Kekurangan Adalah Kekuatan
A
A
A
SYEKH Amar Bugis terlahir dengan kondisi tubuh lumpuh total. Ia tidak bisa berdiri, bahkan kepalanya pun tidak bisa ditengokkan ke kanan dan ke kiri. Sejak lahir lidahnya selalu menjulur keluar. Praktis hanya kedua mata dan mulutnya yang masih berfungsi. Ajaibnya, segala kekurangan tersebut tidak membuatnya surut dalam menjalani kehidupan sebaliknya itu dijadikan modal untuk membuktikan diri.
Pada usia 13 tahun ia sudah merampungkan hafalan 30 juz Al-Qur’an. Semangatnya dalam mempelajari Al-Qur’an lebih besar dari manusia normal kebanyakan. Bahkan, ia mengajar sebagai dosen di Universitas Dubai. Banyak yang bertanya mengapa beliau menikmati hidupnya. Dalam bukunya ia menuliskan selalu berprasangka baik kepada Allah swt.
Sama seperti Syekh Amar Bugis, Dieke Oke Setiawati pun tidak mau menyerah dengan kekurangannya. Sejak bayi Kedua tanganya kecil, meringkuk tak bergerak dan kedua kakinya pun tidak bisa menopang tubuhnya yang kecil. Ia membutuhkan bantuan kursi roda untuk memindahkan tubuhnya kesana dan kemari. Namun, Bukan meratapi kekurangan tersebut ia malah menjadikan itu sebagai kekuatan. Tak mampu berdiri maupun berjalan, bukan masalah baginya. Baginya, tak apa berkekurangan di dunia, tetapi jangan sampai berkekurangan di akhirat.
Awalnya Dieke terlahir normal. Namun, beberapa bulan setelah kelahirannya tiba-tiba saja tubuhnya tak bisa bergerak. Sejak saat itu hingga kini berusia 34 tahun, ia tidak bisa bergerak kecuali berbicara dan melihat. Meskipun begitu, gadis asal Serambi Mekah, Aceh ini sudah memiliki 17 juz hafalan hanya dalam kurun waktu satu tahun.
Bahkan, ia menargetkan untuk menghatamkan hafalannya pada tahun ini. Hingga saat ini, ia menyebutkan, impiannya hanya satu yaitu memberikan hadiah terindah kepada kedua orang tuanya di Yaumul Qiyamah. Maka tak ayal jika, tiada hari tanpa menghafalkan Alquran, ia pun tak lelah untuk menyetorkan hafalannya melalui Qur'an Call PPPA Daarul Qur'an setiap harinya. Tidak hanya sekali dalam sehari melainkan bisa lima kali dalam sehari bahkan bisa menyetorkan hafalannya dalam satu juz sehari.
"Tidak lelah, tidak bosan, karena saya melakukannya dengan hati. Tak apa pula keadaan saya seperti ini, Allah lebih mengetahui apa yang kita butuhkan," lanjut gadis yang pernah berprestasi menulis saat dibangku sekolah itu.
Ia menceritakan, selama ini ibunda tercintanya selalu setia menemaninya menghafal Alquran. Tak letih memegangi Aquran dan membolak-balikanya, bahkan selalu siap sedia saat ia hendak menghubungi Qur'an Call untuk menyetorkan hafalannya atau memurajaah hafalnnya.
Menurutnya, Allah memberikan hal itu kepadanya bukan karena salah orang tua maupun Allah tidak menyayanginya. Tapi, karena ingin melindunginya dari langkah yang salah. Dengan kelemahan yang ada pada dirinya, justru memberikan kekuatan kepada dirinya untuk membutikan bahwa ia dan orang lainnya yang sama dengannya bisa menghafalkan Alquran tanpa kurang apapun.
Menurutnya, menghafalkan Alquran bukanlah perihal yang sulit jika benar-benar diniatkan dalam hati. Ketika sudah ditanamkan maka, apapun yang terjadi atau betapa sulitnya ayat yang dihafalkan. Menghafalkan Alquran akan lebih mudah.
Ia mengungkap, tak sedikit masyarakat yang pernah mengucilkannya ataupun meragukannya. Tapi, tambahnya, mampu tidaknya seseorang bukan terlihat dari fisik yang mereka miliki. Melainkan, kemauan dan keteguhan dalam melakukannya.
Dieke tidak menjadikan kekurangannya sebagai dispensasi. Disaat kebanyakan penderita difabel masuk sekolah khusus, Dieke sejak SD hingga perguruan tinggi memilih sekolah umum. Berteman kursi roda ia tekun mengkuti seluruh pelajaran. Ibunda tercint pun setia berada di sampingnya baik di kelas untuk membantunya menulis pelajaran, maupun di tempat umum lainnya.
"Saya maupun orang lain yang seperti ini, buka berarti kami tidak pantas dan tidak bisa bersekolah di sekolah pada umumnya. Tuhan saja tidak membedakan di antara kami, lalu bagaimana bisa manusia biasa membedakan dan menilai kami," lanjutnya.
Tak hanya ingin membuktikan diri tapi, ia pun berupaya untuk membantu teman-teman difable ataupun tuna netra lainnya. Ia menjadi perantara dan membantu temannya untuk mengaji melalui telepon atau menemuinya langsung.
Jangan menyerah, kata yang ia tekankan kepada teman-temannya. Mengingat, di dunia hanyalah sementera sedangkan perjuangan hidup untuk akhirat adalah selamanya.
