Kisah Perang Hunain : Sejarah, Strategi, dan Pelajaran untuk Kaum Muslimin
loading...
A
A
A
Kisah perang Hunain : sejarah, strategi, dan pelajaran untuk kaum muslimin menjadi kisah sejarah perang yang sangat heroik yang kisahnya diabadikan dalam Al-Qur'an . Dinamakan Hunain karena perang ini terjadi di sebuah lembah Hunanin, yakni letaknya sebelum Thaif. Jaraka antara tempat ini dengan Mekkah sejauh 3 malam perjalanan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman terkait perang Hunain ini :
(Laqad nasarakumul laahu fii mawaatina kasiiratinw wa yawma Hunainin iz a'jabatkum kasratukum falam tughni 'ankum shai'anw wa daaqat 'alaikumul ardu bimaa rahubat summa wallaitum mudbiriin)
"Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang." (QS. At Taubah: 25).
Dikisahkan dalam Ar-Rasul Al-Qooid karya Asy-Syaikh Mahmud Syeit Khatthab, bahwa sebelum berlangsungnya pertempuran, Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam mendengar kabar tentang berkumpulnya para pasukan Hawazun da Tsaqif (kabilah musyrik setelah Futuh Mekkah) hendak melancarkan serangan kepada kaum muslimin . Lalu Beliau Shallalahu 'Alaihi wa Sallam mengirim Abdullah bin Abu Hadrad
Al-Aslami untuk pergi ke kawasan berkumpulnya kaum musyrikin guna memastikan berita tersebut.
Abdullah Al-Aslami kemudian menyampaikan informasi bahwa kaum musyrikin dari Hawazun dan Tsaqif telah menyiapkan pasukan di lembah Authas dan sudah bersiaga menyerang kaum mulismin. Kemudian kaum muslimin menyiapkan perlengkapan yang sangat kuat yaitu sekitar 100 baju besi dan perlengkapan senjatanya. Setelah kaum muslimin selesai menyiapkan perlengkapan perangnya, maka bergeraklah ke arah Hunain.
Pasukan depan terdiri dari dari orang-orang Banu Sulaim yang dipimpin oleh Khalid bin Walid yang di depannya lagi ada beberapa pasukan berkuda. Ada beberapa pasukan lagi diantaranya adalah pasukan Hijau yang terdiri dari kaum muhajirin dan Anshar berada di belakang induk pasukan. Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam sendiri ikut dalam rombongan tersebut.
Pasukan kaum muslimin sampai di lembah Hunain pada fajar hari. Persiapan pasukan kaum Muslimin di perang Hunain begitu sempurna.
Kaum muslimin mengatakan tentang kekuatan pasukan ini : "Kita tidak akan dikalahkan hari ini".
Begitu tiba di Hunain dan mulai menyusuri lembah, masih dalam keremangan subuh, pasukan Hawazin secara serempak dan tiba-tiba menyerang kaum muslimin yang belum bersiap sepenuhnya. Ternyata pasukan Hawazin telah bersembunyi lebih dahulu di balik-balik bukit lembah Hunain. Mereka betul-betul menjalankan strategi Duraid bin Ash-Shimmah untuk melakukan serangan mendadak dan serempak.
Mendapat serangan mendadak ini, meskipun tersentak, kaum muslimin dapat juga melakukan pembalasan dan menyerang mereka dengan hebat. Akhirnya pasukan musuh kewalahan dan melarikan diri serta meninggalkan kaum muslimin dengan ghanimah yang cukup banyak. Kejadian ini mungkin persis dengan peristiwa Uhud, sebelum mereka dihabisi oleh pasukan berkuda yang ketika itu dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid.
Kaum muslimin akhirnya sibuk dengan ghanimah, lupa jalannya pertempuran dan lengah, padahal musuh belum ditumpas seluruhnya, dan mereka masih bersembunyi.
