Pernikahan-pernikahan yang Tidak Sah Menurut Fiqih
loading...
A
A
A
Tidak semua pernikahan itu halal dalam Islam. Ada pernikahan-pernikahan yang wajib dibatalkan karena hukumnya haram dan telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam buku fiqih berjudul Minhajul Muslim karya Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, disebutkan Di antara pernikahan-pernikahan yang tidak sah yang dilarang Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam, sebagai berikut :
Pertama, pernikahan mut'ah . Yaitu pernikahan sampai batas waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Contoh : Seorang laki-laki menikahi wanita untuk jangka waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Dalam hadis dari Ali bin Abi Thalib dikatakan bahwa Rasulullah Shallalhu 'Alaihi wa sallam menyatakan dengan tegas larangan seorang laki-laki menikahi wanita secara mut'ah dan juga melarang memakan keledai liar. Hadis ini disampaikan ketika terjadi perang Khaibar.
Sehingga pernikahan mut'ah tidak sah. Jadi wajib dibatalkan kapan saja terjadi, mahar tetap harus dibayarkan jika laki-laki tersebut telah menggauli wanitanya namun tidak wajib menyerahkan mahar jika belum terjadi hubungan badan suami istri.
Kedua, pernikahan syighar. Yaitu si A menikahkan putrinya dengan si B dengan syarat si B menikahkan putrinya dengannya, baik disebutkan maharnya atau tidak disebutkan. Dhadis alilnya adalah :
(1) Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda : Tidak ada syighar dalam Islam. (HR. Muslim)
(2) Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah melarang syighar. Syighar itulah seorang berkata nikahkan aku dengan putrimu niscaya aku akan menikahkanmu dengan putriku. Atau berkata nikahkan aku dengan saudara perempuanmu niscaya aku akan menikahkanmu dengan saudara perempuanku. (HR. Muslim). (3) Abdullah bin Umar Radhiyallahu'anhuma berkata, sesungguhnya Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam melarang syighar. Syighar adalah seorang ayah menikahkan putrinya dengan seseorang dengan syarat orang tersebut menikahkan dirinya dengan putrinya tanpa mahar di antara keduanya. (Mutafaq Alaih).
Hukum pernikahan syighar adalah dibatalkan sebelum laki-laki mengauli wanitanya. Jika laki-laki tersebut telah menggaulinya maka pernikahannya tetap dibatalkan jia pernikahan tersebut tidak menggunakan mahar. Tetapi jika telah menggunakan mahar maka pernikahan lanjut dan tidak dibatalkan.
Ketiga, pernikahan muhalil. Yakni pernikahan yang dimaksudkan untuk menghalalkan istri yang telah ditalak tiga. Jadi seorang istri yang telah ditalak tiga suaminya dan karena itulah suaminya dilarang rujuk kepadanya berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 230).
Pernikahan seperti itu harus dibatalkan dan wanita tersebut tidak halal bagi suami yang telah mentalaknya dengan talak tiga. Ulama fiqih yang mengharamkan dan membatalkan nikah muhallil (istri yang telah ditalak untuk menghalalkannya kembali dengannya) di antara mereka adalah Al Hasan, Ibrahim An-Nakha'i, Qatadah, Imam Malik, Al Laits, Ats-Tsauri, Ibnu Al Mubarak, dan Imam Syafii.
Keempat, pernikahan orang yang sedang ihram. Sabda Rasulullah menyebutkan, "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikahkan dan dinikahkan." (HR. Muslim). Artinya bahwa saat sedang ihram, pernikahan tersebut tidak sah dan batal. Dan jika orang tersebut tetap ingin melanjutkan pernikahannnya maka ia harus mengulangi akadnya setelah ia selesai melaksanakan haji atau umrah.
Kelima, pernikahan dalam masa iddah. Haram hukumnya wanita yang dalam masa iddah karena bercerai atau suaminya meninggal untuk menikah dengan laki-laki lain. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah : 235)
Keenam, pernikahan tanpa adanya wali. Pernikahan yang tanpa seizin wali atau tidak ada wali maka nikahnya tidak sah dan batil karena rukun-rukunnya tidak lengkap. Rasulullah bersabda :"Tidak ada pernikahan tanpa wali."
