Bulan Ramadhan, Kebangkitan Bagi Peradaban Islam
A
A
A
JAKARTA - Masa itu dunia dalam kegelapan. Hukum yang berlaku hanyalah hukum rimba. Siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Siapa yang lemah dialah yang tertindas. Kejahatan membabi buta. Kesewenangan dan kezaliman merajalela.Demikian Ustaz Dr Miftah el-Banjary menggambarkan keadaan pada masa itu. Tidak ada keadilan dan kebenaran yang absolut. Kebodohan hampir merata di seluruh lapisan masyarakat.
Nun jauh di gurun sahara nan tandus, di antara bebatuan cadas yang terjal, Allah menurunkan wahyu-Nya kepada seorang Nabi terpilih al-Mushtafa, Muhammad SAW. Wahyu itu berisi pesan-pesan ilahiyyah yang kelak merubah tatanan kehidupan masyakarat Arab Jahiliyyah di negeri Hijaz menjadi masyarakat berperadaban yang menguasai dunia.“Pesan ilahiyyah berupa Alquran itu tidak diturunkan di imperium bangsa Romawi atau istana-istana megah kerajaan Persia, melainkan di sebuah gua di kota Makkah yang jauh dari sebutan kota berperadaban dan sama sekali tak diperhitungkan,” kata Ustaz Miftah, alumnus Fakultas Sastra dan Bahasa Arab Institute of Arab Research & Studies League Arab, Kairo, Mesir, kepada SINDOnews, Jumat (11/5/2018).Ustaz Miftah memaparkan, ayat yang pertama kali turun berbunyi, “Iqra! Bacalah! Bacalah dengan nama Tuhan-mu!” (QS Al-Alaq:1-5). Lima ayat pertama yang turun di kota Makkah itu membawa pesan-pesan Ilahiyyah yang bukan saja menggoncangkan masyarakat Arab Jahiliyyah yang sejatinya belum terlalu mengenal tradisi membaca dan literasi, namun juga berhasil mengubah tatanan dunia menjadi peradaban baru.
Wahyu pertama yang menjadi revolusi bagi kebangkitan peradaban dunia itu diturunkan pada bulan yang suci. Malam yang mulia bertepatan 17 Ramadhan tahun 610 M. Bulan Ramadhan menjadi tonggak sejarah diawalinya peradaban Islam yang dalam rentang tidak lebih dari 30 tahun kemudian, masyarakat badui di gurun sahara mampu menguasai daratan Eropa.
“Meminjam istilah Nasr Hamid Abi Zayd yang menyatakan bahwa Islam dibangun atas dasar “Peradaban Teks” boleh jadi ada benarnya,” kata Dosen Pascasarjana PAI IAIC itu.
Semenjak turunnya Alquran, Alquran bukan saja sekedar dibaca, para kalangan sahabat, tabi’in, hingga generasi tabiit-tabiin berusaha memahami, menghayati, menggali, mengkaji bahkan mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa.
Hasilnya dari pendatadubran Alquran itu mucullah para ilmuwan muslim yang menghasilkan penemuan-penemuan yang mengubah dunia. Sebut saja Ibnu Sina penemu teori kedokteran. Khawarizmi penemu teori matematika al-Jabar.Kemudian Ibnu Khaldun penemu teori sosiologi, Ibnu Haitami penemu optik, Ibnu Firnas penemu pesawat terbang pertama kali di dunia dan masih banyak ilmuwan muslim yang lahir dari perenungan dan pentaduran Alquran.
Manakala Alquran dijadikan sebagai sumber motivasi dan inspirasi, Alquran menjadi sumber kekuatan penggerak, maka di sanalah lahir generasi-generasi yang akan mengubah dan menaklukkan dunia.“Kita bisa melihat lahirnya para penakluk dunia. Di antaranya Panglima besar Islam Thariq bin Ziyad, penaluk Andalusia-Spanyol, Shalahuddin al-Ayubi sang penakluk Yerussalem, Muhammad al-Fatih sang penakluk Konstantinopel, dan masih banyak sederat tokoh besar lainnya yang terlahir dari spirit Alquran,” jelas Ustaz Miftah yang juga penulis buku-buku Nasional Bestseller Gramedia Indonesia itu. Pertanyaannya, kata dia, mengapa pascakemundurannya Islam tidak mampu melahirkan para tokoh sejarah yang hebat pada generasi-generasi selanjutnya? Boleh jadi salah satu alasannya, roh spirit Alquran itu tidak lagi dihidupkan. Alquran tidak lebih menjadi bahan bacaan pada bulan-bulan Ramadhan saja. Alquran hanya cukup dibaca dan dihapalkan saja, namun kosong dari roh dan spirit kebangkitannya.“Alquran harusnya dikaji dan terus digali sesuai dengan kebutuhan di masanya. Alquran harusnya menjadi inspirasi kebangkitan di kelesuan di kalangan umat Islam saat ini. Mari kita jadikan bulan Ramadhan kali ini, bulan perubahan dan kebangkitan bagi umat Islam,” tutupnya.