Melihat keadaan ini, pasukan musuh mulai melancarkan serangan mematikan. Ratusan panah dan tombak bahkan batu-batu meluncur bagai hujan yang sangat deras menyerang kaum muslimin. Jeritan kematian berkumandang, pekik kesakitan terdengar riuh. Sebagian pasukan muslimin melarikan diri meninggalkan gelanggang pertempuran. Mereka terus berlari kocar-kacir meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan beberapa gelintir sahabatnya, di antaranya Abu Bakr dan ‘Umar radhiyallahu anhuma. Sementara itu, kendali bighal beliau dipegang oleh saudaranya Abu Sufyan bin Al-Harits bersama ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib radhiyallahu anhuma.
Pasukan berkuda Banu Sulaim mulai tercerai-berai, lari meninggalkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu diikuti orang-orang Makkah dan yang lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri mengambil posisi di sebelah kanan sambil memanggil: “Wahai kaum muslimin, ke sini! Aku Rasulullah. Aku Muhammad bin ‘Abdullah!” Tapi tak ada yang menoleh. Orang-orang berlarian, kecuali beberapa gelintir sahabat dan ahli bait beliau, seperti ‘Ali, ‘Abbas, Abu Sufyan, Fadhl bin ‘Abbas, dan lainnya.
Allah Subhanahuwata’ala berfirman:
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir.” (At-Taubah: 26)
Melihat pasukan muslimin semakin lemah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan ‘Abbas untuk berseru lantang: “Wahai ‘Abbas, panggil para pengikut Bai’at Ridhwan (Ash-habus Samurah).” ‘Abbas mulai berseru: “Wahai orang-orang Anshar yang menampung dan membela. Wahai kaum Muhajirin yang bersumpah setia di bawah pohon. Ini Muhammad masih hidup, kemari!” ‘Abbas mengulangi seruannya: “Wahai Ash-habus Samurah. Wahai penghafal Surat Al-Baqarah!”
Teriakan ‘Abbas menggema mengalahkan dentingan pedang dan tombak yang beradu. Menembus ke dalam jantung mereka yang mengerti arti panggilan itu.Serta-merta dengan izin Allah Subhanahuwata’ala, terbangkitlah semangat kaum muslimin. Bagaikan sapi betina yang meradang melihat anaknya terancam bahaya, prajurit muslimin berbalik menyambut seruan ‘Abbas: “Labbaik, labbaik.”
Mereka yang berada di atas kuda dan untanya berusaha membelokkan unta dan kudanya ke arah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang berada di tengah-tengah kepungan musuh. Perlahan tapi pasti, mulai terkumpul kembali seratus orang di sekitar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam memungut beberapa butir kerikil lalu melemparkannya ke arah musuh sambil berkata: “Wajah-wajah buruk.” Muka yang terkena lemparan menjadi hitam. Perang semakin memuncak. Pasukan muslimin yang tadi melarikan diri, mulai merapat ke arah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Pertempuran sengit semakin berkobar. Satu demi satu korban dari pihak musuh mulai bertambah. Ali bin ‘Abi Thalib radhiyallahu anhu menewaskan lebih dari 40 orang. Sementara Khalid bin Al-Walid radhiyallahu anhu terluka cukup berat.
Jubair bin Muth’im menceritakan: “Sungguh sebelum kekalahan musuh ini, aku melihat ada orang-orang yang berperang seperti bayangan hitam yang turun dari langit, jatuh ke tengah-tengah kami. Aku lihat semut hitam memenuhi perut lembah, dan ternyata akhirnya mereka kalah. Aku tidak sangsi kalau mereka adalah malaikat.”
Setelah menempatkan ghanimah tersebut di tempat yang aman, mulailah kaum muslimin menyiapkan senjata untuk mengejar musuh yang melarikan diri. Kaum musyrikin yang dipimpin Malik bin ‘Auf berlari menuju Thaif dan menyusun pasukan di Authas. Ketika mereka di Authas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim pasukan dipimpin oleh Abu ‘Amir Al-Asy’ari. Terjadi pertempuran dan Abu ‘Amir terkena panah musuh dan gugur sebagai syahid.