Ketujuh, pernikahan laki-laki dengan wanita kafir. Karena Allah Ta'ala berfirman :
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (Al-Baqarah : 221)
Penjelasannya adalah dilarang kepada kaum muslimin untuk menikahi wanita-wanita musyrik, wanita-wanita para penyembah berhala, sampai mereka mau masuk ke dalam Islam. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya wanita budak sahaya, yang tidak memiliki harta dan kedudukan tinggi, yang beriman kepada Allah, lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun (pesona) wanita musyrik yang merdeka itu mengundang decak kagum kalian.
Dan janganlah kalian menikahkan wanita-wanita muslimah (baik merdeka ataupun hamba sahaya) dengan lelaki-lelaki musyrikin, sehingga mereka mau beriman kepada Allah dan rasul Nya. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya seorang budak lelaki beriman, meskipun dia miskin dia tetap lebih baik daripada lelaki musyrik, meskipun lelaki musyrik itu membuat kalian terkagum-kagum kepadanya. Orang-orang yang memiliki keyakinan syirik, lelaki maupun perempuan, menyeru orang yang mempergauli mereka kepada sesuatu yang menyeret kepada neraka.
Sedangkan Allah subhanahu wata’ala menyeru hamba-hamba Nya kepada agama Nya yang Haq yang mendorong mereka masuk surga dan ampunan bagi dosa-dosa mereka, dan Dia menerangkan ayat-ayat dan hukum-hukum pada sekalian manusia, agar mereka mengingat dan dapat mengambil pelajaran.
Jadi, Allah melarang orang-orang beriman dari pernikahan dengan orang-orang musyrik. Hal ini karena orang-orang musyrik jauh dari rahmat Allah, mereka mengajak orang-orang yang berinteraksi dengan mereka untuk melakukan keburukan yang dapat menjerumuskan ke neraka. Sedangkan Allah mengajak kalian kepada agama Islam yang dapat membawa kalian kepada surga dan ampunan dari dosa. Allah menjelaskan ayat dan hukum-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.
Wallahu A'lam
Pertama, pernikahan mut'ah . Yaitu pernikahan sampai batas waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Contoh : Seorang laki-laki menikahi wanita untuk jangka waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Dalam hadis dari Ali bin Abi Thalib dikatakan bahwa Rasulullah Shallalhu 'Alaihi wa sallam menyatakan dengan tegas larangan seorang laki-laki menikahi wanita secara mut'ah dan juga melarang memakan keledai liar. Hadis ini disampaikan ketika terjadi perang Khaibar.
Sehingga pernikahan mut'ah tidak sah. Jadi wajib dibatalkan kapan saja terjadi, mahar tetap harus dibayarkan jika laki-laki tersebut telah menggauli wanitanya namun tidak wajib menyerahkan mahar jika belum terjadi hubungan badan suami istri.
Kedua, pernikahan syighar. Yaitu si A menikahkan putrinya dengan si B dengan syarat si B menikahkan putrinya dengannya, baik disebutkan maharnya atau tidak disebutkan. Dhadis alilnya adalah :
(1) Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda : Tidak ada syighar dalam Islam. (HR. Muslim)
(2) Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah melarang syighar. Syighar itulah seorang berkata nikahkan aku dengan putrimu niscaya aku akan menikahkanmu dengan putriku. Atau berkata nikahkan aku dengan saudara perempuanmu niscaya aku akan menikahkanmu dengan saudara perempuanku. (HR. Muslim). (3) Abdullah bin Umar Radhiyallahu'anhuma berkata, sesungguhnya Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam melarang syighar. Syighar adalah seorang ayah menikahkan putrinya dengan seseorang dengan syarat orang tersebut menikahkan dirinya dengan putrinya tanpa mahar di antara keduanya. (Mutafaq Alaih).
