Pesantren Pendidikan Khas Nusantara yang Metode Pengajarannya Teruji
loading...
A
A
A
BOYOLALI - Katib ‘Aam PBNU KH. Sa’id Asrori Arori mengatakan bahwa lembaga pendidikan pesantren merupakan pendidikan khas Nusantara yang sudah teruji keberhasilan metode pengajarannya.
Menurut Kiai Sa'id, pendidikan pesantren mempunyai tiga syarat agar dapat disebut sebagai pesantren. Pertama, adanya kiai atau pengasuh yang mengajarkan ilmu. Kedua, adanya santri sebagai anak asuh yang menempuh pendidikan di pesantren dan ketiga, adanya ilmu atau kitab yang diajarkan.
“Maka kalau ada pesantren, bahkan membangun gedung yang megah tetapi tidak ada kiainya, atau tidak ada santrinya (yang mukim) dan apalagi tidak ada pembelajaran kitab maka sejatinya bukanlah pesantren,” terang Katib ‘Aam PBNU KH. Sa’id Asrori saat memberi sambutan di acara Haul ke-59 Pondok Pesantren Al Huda, Doglo, Boyolali, dikutip Selasa (15/11/2022).
Selain Katib 'Aam PBNU, Rais ‘Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar memberikan mauidhoh hasanah yang dikemas dalam acara pengajian akbar. KH. Miftachul Akhyar menyampaikan bahwa takdir manusia menjadi kholifatulloh fil ardi itu bukan sesuatu yang kebetulan.
Oleh karena itu, tugas manusia sebagai mahluk yang diberi mandat memimpin di bumi harus bisa menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan serta keadilan.
“Menjadi pemakmur bumi tentunya harus memiliki beberapa persyaratan di antaranya memiliki kecerdasan, baik itu kecerdasan spiritual maupun kecerdasan intelektual serta kemampuan berinovasi. Pesantren yang mempunyai karakter sebagai wadah pencetak generasi yang memiliki kemampuan spiritual dan intelektual serta kemampuan berinovasi agar adaptif dengan kebutuhan zaman,” terang Miftachul Akhyar.
Sementara, pengasuh Ponpes Al Huda KH Habib Ihsanuddin mengatakan, pondok pesantren adalah benteng terakhir Ahlusunnah Wal Jamaa’ah. Oleh karena itu pihaknya berusaha mempersiapkan kader-kader Ahlusunnah wal jamaah secara baik.
Kiai Habib Ihsanuddin menambahkan bahwa 59 tahun ini masa yang panjang. Sejak berdiri sampai sekarang, tentu sudah banyak perubahan.
“59 tahun yang lalu saya pulang dari pondok tidak ada apa-apa. Jangankan gedung, papan tulis dan tidak ada kapur saja tidak punya. Saya mengajar dengan kardus bekas sebagai papan tulis dan arang sebagai kapurnya. Alhamdulillah berkah pertolongan Allah, bimbingan Alm KH. Thoha Mu’id, guru saya, dukungan dari Istri saya dan anak-anak saya, khidmah para guru dan bantuan dari segenap, Al Huda bisa berkembang hingga seperti ini. Alhamdulillah,” kata dia mengenang awal-awal berdirinya Ponpes Al Huda.
Sebelum acara puncak pengajian akbar telah digelar acara berupa tahlil kubro untuk para guru dan tokoh-tokoh yang telah berjasa terhadap pondok, wisuda pembelajaran nahwu metode Ibtida’i dan metode Al Miftah. Selain itu pembagian 1.000 paket sembako kepada masyarakat, jalan sehat bersama Kapolres Boyolali AKBP Asep Mauludin dan Dandim Boyolali Letkol Arm Ronald F Siwabessy, Majelis Sholawat bersama Habib Ali bin Yahya Al Habsy, seni budaya Tari Rodad.
Hadir antara lain Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH. Ubaidillah Shodaqoh, Ketua Tanfidziyah PW NU Jawa Tengah KH. Muzammil, KH. Zubaduzzaman Pengasuh PP Al Ishlah Kediri, Bupati Boyolali H. Said Hidayat, Stafsus Menteri Agama H. Wibowo Prasetyo, Kakanwil Kemenag Jawa Tengah H. Musta’in Ahmad SH. MH, seluruh Ketua PC NU Se-Soloraya, Ketua GP Ansor Se-Soloraya, para tokoh agama lain dan beberapa pejabat dan tokoh lainnya.
