QS. Asy-Syu'ara' Ayat 189

فَكَذَّبُوۡهُ فَاَخَذَهُمۡ عَذَابُ يَوۡمِ الظُّلَّةِ​ؕ اِنَّهٗ كَانَ عَذَابَ يَوۡمٍ عَظِيۡمٍ‏
Fakazzabuuhu fa akhazahum 'azaabu Yawmiz zullah; innahuu kaana 'azaaba Yawmin 'Aziim
Kemudian mereka mendustakannya (Syuaib), lalu mereka ditimpa azab pada hari yang gelap. Sungguh, itulah azab pada hari yang dahsyat.
Juz ke-19
Tafsir
Kemudian mereka mendustakan apa yang disampaikan Nabi Syuaib, lalu tidak berapa lama, mereka ditimpa azab pada hari yang gelap. karena ditutupi awan. Dengan awan ini mereka menganggap bahwa mereka telah selamat, tapi secara mengejutkan mereka dihujani dengan api yang besar dari langit. Sungguh, azab itulah azab pada hari yang dahsyat. Peristiwa yang memilukan itu semestinya menjadi pelajaran bagi semua pihak.
Karena penduduk Madyan tetap membangkang, Syuaib mengancam dengan menyuruh mereka menunggu azab yang akan didatangkan Allah. Pada waktu yang dijanjikan Allah, datanglah malapetaka yang dahsyat menimpa mereka. Pada hari itu, mereka merasakan terik panas yang sangat menyesakkan napas. Tidak ada sesuatu pun yang dapat menolong mereka dari keadaan yang demikian, apakah berupa naungan rumah, ataupun air yang dapat diminum, dan sebagainya. Oleh karena itu, mereka ke luar ke tanah lapang dan bernaung di bawah segumpal awan yang menyejukkan. Dalam keadaan demikian, turunlah azab Allah berupa sambaran petir yang dahsyat yang ke luar dari gumpalan awan itu, dengan suara yang keras, dan menyebabkan bumi berguncang. Mereka semua mati tersungkur dengan muka tertelungkup ke tanah. Keadaan mereka itu seperti keadaan kaum Nabi Saleh yang ditimpa azab Allah sebelumnya. Adapun Nabi Syuaib dan orang-orang yang beriman diselamatkan Allah dari azab itu.
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Asy-Syu'ara'
Surat ini terdiri dari 227 ayat termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Dinamakan Asy Syu'araa' (kata jamak dari Asy Syaa'ir yang berarti penyair) diambil dari kata Asy Syuaraa' yang terdapat pada ayat 224, yaitu pada bagian terakhir surat ini, di kala Allah s.w.t. secara khusus menyebutkan kedudukan penyair- penyair. Para penyair-penyair itu mempunyai sifat-sifat yang jauh berbeda dengan para rasul-rasul; mereka diikuti oleh orang-orang yang sesat dan mereka suka memutar balikkan lidah dan mereka tidak mempunyai pendirian, perbuatan mereka tidak sesuai dengan tidak mempunyai pendirian, perbuatan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Sifat-sifat yang demikian tidaklah sekali-kali terdapat pada rasul-rasul. Oleh karena demikian tidak patut bila Nabi Muhammad s.a.w. dituduh sebagai penyair, dan Al Quran dituduh sebagai syair, Al Quran adalah wahyu Allah, bukan buatan manusia.