Ini Alasan Mengapa Orang Alim Tidak Mau Tinggal di Kampung Terpencil
loading...
A
A
A
Mungkin ada yang bertanya mengapa para Ulama atau orang alim tidak mau tinggal di kampung terpencil. Mereka lebih memilih tinggal di kota-kota besar atau daerah yang penduduknya banyak.
Berikut penjelasan Ustaz Amru Hamdany dalam satu kajiannya. Di antara nasihat panjang Imam Malik kepada Imam Syafi'i sebelum mereka berpisah.
«لَا تَسْكُنْ الرِّيفَ يَذْهَبْ عِلْمُك، وَاكْتَسِبْ الدِّرْهَمَ لَا تَكُنْ عَالَةً عَلَى النَّاسِ...»
[شرح مختصر خليل للخرشي (1/35)]
Artinya: "Jangan tinggal di kampung nanti ilmumu hilang (tidak berkembang)..."
Imam Malik tahu bahwa Imam Syafi'i punya potensi besar jadi ulama besar, sehingga keluasan ilmunya jangan sampai hilang begitu saja. Dan benar, beliau kemudian bermukin di kota-kota besar seperti Bagdhad, Hijaz, dan Mesir. Dan ilmu beliau tersebar dan terjaga sampai sekarang.
"Tentu ini tidak mutlak berlaku untuk semua kampung, tidak memukul rata semua kampung. Ini tidak berlaku bagi ulama yang punya pondok atau madrasah di kampung. Karena merekalah yang nanti akan didatangi oleh umat sehingga ilmunya terus berkembang," kata Dai yang sedang menyelesaikan studinya di Mesir itu.
'Illah-nya (alasannya) adalah jika di kampung tersebut antusias belajar penduduknya sangat-sangat minim sehingga berpotensi meredupkan keilmuan si alim tersebut. Dalam Ihya, Imam Al-Ghazali menceritakan bahwa suatu kali Imam Sufyan Al-Tsauri datang ke Asqolan dan tinggal beberapa hari di sana.
Biasanya jika beliau singgah di suatu tempat, nama beliau yang masyhur membuat orang-orang datang dan bertanya ke beliau. Tetapi di Asqolan, tak ada satupun yang datang bertanya. Imam Sufyan kemudian berkata:
اكروا لي لأخرج من هذا البلد، هذا بلد يموت فيه العلم
Artinya: "Sewakan saya tunggangan agar bisa keluar dari daerah ini, daerah ini bisa menyebabkan ilmu menjadi mati."
Imam Al-Ghazali memberikan alasan:
وإنما قال ذلك حرصًا على فضيلة التعليم واستبقاء العلم به
[إحياء علوم الدين، ١١١]
"Imam Sufyan berkata demikian karena semangat beliau untuk memperoleh keutamaan mengajar dan agar ilmu tidak hilang."
Sejatinya, seorang ustaz harus punya murid khusus yang membuatnya selalu murojaah ilmu-ilmunya meskipun tidak banyak. Murid-murid inilah yang nanti akan melanjutkan estafet keilmuannya. Jika si ustaz hanya mengajarkan awam, maka ilmunya tidak akan berkembang, tidak mungkin ia mengajar semisal Minhajul Wushul, atau Syarah Ibn Aqil atas Alfiyah, atau Tadribur Rawi kepada orang-orang awam.
Ulama salaf dahulu mengatakan:
أزهد الناس في علم العالم أهله وجيرانه
"Orang yang paling tidak membutuhkan ilmunya seorang alim adalah keluarganya dan tetangga-tetangganya."
Ini karena mereka hidup dekat dan berinteraksi dengan alim tersebut. Setiap gerak-gerik dan setiap sesi kehidupan si alim tadi terpantau oleh mereka, sehingga mengikis sikap hormat kepadanya.
"Ketika si alim menyampaikan ilmu dan nasehat, terbayang di benak mereka bagaimana dahulu si alim saat kecil ingusan, main kotor-kotoran, ujan-ujanan, sehingga dianggap masih anak kemarin sore walaupun sudah dewasa dan mapan dalam keilmuan," terang Ustaz Amru.