Setiap manusia memiliki kekurangan masing-masing, termasuk dirinya dan teman-temannya. "Tapi, satu hal yang saya pelajari dari orang tua adalah jangan jadikan kelemahan itu sebagai pedoman. Cukuplah, Alquran sebagai pedoman." (Sumber : www.pppa.or.id )
Pada usia 13 tahun ia sudah merampungkan hafalan 30 juz Al-Qur’an. Semangatnya dalam mempelajari Al-Qur’an lebih besar dari manusia normal kebanyakan. Bahkan, ia mengajar sebagai dosen di Universitas Dubai. Banyak yang bertanya mengapa beliau menikmati hidupnya. Dalam bukunya ia menuliskan selalu berprasangka baik kepada Allah swt.
Sama seperti Syekh Amar Bugis, Dieke Oke Setiawati pun tidak mau menyerah dengan kekurangannya. Sejak bayi Kedua tanganya kecil, meringkuk tak bergerak dan kedua kakinya pun tidak bisa menopang tubuhnya yang kecil. Ia membutuhkan bantuan kursi roda untuk memindahkan tubuhnya kesana dan kemari. Namun, Bukan meratapi kekurangan tersebut ia malah menjadikan itu sebagai kekuatan. Tak mampu berdiri maupun berjalan, bukan masalah baginya. Baginya, tak apa berkekurangan di dunia, tetapi jangan sampai berkekurangan di akhirat.
Awalnya Dieke terlahir normal. Namun, beberapa bulan setelah kelahirannya tiba-tiba saja tubuhnya tak bisa bergerak. Sejak saat itu hingga kini berusia 34 tahun, ia tidak bisa bergerak kecuali berbicara dan melihat. Meskipun begitu, gadis asal Serambi Mekah, Aceh ini sudah memiliki 17 juz hafalan hanya dalam kurun waktu satu tahun.
Bahkan, ia menargetkan untuk menghatamkan hafalannya pada tahun ini. Hingga saat ini, ia menyebutkan, impiannya hanya satu yaitu memberikan hadiah terindah kepada kedua orang tuanya di Yaumul Qiyamah. Maka tak ayal jika, tiada hari tanpa menghafalkan Alquran, ia pun tak lelah untuk menyetorkan hafalannya melalui Qur'an Call PPPA Daarul Qur'an setiap harinya. Tidak hanya sekali dalam sehari melainkan bisa lima kali dalam sehari bahkan bisa menyetorkan hafalannya dalam satu juz sehari.
"Tidak lelah, tidak bosan, karena saya melakukannya dengan hati. Tak apa pula keadaan saya seperti ini, Allah lebih mengetahui apa yang kita butuhkan," lanjut gadis yang pernah berprestasi menulis saat dibangku sekolah itu.
Ia menceritakan, selama ini ibunda tercintanya selalu setia menemaninya menghafal Alquran. Tak letih memegangi Aquran dan membolak-balikanya, bahkan selalu siap sedia saat ia hendak menghubungi Qur'an Call untuk menyetorkan hafalannya atau memurajaah hafalnnya.
Menurutnya, Allah memberikan hal itu kepadanya bukan karena salah orang tua maupun Allah tidak menyayanginya. Tapi, karena ingin melindunginya dari langkah yang salah. Dengan kelemahan yang ada pada dirinya, justru memberikan kekuatan kepada dirinya untuk membutikan bahwa ia dan orang lainnya yang sama dengannya bisa menghafalkan Alquran tanpa kurang apapun.
Menurutnya, menghafalkan Alquran bukanlah perihal yang sulit jika benar-benar diniatkan dalam hati. Ketika sudah ditanamkan maka, apapun yang terjadi atau betapa sulitnya ayat yang dihafalkan. Menghafalkan Alquran akan lebih mudah.
Ia mengungkap, tak sedikit masyarakat yang pernah mengucilkannya ataupun meragukannya. Tapi, tambahnya, mampu tidaknya seseorang bukan terlihat dari fisik yang mereka miliki. Melainkan, kemauan dan keteguhan dalam melakukannya.
Dieke tidak menjadikan kekurangannya sebagai dispensasi. Disaat kebanyakan penderita difabel masuk sekolah khusus, Dieke sejak SD hingga perguruan tinggi memilih sekolah umum. Berteman kursi roda ia tekun mengkuti seluruh pelajaran. Ibunda tercint pun setia berada di sampingnya baik di kelas untuk membantunya menulis pelajaran, maupun di tempat umum lainnya.
"Saya maupun orang lain yang seperti ini, buka berarti kami tidak pantas dan tidak bisa bersekolah di sekolah pada umumnya. Tuhan saja tidak membedakan di antara kami, lalu bagaimana bisa manusia biasa membedakan dan menilai kami," lanjutnya.
Tak hanya ingin membuktikan diri tapi, ia pun berupaya untuk membantu teman-teman difable ataupun tuna netra lainnya. Ia menjadi perantara dan membantu temannya untuk mengaji melalui telepon atau menemuinya langsung.
Jangan menyerah, kata yang ia tekankan kepada teman-temannya. Mengingat, di dunia hanyalah sementera sedangkan perjuangan hidup untuk akhirat adalah selamanya.
Setiap manusia memiliki kekurangan masing-masing, termasuk dirinya dan teman-temannya. "Tapi, satu hal yang saya pelajari dari orang tua adalah jangan jadikan kelemahan itu sebagai pedoman. Cukuplah, Alquran sebagai pedoman." (Sumber : www.pppa.or.id )
(bbk)