Hukum pernikahan syighar adalah dibatalkan sebelum laki-laki mengauli wanitanya. Jika laki-laki tersebut telah menggaulinya maka pernikahannya tetap dibatalkan jia pernikahan tersebut tidak menggunakan mahar. Tetapi jika telah menggunakan mahar maka pernikahan lanjut dan tidak dibatalkan.
Ketiga, pernikahan muhalil. Yakni pernikahan yang dimaksudkan untuk menghalalkan istri yang telah ditalak tiga. Jadi seorang istri yang telah ditalak tiga suaminya dan karena itulah suaminya dilarang rujuk kepadanya berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُۥ ۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
"Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 230).
Pernikahan seperti itu harus dibatalkan dan wanita tersebut tidak halal bagi suami yang telah mentalaknya dengan talak tiga. Ulama fiqih yang mengharamkan dan membatalkan nikah muhallil (istri yang telah ditalak untuk menghalalkannya kembali dengannya) di antara mereka adalah Al Hasan, Ibrahim An-Nakha'i, Qatadah, Imam Malik, Al Laits, Ats-Tsauri, Ibnu Al Mubarak, dan Imam Syafii.
Keempat, pernikahan orang yang sedang ihram. Sabda Rasulullah menyebutkan, "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikahkan dan dinikahkan." (HR. Muslim). Artinya bahwa saat sedang ihram, pernikahan tersebut tidak sah dan batal. Dan jika orang tersebut tetap ingin melanjutkan pernikahannnya maka ia harus mengulangi akadnya setelah ia selesai melaksanakan haji atau umrah.
Kelima, pernikahan dalam masa iddah. Haram hukumnya wanita yang dalam masa iddah karena bercerai atau suaminya meninggal untuk menikah dengan laki-laki lain. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah : 235)
Keenam, pernikahan tanpa adanya wali. Pernikahan yang tanpa seizin wali atau tidak ada wali maka nikahnya tidak sah dan batil karena rukun-rukunnya tidak lengkap. Rasulullah bersabda :"Tidak ada pernikahan tanpa wali."
Ketujuh, pernikahan laki-laki dengan wanita kafir. Karena Allah Ta'ala berfirman :
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (Al-Baqarah : 221)
Penjelasannya adalah dilarang kepada kaum muslimin untuk menikahi wanita-wanita musyrik, wanita-wanita para penyembah berhala, sampai mereka mau masuk ke dalam Islam. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya wanita budak sahaya, yang tidak memiliki harta dan kedudukan tinggi, yang beriman kepada Allah, lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun (pesona) wanita musyrik yang merdeka itu mengundang decak kagum kalian.
Dan janganlah kalian menikahkan wanita-wanita muslimah (baik merdeka ataupun hamba sahaya) dengan lelaki-lelaki musyrikin, sehingga mereka mau beriman kepada Allah dan rasul Nya. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya seorang budak lelaki beriman, meskipun dia miskin dia tetap lebih baik daripada lelaki musyrik, meskipun lelaki musyrik itu membuat kalian terkagum-kagum kepadanya. Orang-orang yang memiliki keyakinan syirik, lelaki maupun perempuan, menyeru orang yang mempergauli mereka kepada sesuatu yang menyeret kepada neraka.
Sedangkan Allah subhanahu wata’ala menyeru hamba-hamba Nya kepada agama Nya yang Haq yang mendorong mereka masuk surga dan ampunan bagi dosa-dosa mereka, dan Dia menerangkan ayat-ayat dan hukum-hukum pada sekalian manusia, agar mereka mengingat dan dapat mengambil pelajaran.
Jadi, Allah melarang orang-orang beriman dari pernikahan dengan orang-orang musyrik. Hal ini karena orang-orang musyrik jauh dari rahmat Allah, mereka mengajak orang-orang yang berinteraksi dengan mereka untuk melakukan keburukan yang dapat menjerumuskan ke neraka. Sedangkan Allah mengajak kalian kepada agama Islam yang dapat membawa kalian kepada surga dan ampunan dari dosa. Allah menjelaskan ayat dan hukum-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.
Wallahu A'lam
(wid)