Kemudian, di antara alasan mengapa seorang alim kurang dihormati oleh penduduk kampungnya adalah karena sifat iri dengki yang kental di antara mereka. Kata sebagian ulama:
Berikut penjelasan Ustaz Amru Hamdany dalam satu kajiannya. Di antara nasihat panjang Imam Malik kepada Imam Syafi'i sebelum mereka berpisah.
«لَا تَسْكُنْ الرِّيفَ يَذْهَبْ عِلْمُك، وَاكْتَسِبْ الدِّرْهَمَ لَا تَكُنْ عَالَةً عَلَى النَّاسِ...»
[شرح مختصر خليل للخرشي (1/35)]
Artinya: "Jangan tinggal di kampung nanti ilmumu hilang (tidak berkembang)..."
Imam Malik tahu bahwa Imam Syafi'i punya potensi besar jadi ulama besar, sehingga keluasan ilmunya jangan sampai hilang begitu saja. Dan benar, beliau kemudian bermukin di kota-kota besar seperti Bagdhad, Hijaz, dan Mesir. Dan ilmu beliau tersebar dan terjaga sampai sekarang.
"Tentu ini tidak mutlak berlaku untuk semua kampung, tidak memukul rata semua kampung. Ini tidak berlaku bagi ulama yang punya pondok atau madrasah di kampung. Karena merekalah yang nanti akan didatangi oleh umat sehingga ilmunya terus berkembang," kata Dai yang sedang menyelesaikan studinya di Mesir itu.
'Illah-nya (alasannya) adalah jika di kampung tersebut antusias belajar penduduknya sangat-sangat minim sehingga berpotensi meredupkan keilmuan si alim tersebut. Dalam Ihya, Imam Al-Ghazali menceritakan bahwa suatu kali Imam Sufyan Al-Tsauri datang ke Asqolan dan tinggal beberapa hari di sana.
Biasanya jika beliau singgah di suatu tempat, nama beliau yang masyhur membuat orang-orang datang dan bertanya ke beliau. Tetapi di Asqolan, tak ada satupun yang datang bertanya. Imam Sufyan kemudian berkata:
اكروا لي لأخرج من هذا البلد، هذا بلد يموت فيه العلم
Artinya: "Sewakan saya tunggangan agar bisa keluar dari daerah ini, daerah ini bisa menyebabkan ilmu menjadi mati."
Imam Al-Ghazali memberikan alasan:
وإنما قال ذلك حرصًا على فضيلة التعليم واستبقاء العلم به
[إحياء علوم الدين، ١١١]
"Imam Sufyan berkata demikian karena semangat beliau untuk memperoleh keutamaan mengajar dan agar ilmu tidak hilang."
Sejatinya, seorang ustaz harus punya murid khusus yang membuatnya selalu murojaah ilmu-ilmunya meskipun tidak banyak. Murid-murid inilah yang nanti akan melanjutkan estafet keilmuannya. Jika si ustaz hanya mengajarkan awam, maka ilmunya tidak akan berkembang, tidak mungkin ia mengajar semisal Minhajul Wushul, atau Syarah Ibn Aqil atas Alfiyah, atau Tadribur Rawi kepada orang-orang awam.
Ulama salaf dahulu mengatakan:
أزهد الناس في علم العالم أهله وجيرانه
"Orang yang paling tidak membutuhkan ilmunya seorang alim adalah keluarganya dan tetangga-tetangganya."
Ini karena mereka hidup dekat dan berinteraksi dengan alim tersebut. Setiap gerak-gerik dan setiap sesi kehidupan si alim tadi terpantau oleh mereka, sehingga mengikis sikap hormat kepadanya.
"Ketika si alim menyampaikan ilmu dan nasehat, terbayang di benak mereka bagaimana dahulu si alim saat kecil ingusan, main kotor-kotoran, ujan-ujanan, sehingga dianggap masih anak kemarin sore walaupun sudah dewasa dan mapan dalam keilmuan," terang Ustaz Amru.
Kemudian, di antara alasan mengapa seorang alim kurang dihormati oleh penduduk kampungnya adalah karena sifat iri dengki yang kental di antara mereka. Kata sebagian ulama: