang sanggup menerima tiga persyaratan dariku, maka aku akan mengangkatnya sebagai penggantiku. Yaitu dia harus puasa di siang harinya, berdiri (sholat) di malam harinya, dan tidak boleh marah."
Lalu berdirilah seorang lelaki yang hina dipandang mata, dan ia berkata, "Saya sanggup."
Imam Ahmad, sebagaimana dikutip Ibnu Katsir, telah meriwayatkan sebuah hadis yang berpredikat garib, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sebuah kisah dari Rasulullah SAW bukan hanya satu dua kali. Ibnu Umar menghitung sampai 7 kali, akan tetapi lebih dari itu. Beliau SAW bercerita seperti berikut:
Dahulu seorang Al-Kiflu (tetua) di kalangan kaum Bani Israil tidak segan-segan, mengerjakan perbuatan dosa apa pun. Maka ia kedatangan seorang wanita, lalu ia memberi wanita itu uang sejumlah enam puluh dinar, tetapi dengan syarat hendaknya si wanita mau tidur dengannya.
Setelah Al-Kiflu hendak menunaikan hajatnya, tiba-tiba tubuh si wanita itu bergetar dan menangis. Maka Al-Kiflu bertanya, "Mengapa kamu menangis, apakah kamu tidak senang?”
Si wanita menjawab, "Tidak, tetapi saya belum pernah melakukan perbuatan ini, dan sesungguhnya yang mendorongku berbuat demikian hanyalah terdesak keperluan.”
Al-Kiflu berkata, "Kamu mau melakukan ini, padahal kamu sebelumnya tidak pernah melakukannya sama sekali.” Al-Kiflu pun turun, lalu berkata, "Pulanglah kamu, dan uang dinar itu buatmu.”
Al-Kiflu berkata, "Demi Allah, sejak sekarang Al-Kiflu tidak akan lagi berbuat durhaka kepada Allah selama-lamanya.”
Dan pada malam harinya Al-Kiflu meninggal dunia, kemudian pada keesokan harinya tertulis di pintu rumahnya kalimat, "Allah telah mengampuni Al-Kiflu.”
Demikianlah bunyi teks hadis yang menceritakan kisah Al-Kiflu tanpa ada tambahan sedikit pun. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Ibnu Katsir mengatakan hadis ini tiada seorang pun dari penulis kitab Sittah yang mengetengahkannya, sanad hadis berpredikat garib. "Kalau meneliti teks hadis, hanya disebutkan Al-Kiflu, bukan Zulkifli. Barangkali yang dimaksud adalah orang lain, bukan Zulkifli ini; hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya," ujar Ibnu Katsir.
Bukan Nabi
Allah SWT berfirman:
{وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ (85) وَأَدْخَلْنَاهُمْ فِي رَحْمَتِنَا إِنَّهُمْ مِنَ الصَّالِحِينَ (86) }
Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh. (QS Al-Anbiya : 85-86)
Ibnu Katsir mengatakan Zulkifli, menurut makna lahiriah konteks ayat menunjukkan bahwa tidak sekali-kali ia disebutkan bersama para nabi, melainkan ia adalah seorang nabi. Pendapat yang lain mengatakan bahwa sesungguhnya dia hanyalah seorang lelaki saleh, seorang raja yang adil, bijaksana lagi jujur.
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan Zulkifli ini, bahwa Zulkifli adalah seorang lelaki saleh, bukan seorang nabi. Ia memberikan jaminan kepada anak-anak kaumnya, -bahwa ia sanggup menangani urusan kaumnya, mengatur mereka, serta memutuskan di antara sesama mereka dengan adil dan bijaksana.
Ia melakukannya dengan baik, akhirnya ia diberi julukan Zulkifli. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Najih, dari Mujahid.
Setelah Alyasa' berusia lanjut, ia berkata, "Sekiranya aku mengangkat seorang lelaki sebagai penggantiku untuk mengatur orang-orang, dia mau bekerja untuk mereka selama hidupku, aku akan melihat apa yang bakal dilakukannya."
Alyasa' mengumpulkan orang-orang, lalu berkata, "Siapakah di antara kalian yang sanggup menerima tiga persyaratan dariku, maka aku akan mengangkatnya sebagai penggantiku. Yaitu dia harus puasa di siang harinya, berdiri (sholat) di malam harinya, dan tidak boleh marah."
Lalu berdirilah seorang lelaki yang hina dipandang mata, dan ia berkata, "Saya sanggup."