Sengaja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menunggu beberapa hari dengan harapan ada pihak Hawazin yang datang masuk Islam, meminta tawanan dan harta mereka. Namun sudah ketetapan Allah Subhanahuwata’ala bahwa ghanimah berupa harta itu menjadi hak kaum muslimin. Kemudian mulailah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membagikan ghanimah yang diperoleh dalam perang Hunain itu.
Beliau memberi harta itu kepada orang-orang yang dilunakkan hati mereka kepada Islam. Abu Sufyan diberi seratus ekor unta dan 40 uqiyah perak. Mu’awiyah juga menerima jumlah yang sama. Setelah itu, beliau memberi Hakim bin Hizam seratus ekor unta dan dia minta seratus lagi, beliau memberinya. Kemudian An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah menerima seratus ekor unta. Kemudian beberapa orang lainnya dari pembesar Quraisy. Ghanimah yang dibagikan itu hampir mencapai 14.850 ekor unta, yang diambil dari khumus.
Beliau Shallalahu 'Alaihi wa Sallam perintahkan Zaid bin Tsabit menghitung kambing dan jumlah pasukan. Baru kemudian beliau bagikan kepada pasukan. Setiap orang menerima empat ekor unta dan empat puluh ekor kambing. Kalau dia dari pasukan berkuda, dia menerima 12 ekor unta dan 120 ekor kambing.
Sebuah renungan dan pelajaran yang perlu dicamkan. Di Perang Hunain, jumlah kaum muslim 3x lipat lebih besar dari pasukan musuh. Namun kaum muslimin kalah di putaran pertama, akibat merasa bangga dengan jumlah yang banyak.
Merasa ujub dengan jumlah yang banyak ternyata menjadi sebab kaum muslimin sempat terdesak dan terpukul mundur di perang Hunain.
Wallahu A'lam
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman terkait perang Hunain ini :
لَـقَدۡ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ فِىۡ مَوَاطِنَ كَثِيۡرَةٍ ۙ وَّيَوۡمَ حُنَيۡنٍ ۙ اِذۡ اَعۡجَبَـتۡكُمۡ كَثۡرَتُكُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنۡكُمۡ شَيۡـًٔـا وَّضَاقَتۡ عَلَيۡكُمُ الۡاَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ ثُمَّ وَلَّـيۡتُمۡ مُّدۡبِرِيۡنَۚ
(Laqad nasarakumul laahu fii mawaatina kasiiratinw wa yawma Hunainin iz a'jabatkum kasratukum falam tughni 'ankum shai'anw wa daaqat 'alaikumul ardu bimaa rahubat summa wallaitum mudbiriin)
"Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang." (QS. At Taubah: 25).
Dikisahkan dalam Ar-Rasul Al-Qooid karya Asy-Syaikh Mahmud Syeit Khatthab, bahwa sebelum berlangsungnya pertempuran, Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam mendengar kabar tentang berkumpulnya para pasukan Hawazun da Tsaqif (kabilah musyrik setelah Futuh Mekkah) hendak melancarkan serangan kepada kaum muslimin . Lalu Beliau Shallalahu 'Alaihi wa Sallam mengirim Abdullah bin Abu Hadrad
Al-Aslami untuk pergi ke kawasan berkumpulnya kaum musyrikin guna memastikan berita tersebut.
Abdullah Al-Aslami kemudian menyampaikan informasi bahwa kaum musyrikin dari Hawazun dan Tsaqif telah menyiapkan pasukan di lembah Authas dan sudah bersiaga menyerang kaum mulismin. Kemudian kaum muslimin menyiapkan perlengkapan yang sangat kuat yaitu sekitar 100 baju besi dan perlengkapan senjatanya. Setelah kaum muslimin selesai menyiapkan perlengkapan perangnya, maka bergeraklah ke arah Hunain.
