Kisah Aminah Sendiri di Kota Mekkah saat Pasukan Abrahah akan Hancurkan Kakbah

Rabu, 28 September 2022 - 17:48 WIB
loading...
Kisah Aminah Sendiri di Kota Mekkah saat Pasukan Abrahah akan Hancurkan Kakbah
Pada saat Abrahah akan menghandurkan kakbah, penduduk Mekkah mengungsi. Hanya Aminah yang bertahan di rumah. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Pada saat Aminah hamil, orang-orang mengungsi ke gunung-gunung untuk menghindari pasukan Abrahah yang ingin menghancurkan Kakbah . Abdul Muthalib membujuk agar Aminah keluar dari rumah, seperti kebanyakan wanita kaumnya pada waktu itu, namun sang menantu itu menolak karena dia yakin Allah akan melindungi dirinya dan bayi yang dikandungnya.

Fuad Abdurahman dalam bukunya berjudul "Jalan Damai Rasulullah: Risalah Rahmat bagi Semua" menyebut banyak riwayat yang menjelaskan tentang seputar kehamilan Aminah, seperti kerap kali didatangi orang-orang suci yang terjadi dalam mimpi ataupun terjaga, yang menyampaikan salam dan mengabarkan bahwa Aminah sedang mengandung manusia teragung penghulu para utusan Allah SWT.



Suatu malam, ketika purnama memancarkan sinarnya dengan terang, sekali lagi, Aminah mendengar suara berkata, “Tidak lama lagi kamu akan melahirkan tokoh umat ini. Kalau dia lahir, berdoalah memohon perlindungan untuknya kepada Yang Maha Esa dari semua yang iri hati dan namailah dia Muhammad .”

Suatu hari, Abdul Muthalib datang ke rumah Aminah, menantunya. Ia meminta Aminah untuk bersiap-siap keluar dari rumah, seperti kebanyakan wanita kaumnya pada waktu itu, menuju bukit-bukit atau gunung-gunung Mekkah untuk melindungi diri dan kandungannya dari kejahatan Abrahah dan pasukannya.

Mereka datang untuk menghancurkan Kakbah. Namun, Aminah merasa berat meninggalkan rumahnya. Ia bersikeras untuk tetap tinggal di rumah. Ia yakin Allah akan melindunginya dari kejahatan Abrahah karena sedang mengandung janin pemimpin umat ini. Hal itu mungkin merupakan hidayah dari Allah yang datang kepadanya.

Dalam pertemuannya dengan Abdul Muthalib, Abrahah berkata, “Wahai Pemuka Kota Mekkah, aku datang tidak untuk memerangi kalian. Aku datang hanya untuk menghancurkan Kakbah, rumah tuhan-tuhan kalian. Jika kalian tidak menghalangi keinginanku, aku tidak akan memerangi kalian. Jika kalian menghalangi, perang akan pecah antara kita, dan kalian tidak akan mampu melindungi rumah tuhan-tuhan kalian!”

Abdul Muthalib dengan kecerdasannya, menjawab, “Kami tidak akan menghalangi ambisimu untuk menghancurkan Kakbah. Kami tidak menginginkan perang. Kakbah ini adalah rumah Allah yang dibangun oleh Ibrahim, kekasih Allah. Kami akan menyerahkan urusan Kakbah di antara engkau dan Allah. Jika Tuhan Ibrahim menghendaki, Dia akan menjaganya dan mencegah ambisimu. Sesungguhnya rumah ini memiliki Tuhan yang akan melindunginya darimu.”



Selanjutnya, Abdul Muthalib meminta 200 ekor unta miliknya yang sebelumnya dirampas oleh Abrahah.

Abrahah heran seraya bertanya, “Mengapa engkau memintaku untuk mengembalikan 200 unta milikmu dan tidak membela rumah tuhan-tuhan kalian?”

Dengan percaya diri, Abdul Muthalib berkata, “Karena aku adalah pemilik unta-unta itu. Sedangkan Kakbah itu ada Tuhannya sendiri yang akan menjaganya.”

Penduduk Mekkah telah bersiap mengungsi ke celah-celah bukit dan gunung untuk menghindari kejahatan Abrahah dan pasukannya.

Abdul Muthalib berjalan menuju Kakbah. Ia lalu memegang gantungan di pintu Kakbah, berdoa dengan keras dan diikuti orang-orang: “Wahai Tuhan, aku tidak mengharap bantuan kepada selain Engkau Wahai Tuhan, cegahlah mereka dari rumah-Mu. Sesungguhnya musuh rumah ini adalah musuh-Mu. Maka, cegahlah mereka yang akan menghancurkan tempat tinggal-Mu. Jangan sampai salib mereka menang. Kekuatan mereka adalah musuh kekuatran-Mu. Semua pasukan dan gajah mereka datang dari negeri mereka.”

Hampir semua penduduk meninggalkan Kota Mekkah. Mereka berhamburan menyelamatkan diri. Namun, Aminah binti Wahab, bertahan di rumahnya. Aminah sangat yakin bahwa Allah akan melindungi rumah-Nya dari kejahatan pasukan Abrahah.

Benar dugaan Aminah. Allah SWT menggagalkan rencana busuk Abrahah. Mereka menyuruh gajah-gajah mereka untuk menyerang Kakbah, tetapi semua gajah tidak mau berjalan kendari dipukul atau dirayu dengan lembut sekalipun.

“Hadapkanlah gajah itu ke arah Syam, mungkin ia akan bergerak!” teriak salah seorang dari mereka.



Baru sedikit saja mereka menghadapkan gajah itu ke arah Syam, tiba-tiba gajah sudah bergerak dengan cepat. Mereka lalu menghadapkan kembali gajah itu ke arah Kakbah, tetapi lagi-lagi gajah diam.

Begitu berulang-ulang. Sejurus kemudian, ketika panas menyengat, mereka melihat gumpalan awan hitam bergerak ke arah mereka. Tentu saja, mereka gembira dan mengira hujan akan turun. Gumpalan hitam itu mendekati mereka dan ternyata itu adalah burung-burung yang menjatuhkan batu-batu hitam panas ke arah mereka. Dalam sekejap, tubuh-tubuh mereka terbakar.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2346 seconds (0.1#10.140)