Menurut Kiai Sa'id, pendidikan pesantren mempunyai tiga syarat agar dapat disebut sebagai pesantren. Pertama, adanya kiai atau pengasuh yang mengajarkan ilmu. Kedua, adanya santri sebagai anak asuh yang menempuh pendidikan di pesantren dan ketiga, adanya ilmu atau kitab yang diajarkan.
“Maka kalau ada pesantren, bahkan membangun gedung yang megah tetapi tidak ada kiainya, atau tidak ada santrinya (yang mukim) dan apalagi tidak ada pembelajaran kitab maka sejatinya bukanlah pesantren,” terang Katib ‘Aam PBNU KH. Sa’id Asrori saat memberi sambutan di acara Haul ke-59 Pondok Pesantren Al Huda, Doglo, Boyolali, dikutip Selasa (15/11/2022).
Selain Katib 'Aam PBNU, Rais ‘Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar memberikan mauidhoh hasanah yang dikemas dalam acara pengajian akbar. KH. Miftachul Akhyar menyampaikan bahwa takdir manusia menjadi kholifatulloh fil ardi itu bukan sesuatu yang kebetulan.
Oleh karena itu, tugas manusia sebagai mahluk yang diberi mandat memimpin di bumi harus bisa menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan serta keadilan.
“Menjadi pemakmur bumi tentunya harus memiliki beberapa persyaratan di antaranya memiliki kecerdasan, baik itu kecerdasan spiritual maupun kecerdasan intelektual serta kemampuan berinovasi. Pesantren yang mempunyai karakter sebagai wadah pencetak generasi yang memiliki kemampuan spiritual dan intelektual serta kemampuan berinovasi agar adaptif dengan kebutuhan zaman,” terang Miftachul Akhyar.
Sementara, pengasuh Ponpes Al Huda KH Habib Ihsanuddin mengatakan, pondok pesantren adalah benteng terakhir Ahlusunnah Wal Jamaa’ah. Oleh karena itu pihaknya berusaha mempersiapkan kader-kader Ahlusunnah wal jamaah secara baik.
Kiai Habib Ihsanuddin menambahkan bahwa 59 tahun ini masa yang panjang. Sejak berdiri sampai sekarang, tentu sudah banyak perubahan.
“59 tahun yang lalu saya pulang dari pondok tidak ada apa-apa. Jangankan gedung, papan tulis dan tidak ada kapur saja tidak punya. Saya mengajar dengan kardus bekas sebagai papan tulis dan arang sebagai kapurnya. Alhamdulillah berkah pertolongan Allah, bimbingan Alm KH. Thoha Mu’id, guru saya, dukungan dari Istri saya dan anak-anak saya, khidmah para guru dan bantuan dari segenap, Al Huda bisa berkembang hingga seperti ini. Alhamdulillah,” kata dia mengenang awal-awal berdirinya Ponpes Al Huda.
Sebelum acara puncak pengajian akbar telah digelar acara berupa tahlil kubro untuk para guru dan tokoh-tokoh yang telah berjasa terhadap pondok, wisuda pembelajaran nahwu metode Ibtida’i dan metode Al Miftah. Selain itu pembagian 1.000 paket sembako kepada masyarakat, jalan sehat bersama Kapolres Boyolali AKBP Asep Mauludin dan Dandim Boyolali Letkol Arm Ronald F Siwabessy, Majelis Sholawat bersama Habib Ali bin Yahya Al Habsy, seni budaya Tari Rodad.
Hadir antara lain Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH. Ubaidillah Shodaqoh, Ketua Tanfidziyah PW NU Jawa Tengah KH. Muzammil, KH. Zubaduzzaman Pengasuh PP Al Ishlah Kediri, Bupati Boyolali H. Said Hidayat, Stafsus Menteri Agama H. Wibowo Prasetyo, Kakanwil Kemenag Jawa Tengah H. Musta’in Ahmad SH. MH, seluruh Ketua PC NU Se-Soloraya, Ketua GP Ansor Se-Soloraya, para tokoh agama lain dan beberapa pejabat dan tokoh lainnya.
(shf)