Pasukan depan terdiri dari dari orang-orang Banu Sulaim yang dipimpin oleh Khalid bin Walid yang di depannya lagi ada beberapa pasukan berkuda. Ada beberapa pasukan lagi diantaranya adalah pasukan Hijau yang terdiri dari kaum muhajirin dan Anshar berada di belakang induk pasukan. Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam sendiri ikut dalam rombongan tersebut.
Pasukan kaum muslimin sampai di lembah Hunain pada fajar hari. Persiapan pasukan kaum Muslimin di perang Hunain begitu sempurna.
Kaum muslimin mengatakan tentang kekuatan pasukan ini : "Kita tidak akan dikalahkan hari ini".
Begitu tiba di Hunain dan mulai menyusuri lembah, masih dalam keremangan subuh, pasukan Hawazin secara serempak dan tiba-tiba menyerang kaum muslimin yang belum bersiap sepenuhnya. Ternyata pasukan Hawazin telah bersembunyi lebih dahulu di balik-balik bukit lembah Hunain. Mereka betul-betul menjalankan strategi Duraid bin Ash-Shimmah untuk melakukan serangan mendadak dan serempak.
Mendapat serangan mendadak ini, meskipun tersentak, kaum muslimin dapat juga melakukan pembalasan dan menyerang mereka dengan hebat. Akhirnya pasukan musuh kewalahan dan melarikan diri serta meninggalkan kaum muslimin dengan ghanimah yang cukup banyak. Kejadian ini mungkin persis dengan peristiwa Uhud, sebelum mereka dihabisi oleh pasukan berkuda yang ketika itu dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid.
Kaum muslimin akhirnya sibuk dengan ghanimah, lupa jalannya pertempuran dan lengah, padahal musuh belum ditumpas seluruhnya, dan mereka masih bersembunyi.
Melihat keadaan ini, pasukan musuh mulai melancarkan serangan mematikan. Ratusan panah dan tombak bahkan batu-batu meluncur bagai hujan yang sangat deras menyerang kaum muslimin. Jeritan kematian berkumandang, pekik kesakitan terdengar riuh. Sebagian pasukan muslimin melarikan diri meninggalkan gelanggang pertempuran. Mereka terus berlari kocar-kacir meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan beberapa gelintir sahabatnya, di antaranya Abu Bakr dan ‘Umar radhiyallahu anhuma. Sementara itu, kendali bighal beliau dipegang oleh saudaranya Abu Sufyan bin Al-Harits bersama ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib radhiyallahu anhuma.
Pasukan berkuda Banu Sulaim mulai tercerai-berai, lari meninggalkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu diikuti orang-orang Makkah dan yang lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri mengambil posisi di sebelah kanan sambil memanggil: “Wahai kaum muslimin, ke sini! Aku Rasulullah. Aku Muhammad bin ‘Abdullah!” Tapi tak ada yang menoleh. Orang-orang berlarian, kecuali beberapa gelintir sahabat dan ahli bait beliau, seperti ‘Ali, ‘Abbas, Abu Sufyan, Fadhl bin ‘Abbas, dan lainnya.
Allah Subhanahuwata’ala berfirman:
ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir.” (At-Taubah: 26)
Melihat pasukan muslimin semakin lemah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan ‘Abbas untuk berseru lantang: “Wahai ‘Abbas, panggil para pengikut Bai’at Ridhwan (Ash-habus Samurah).” ‘Abbas mulai berseru: “Wahai orang-orang Anshar yang menampung dan membela. Wahai kaum Muhajirin yang bersumpah setia di bawah pohon. Ini Muhammad masih hidup, kemari!” ‘Abbas mengulangi seruannya: “Wahai Ash-habus Samurah. Wahai penghafal Surat Al-Baqarah!”
