Siapa yang Dimaksud Orang yang Tersesat di Surat Al-Fatihah?
loading...
A
A
A
Siapa yang dimaksud orang yang tersesat di Surat Al-Fatihah ayat ke 7. Mengapa Al-Qur'an menggunakan terminologi ad-Dhoolliin (sesat) dalam ayat terakhir surat Al Fatihah tersebut)?
Meski terjadi silang pendapat para mufasir tentang perkiraan maksud dari ayat tersebut dan terkait makna dari lafadz tersebut, namun yang pasti, kataad-dhoolliin,secara bahasa dapat diartikan sebagai sesat, dan menyimpang dari kebenaran. Hal ini disebutkan dalam kamus Munawwir.
Allah Ta'ala berfirman :
"(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau Beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (QS. Al-Fatihah : 7).
Kitab 'Tafsir Muyassar' edisi juz 1 - 8 karya Syaikh 'Aidh Al Qarni menjelaskan bahwa dalam kehidupan ini ada jalan yang jelas dan terang. Dan jalan itu adalah jalan yang ditempuh para nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada, dan jalan orang-orang saleh.
Artinya, jalan tersebut bukan jalan orang yang mengetahui kebenaran tapi tidak mengamalkannya. Dan bukan pula jalan orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan. Sesat juga diartikan menjauh dari jalan kebenaran dan menyimpang dari jalan yang lurus.
Dalam 'Tafsir Muyassar' orang yang sesat tersebut adalah seperti halnya orang-orang nasrani. Tafsir Jalalain juga menjelaskan definisiad-Dhoolliinsebagai orang-orang nasrani sebab mereka bukanlah orang yang diberikan petunjuk oleh Allah Ta'ala. Ibn Kastir juga memaknai kata sesat dalam ayat di atas merujuk kepada orang nasrani yang mana mereka telah melakukan kesasatan.
Tafsir Muyassar juga menjelaskan orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang tidak diberi petunjuk dari kejahilan mereka hingga akibatnya mereka sesat jalan. Mereka adalah orang-orang seperti nasrani dan orang-orang yang mengikuti jalan hidup mereka.
Di dalam ayat ni terkandung obat bagi hati seorang muslim dari penyakit pembangkangan,kebodohan dan kesesatan. dan juga terkandung dalil bahwasannya nikmat paling agung secara mutlak adalah nikmat Islam. Maka barangsiapa yang lebih mengetahui kebenaran dan lebih mengikutinya maka dia lebih pantas meraih hidayah jalan yang lurus.
Dan tidak ada keraguan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam adalah orang-orang yang paling utama meraih hal itu setelah para nabi alaihim salam. maka ayat ini menunjukkan keutamaan dan agung nya kedudukan mereka. Semoga Allah meridhoi mereka.
Dan disunnahkan bagi orang yang membaca Al-Qur'an dalam sholat untuk mengucapkan “Aamiin” setelah membaca surat al-Fatihah. dan maknanya adalah “Ya Allah kabulkanlah doa kami”. dan ia bukan suatu ayat dari surat al-Fatihah menurut kesepakatan para ulama oleh karena itu mereka telah bersepakat untuk tidak menulisnya di dalam mushaf.
Namun terjadi perbadaan di kalangan ulama tentang term ad-Dhoolliin ini. Karena ayat ini sebenarnya tidak disebutkan secara eksplisit kata Nasrani, sehingga kemudian tidak heran jika masih terdapat perbedaan pandangan tentang siapa yang dirujuk oleh kataad-Dhoolliin.
Imam as-Sya’rawi memilih untuk tidak merujuk kataad-Dhōllīinke kelompok agama tertentu, dan beliau memilih untuk mengartikannya sebagai orang yang mengambil jalan yang sesat yakni disebabkan orang tersebut tidak mengambil jalan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Wallahu A'lam
Meski terjadi silang pendapat para mufasir tentang perkiraan maksud dari ayat tersebut dan terkait makna dari lafadz tersebut, namun yang pasti, kataad-dhoolliin,secara bahasa dapat diartikan sebagai sesat, dan menyimpang dari kebenaran. Hal ini disebutkan dalam kamus Munawwir.
Allah Ta'ala berfirman :
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
"(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau Beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (QS. Al-Fatihah : 7).
Kitab 'Tafsir Muyassar' edisi juz 1 - 8 karya Syaikh 'Aidh Al Qarni menjelaskan bahwa dalam kehidupan ini ada jalan yang jelas dan terang. Dan jalan itu adalah jalan yang ditempuh para nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada, dan jalan orang-orang saleh.
Artinya, jalan tersebut bukan jalan orang yang mengetahui kebenaran tapi tidak mengamalkannya. Dan bukan pula jalan orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan. Sesat juga diartikan menjauh dari jalan kebenaran dan menyimpang dari jalan yang lurus.
Dalam 'Tafsir Muyassar' orang yang sesat tersebut adalah seperti halnya orang-orang nasrani. Tafsir Jalalain juga menjelaskan definisiad-Dhoolliinsebagai orang-orang nasrani sebab mereka bukanlah orang yang diberikan petunjuk oleh Allah Ta'ala. Ibn Kastir juga memaknai kata sesat dalam ayat di atas merujuk kepada orang nasrani yang mana mereka telah melakukan kesasatan.
Tafsir Muyassar juga menjelaskan orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang tidak diberi petunjuk dari kejahilan mereka hingga akibatnya mereka sesat jalan. Mereka adalah orang-orang seperti nasrani dan orang-orang yang mengikuti jalan hidup mereka.
Di dalam ayat ni terkandung obat bagi hati seorang muslim dari penyakit pembangkangan,kebodohan dan kesesatan. dan juga terkandung dalil bahwasannya nikmat paling agung secara mutlak adalah nikmat Islam. Maka barangsiapa yang lebih mengetahui kebenaran dan lebih mengikutinya maka dia lebih pantas meraih hidayah jalan yang lurus.
Dan tidak ada keraguan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam adalah orang-orang yang paling utama meraih hal itu setelah para nabi alaihim salam. maka ayat ini menunjukkan keutamaan dan agung nya kedudukan mereka. Semoga Allah meridhoi mereka.
Dan disunnahkan bagi orang yang membaca Al-Qur'an dalam sholat untuk mengucapkan “Aamiin” setelah membaca surat al-Fatihah. dan maknanya adalah “Ya Allah kabulkanlah doa kami”. dan ia bukan suatu ayat dari surat al-Fatihah menurut kesepakatan para ulama oleh karena itu mereka telah bersepakat untuk tidak menulisnya di dalam mushaf.
Namun terjadi perbadaan di kalangan ulama tentang term ad-Dhoolliin ini. Karena ayat ini sebenarnya tidak disebutkan secara eksplisit kata Nasrani, sehingga kemudian tidak heran jika masih terdapat perbedaan pandangan tentang siapa yang dirujuk oleh kataad-Dhoolliin.
Imam as-Sya’rawi memilih untuk tidak merujuk kataad-Dhōllīinke kelompok agama tertentu, dan beliau memilih untuk mengartikannya sebagai orang yang mengambil jalan yang sesat yakni disebabkan orang tersebut tidak mengambil jalan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Wallahu A'lam
(wid)