Nun jauh di gurun sahara nan tandus, di antara bebatuan cadas yang terjal, Allah menurunkan wahyu-Nya kepada seorang Nabi terpilih al-Mushtafa, Muhammad SAW. Wahyu itu berisi pesan-pesan ilahiyyah yang kelak merubah tatanan kehidupan masyakarat Arab Jahiliyyah di negeri Hijaz menjadi masyarakat berperadaban yang menguasai dunia.“Pesan ilahiyyah berupa Alquran itu tidak diturunkan di imperium bangsa Romawi atau istana-istana megah kerajaan Persia, melainkan di sebuah gua di kota Makkah yang jauh dari sebutan kota berperadaban dan sama sekali tak diperhitungkan,” kata Ustaz Miftah, alumnus Fakultas Sastra dan Bahasa Arab Institute of Arab Research & Studies League Arab, Kairo, Mesir, kepada SINDOnews, Jumat (11/5/2018).Ustaz Miftah memaparkan, ayat yang pertama kali turun berbunyi, “Iqra! Bacalah! Bacalah dengan nama Tuhan-mu!” (QS Al-Alaq:1-5). Lima ayat pertama yang turun di kota Makkah itu membawa pesan-pesan Ilahiyyah yang bukan saja menggoncangkan masyarakat Arab Jahiliyyah yang sejatinya belum terlalu mengenal tradisi membaca dan literasi, namun juga berhasil mengubah tatanan dunia menjadi peradaban baru.
Wahyu pertama yang menjadi revolusi bagi kebangkitan peradaban dunia itu diturunkan pada bulan yang suci. Malam yang mulia bertepatan 17 Ramadhan tahun 610 M. Bulan Ramadhan menjadi tonggak sejarah diawalinya peradaban Islam yang dalam rentang tidak lebih dari 30 tahun kemudian, masyarakat badui di gurun sahara mampu menguasai daratan Eropa.
“Meminjam istilah Nasr Hamid Abi Zayd yang menyatakan bahwa Islam dibangun atas dasar “Peradaban Teks” boleh jadi ada benarnya,” kata Dosen Pascasarjana PAI IAIC itu.
Semenjak turunnya Alquran, Alquran bukan saja sekedar dibaca, para kalangan sahabat, tabi’in, hingga generasi tabiit-tabiin berusaha memahami, menghayati, menggali, mengkaji bahkan mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa.
Hasilnya dari pendatadubran Alquran itu mucullah para ilmuwan muslim yang menghasilkan penemuan-penemuan yang mengubah dunia. Sebut saja Ibnu Sina penemu teori kedokteran. Khawarizmi penemu teori matematika al-Jabar.Kemudian Ibnu Khaldun penemu teori sosiologi, Ibnu Haitami penemu optik, Ibnu Firnas penemu pesawat terbang pertama kali di dunia dan masih banyak ilmuwan muslim yang lahir dari perenungan dan pentaduran Alquran.
Manakala Alquran dijadikan sebagai sumber motivasi dan inspirasi, Alquran menjadi sumber kekuatan penggerak, maka di sanalah lahir generasi-generasi yang akan mengubah dan menaklukkan dunia.“Kita bisa melihat lahirnya para penakluk dunia. Di antaranya Panglima besar Islam Thariq bin Ziyad, penaluk Andalusia-Spanyol, Shalahuddin al-Ayubi sang penakluk Yerussalem, Muhammad al-Fatih sang penakluk Konstantinopel, dan masih banyak sederat tokoh besar lainnya yang terlahir dari spirit Alquran,” jelas Ustaz Miftah yang juga penulis buku-buku Nasional Bestseller Gramedia Indonesia itu. Pertanyaannya, kata dia, mengapa pascakemundurannya Islam tidak mampu melahirkan para tokoh sejarah yang hebat pada generasi-generasi selanjutnya? Boleh jadi salah satu alasannya, roh spirit Alquran itu tidak lagi dihidupkan. Alquran tidak lebih menjadi bahan bacaan pada bulan-bulan Ramadhan saja. Alquran hanya cukup dibaca dan dihapalkan saja, namun kosong dari roh dan spirit kebangkitannya.“Alquran harusnya dikaji dan terus digali sesuai dengan kebutuhan di masanya. Alquran harusnya menjadi inspirasi kebangkitan di kelesuan di kalangan umat Islam saat ini. Mari kita jadikan bulan Ramadhan kali ini, bulan perubahan dan kebangkitan bagi umat Islam,” tutupnya.
(rhs)