Teriakan ‘Abbas menggema mengalahkan dentingan pedang dan tombak yang beradu. Menembus ke dalam jantung mereka yang mengerti arti panggilan itu.Serta-merta dengan izin Allah Subhanahuwata’ala, terbangkitlah semangat kaum muslimin. Bagaikan sapi betina yang meradang melihat anaknya terancam bahaya, prajurit muslimin berbalik menyambut seruan ‘Abbas: “Labbaik, labbaik.”
Mereka yang berada di atas kuda dan untanya berusaha membelokkan unta dan kudanya ke arah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang berada di tengah-tengah kepungan musuh. Perlahan tapi pasti, mulai terkumpul kembali seratus orang di sekitar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam memungut beberapa butir kerikil lalu melemparkannya ke arah musuh sambil berkata: “Wajah-wajah buruk.” Muka yang terkena lemparan menjadi hitam. Perang semakin memuncak. Pasukan muslimin yang tadi melarikan diri, mulai merapat ke arah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Pertempuran sengit semakin berkobar. Satu demi satu korban dari pihak musuh mulai bertambah. Ali bin ‘Abi Thalib radhiyallahu anhu menewaskan lebih dari 40 orang. Sementara Khalid bin Al-Walid radhiyallahu anhu terluka cukup berat.
Jubair bin Muth’im menceritakan: “Sungguh sebelum kekalahan musuh ini, aku melihat ada orang-orang yang berperang seperti bayangan hitam yang turun dari langit, jatuh ke tengah-tengah kami. Aku lihat semut hitam memenuhi perut lembah, dan ternyata akhirnya mereka kalah. Aku tidak sangsi kalau mereka adalah malaikat.”
Setelah menempatkan ghanimah tersebut di tempat yang aman, mulailah kaum muslimin menyiapkan senjata untuk mengejar musuh yang melarikan diri. Kaum musyrikin yang dipimpin Malik bin ‘Auf berlari menuju Thaif dan menyusun pasukan di Authas. Ketika mereka di Authas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim pasukan dipimpin oleh Abu ‘Amir Al-Asy’ari. Terjadi pertempuran dan Abu ‘Amir terkena panah musuh dan gugur sebagai syahid.
Sengaja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menunggu beberapa hari dengan harapan ada pihak Hawazin yang datang masuk Islam, meminta tawanan dan harta mereka. Namun sudah ketetapan Allah Subhanahuwata’ala bahwa ghanimah berupa harta itu menjadi hak kaum muslimin. Kemudian mulailah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membagikan ghanimah yang diperoleh dalam perang Hunain itu.
Beliau memberi harta itu kepada orang-orang yang dilunakkan hati mereka kepada Islam. Abu Sufyan diberi seratus ekor unta dan 40 uqiyah perak. Mu’awiyah juga menerima jumlah yang sama. Setelah itu, beliau memberi Hakim bin Hizam seratus ekor unta dan dia minta seratus lagi, beliau memberinya. Kemudian An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah menerima seratus ekor unta. Kemudian beberapa orang lainnya dari pembesar Quraisy. Ghanimah yang dibagikan itu hampir mencapai 14.850 ekor unta, yang diambil dari khumus.
Beliau Shallalahu 'Alaihi wa Sallam perintahkan Zaid bin Tsabit menghitung kambing dan jumlah pasukan. Baru kemudian beliau bagikan kepada pasukan. Setiap orang menerima empat ekor unta dan empat puluh ekor kambing. Kalau dia dari pasukan berkuda, dia menerima 12 ekor unta dan 120 ekor kambing.
Sebuah renungan dan pelajaran yang perlu dicamkan. Di Perang Hunain, jumlah kaum muslim 3x lipat lebih besar dari pasukan musuh. Namun kaum muslimin kalah di putaran pertama, akibat merasa bangga dengan jumlah yang banyak.
Merasa ujub dengan jumlah yang banyak ternyata menjadi sebab kaum muslimin sempat terdesak dan terpukul mundur di perang Hunain.
Wallahu A'lam
(wid)