Kisah Nabi Isa yang Dianggap Melanggar Hari Sabat
loading...
A
A
A
Kisah berikut ini dinukil dari buku berjudul "Tales of The Dervishes" karya Idries Shah yang diterjemahkan Ahmad Bahar menjadi "Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi"
Ketika masih kanak-kanak, suatu hari Yesus , putra Maryam, membentuk burung-burung kecil dari tanah liat. Anak-anak sebayanya yang gagal melakukan hal serupa, lari kepada orang tua mereka dan bercerita, mengadu apa adanya. Lalu, sampailah berita itu ke telinga para pemuka agama. Kata mereka: "Perbuatan itu tidak dibenarkan dilakukan pada hari Sabat." Hari itu adalah hari Sabtu.
Mereka pun pergi ke kolam menemui putra Maryam sedang duduk-duduk. Kepadanya mereka bertanya di mana gerangan burung-burung tanah liat itu. Sebagai jawabannya, Yesus pun menunjuk ke arah burung-burung yang telah selesai dibuatnya, dan burung-burung itu pun terbang pergi.
"Dia tidak melanggar hari Sabat, sebab bukan dia yang membuat burung-burung itu. Mustahil seorang dapat membuat burung yang bisa terbang," kata seorang tua-tua.
"Keterampilan yang sangat mengagumkan. Aku akan mempelajarinya," kata yang lain.
"Bukan. Itu bukan keterampilan, itu tipuan," kata yang ketiga.
Dengan demikian, tidak ada pelanggaran terhadap hari Sabat, dan keterampilan itu pun tidak bisa diajarkan kepada orang lain. Perihal penipuan, para tua-tua sebagaimana juga kanak-kanak tersebut telah menipu diri sendiri, sebab mereka tidak mengetahui maksud dari pembuatan burung-burung itu.
Alasan mengapa orang tidak bekerja pada hari Sabat sudah dilupakan. Manakah yang tipuan dan mana yang bukan, serta segala pengetahuan tentang hal itu merupakan sebuah kecacatan dari para pemuka agama tersebut. Maksud dan tujuan dari suatu keterampilan dan tindakan tidak diketahui oleh mereka, itu pula yang terjadi dalam peristiwa pemanjangan papan kayu.
Lebih lanjut dikisahkan bahwa suatu hari Yesus, putra Maryam, sedang berada di tempat kerja Yusuf, Si Tukang Kayu. Ketika sepotong papan dirasa kependekan, Yesus menariknya, dan entah bagaimana kayu itu, dengan cara tertentu, menjadi lebih panjang.
Ketika kisah ini terdengar oleh khalayak, sebagian berkata, "Yang Ia lakukan itu mukjizat, niscaya anak ini akan menjadi orang suci."
Kata yang lain, "Kami tidak mempercayainya, kecuali jika kami melihatnya dengan mata kami sendiri.
"Kelompok ketiga berkata, "Mukjizat itu tidak mungkin benar adanya, karena itu harus dihapuskan dari buku-buku."
Ketiga kelompok itu, dengan perkiraan masing-masing, mendapat jawaban yang sama sebab tak ada dari mereka yang mengetahui tujuan dan arti sesungguhnya yang terkandung dalam pernyataan: "Ia memanjangkan sepotong papan."
Menurut Idries Shah, para pengarang Sufi sering kali menganggap Yesus sebagai Jalan (a Master of the Way).
Sebagai tambahan, ada banyak sekali tradisi lisan tentang Yesus di Timur Tengah sekarang, yang menunggu seorang penulis. Kisah ini ditemukan, dengan sedikit perbedaan bentuk, dalam lebih dari satu koleksi Darwis.
Para Sufi berkata bahwa 'Anak seorang Tukang Kayu' dan penamaan berdasarkan profesi lainnya yang disandangkan pada karakter-karakter dalam Injil merupakan penyebutan belaka dan tidak secara memadai menerangkan pekerjaan seseorang.
Ketika masih kanak-kanak, suatu hari Yesus , putra Maryam, membentuk burung-burung kecil dari tanah liat. Anak-anak sebayanya yang gagal melakukan hal serupa, lari kepada orang tua mereka dan bercerita, mengadu apa adanya. Lalu, sampailah berita itu ke telinga para pemuka agama. Kata mereka: "Perbuatan itu tidak dibenarkan dilakukan pada hari Sabat." Hari itu adalah hari Sabtu.
Baca Juga
Mereka pun pergi ke kolam menemui putra Maryam sedang duduk-duduk. Kepadanya mereka bertanya di mana gerangan burung-burung tanah liat itu. Sebagai jawabannya, Yesus pun menunjuk ke arah burung-burung yang telah selesai dibuatnya, dan burung-burung itu pun terbang pergi.
"Dia tidak melanggar hari Sabat, sebab bukan dia yang membuat burung-burung itu. Mustahil seorang dapat membuat burung yang bisa terbang," kata seorang tua-tua.
"Keterampilan yang sangat mengagumkan. Aku akan mempelajarinya," kata yang lain.
"Bukan. Itu bukan keterampilan, itu tipuan," kata yang ketiga.
Dengan demikian, tidak ada pelanggaran terhadap hari Sabat, dan keterampilan itu pun tidak bisa diajarkan kepada orang lain. Perihal penipuan, para tua-tua sebagaimana juga kanak-kanak tersebut telah menipu diri sendiri, sebab mereka tidak mengetahui maksud dari pembuatan burung-burung itu.
Alasan mengapa orang tidak bekerja pada hari Sabat sudah dilupakan. Manakah yang tipuan dan mana yang bukan, serta segala pengetahuan tentang hal itu merupakan sebuah kecacatan dari para pemuka agama tersebut. Maksud dan tujuan dari suatu keterampilan dan tindakan tidak diketahui oleh mereka, itu pula yang terjadi dalam peristiwa pemanjangan papan kayu.
Baca Juga
Lebih lanjut dikisahkan bahwa suatu hari Yesus, putra Maryam, sedang berada di tempat kerja Yusuf, Si Tukang Kayu. Ketika sepotong papan dirasa kependekan, Yesus menariknya, dan entah bagaimana kayu itu, dengan cara tertentu, menjadi lebih panjang.
Ketika kisah ini terdengar oleh khalayak, sebagian berkata, "Yang Ia lakukan itu mukjizat, niscaya anak ini akan menjadi orang suci."
Kata yang lain, "Kami tidak mempercayainya, kecuali jika kami melihatnya dengan mata kami sendiri.
"Kelompok ketiga berkata, "Mukjizat itu tidak mungkin benar adanya, karena itu harus dihapuskan dari buku-buku."
Ketiga kelompok itu, dengan perkiraan masing-masing, mendapat jawaban yang sama sebab tak ada dari mereka yang mengetahui tujuan dan arti sesungguhnya yang terkandung dalam pernyataan: "Ia memanjangkan sepotong papan."
Menurut Idries Shah, para pengarang Sufi sering kali menganggap Yesus sebagai Jalan (a Master of the Way).
Sebagai tambahan, ada banyak sekali tradisi lisan tentang Yesus di Timur Tengah sekarang, yang menunggu seorang penulis. Kisah ini ditemukan, dengan sedikit perbedaan bentuk, dalam lebih dari satu koleksi Darwis.
Para Sufi berkata bahwa 'Anak seorang Tukang Kayu' dan penamaan berdasarkan profesi lainnya yang disandangkan pada karakter-karakter dalam Injil merupakan penyebutan belaka dan tidak secara memadai menerangkan pekerjaan seseorang.
(mhy)