Kisah Khalifah Umar dan Gadis yang Jujur
A
A
A
Khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu 'anhu (RA) memiliki kegemaran ronda malam sendirian untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Sebuah pekerjaan rutin dalam kapasitasnya sebagai kepala negara dan amirul mukimin (pemimpin kaum muslimin).
Sepanjang malam ia blusukan untuk memeriksa keadaan rakyatnya. Ketika melewati sebuah rumah, Khalifah Umar mendengar suara berbisik-bisik dari rumah seorang wanita penjual susu.
"Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini," kata anak perempuan penjual susu itu. "Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit." "Benar anakku," kata ibunya.
"Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak," harap anaknya."Nak," bisik ibunya seraya mendekat. "Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah."
Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya. "Tidak, Bu!" katanya cepat. "Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air." Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.
"Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu," gerutu ibunya kesal."Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?"
"Tapi tidak akan ada yang tahu kita mencampur dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita," kata ibunya memaksa. "Ayolah Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!"
"Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita sekalipun kita menyembunyikannya," tegas anak itu.
Ibunya hanya menarik nafas panjang. Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres.
Di luar rumah, Khalifah Umar tersenyum mendengar percakapan ibu penjual susu dan anak perempuannya itu. Khalifah Umar pun beranjak meninggalkan gubuk itu dan cepat-cepat pulang ke rumahnya.
Esoknya, Khalifah Umar memanggil puteranya, Ashim bin Umar. Umar menceritakannya tentang kejujuran gadis penjual susu itu. "Anakku menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya. Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang Maha Melihat." kata Khalifah Umar.
Di dalam Kitab “Tarikh Dimasqi”, karya Al-Hafidz Ibnu ‘Asakir, menuliskan pesan Khalifah Umar: “Pergilah kau ke sebuah tempat, terletak di daerah itu. Di sana ada seorang gadis penjual susu. Kalau ia masih sendiri, pinanglah dia. Mudah-mudahan Allah mengaruniakanmu seorang anak yang shalih yang penuh berkah”. (Ibnu Asakir, Tarikh Dimasq, 70/252).
Beberapa hari kemudian, Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putera khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan ditangkap karena suatu kesalahan.
Putera khalifah tersenyum lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya. "Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putera khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?" tanya ibu dengan perasaan ragu.
"Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketakwaanlah yang meninggikan derajat seseorang di sisi Allah," kata Ashim tersenyum.
"Ya. Aku melihat anakmu sangat jujur," kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya.
Bagaimana khlaifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka. "Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian," jelas Khalifah Umar.
Ibu penjual susu itu pun kaget bercampur malu. Namun, aura kebahagiaan tak dapat disembunyikannya. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya.
Pernikahan pun digelar. Setelah Ashim menikah degan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia dan membahagiakan kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Beberapa tahun kemudian, firasat Umar ternyata benar.
Ashim menikahi gadis mulia itu dan dikaruniai putri bernama Ummu Ashim. Wanita ini lalu dinikahi oleh Khalifah Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan itu lahir seorang anak laki-laki yang kemudian menjadi khalifah dan pemimpin bangsa Arab, yakni Umar bin Abdul Aziz.
Banyak hikmah yang bisa dipetik dari kisah ini. Apalagi kondisi zaman saat ini, kebanyakan manusia tidak lagi melihat apa yang halal dan mana yang haram. Betapa pentingnya kejujuran. Andai manusia bersabar dan memilih jalan taqwa karena takut kepada-Nya tentu jauh lebih mulia daripada kesenangan dunia yang sesaat.
Seperti hadis yang disampaikan Nabi shallallahu alaihi wasallam (SAW): “Sungguh, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, melainkan Allah Ta’ala akan memberikan engkau (menggantikan) dengan sesuatu yang lebih baik darinya”. (HR. Ahmad dan Al Baihaqi)
Sepanjang malam ia blusukan untuk memeriksa keadaan rakyatnya. Ketika melewati sebuah rumah, Khalifah Umar mendengar suara berbisik-bisik dari rumah seorang wanita penjual susu.
"Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini," kata anak perempuan penjual susu itu. "Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit." "Benar anakku," kata ibunya.
"Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak," harap anaknya."Nak," bisik ibunya seraya mendekat. "Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah."
Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya. "Tidak, Bu!" katanya cepat. "Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air." Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.
"Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu," gerutu ibunya kesal."Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?"
"Tapi tidak akan ada yang tahu kita mencampur dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita," kata ibunya memaksa. "Ayolah Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!"
"Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita sekalipun kita menyembunyikannya," tegas anak itu.
Ibunya hanya menarik nafas panjang. Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres.
Di luar rumah, Khalifah Umar tersenyum mendengar percakapan ibu penjual susu dan anak perempuannya itu. Khalifah Umar pun beranjak meninggalkan gubuk itu dan cepat-cepat pulang ke rumahnya.
Esoknya, Khalifah Umar memanggil puteranya, Ashim bin Umar. Umar menceritakannya tentang kejujuran gadis penjual susu itu. "Anakku menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya. Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang Maha Melihat." kata Khalifah Umar.
Di dalam Kitab “Tarikh Dimasqi”, karya Al-Hafidz Ibnu ‘Asakir, menuliskan pesan Khalifah Umar: “Pergilah kau ke sebuah tempat, terletak di daerah itu. Di sana ada seorang gadis penjual susu. Kalau ia masih sendiri, pinanglah dia. Mudah-mudahan Allah mengaruniakanmu seorang anak yang shalih yang penuh berkah”. (Ibnu Asakir, Tarikh Dimasq, 70/252).
Beberapa hari kemudian, Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putera khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan ditangkap karena suatu kesalahan.
Putera khalifah tersenyum lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya. "Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putera khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?" tanya ibu dengan perasaan ragu.
"Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketakwaanlah yang meninggikan derajat seseorang di sisi Allah," kata Ashim tersenyum.
"Ya. Aku melihat anakmu sangat jujur," kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya.
Bagaimana khlaifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka. "Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian," jelas Khalifah Umar.
Ibu penjual susu itu pun kaget bercampur malu. Namun, aura kebahagiaan tak dapat disembunyikannya. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya.
Pernikahan pun digelar. Setelah Ashim menikah degan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia dan membahagiakan kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Beberapa tahun kemudian, firasat Umar ternyata benar.
Ashim menikahi gadis mulia itu dan dikaruniai putri bernama Ummu Ashim. Wanita ini lalu dinikahi oleh Khalifah Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan itu lahir seorang anak laki-laki yang kemudian menjadi khalifah dan pemimpin bangsa Arab, yakni Umar bin Abdul Aziz.
Banyak hikmah yang bisa dipetik dari kisah ini. Apalagi kondisi zaman saat ini, kebanyakan manusia tidak lagi melihat apa yang halal dan mana yang haram. Betapa pentingnya kejujuran. Andai manusia bersabar dan memilih jalan taqwa karena takut kepada-Nya tentu jauh lebih mulia daripada kesenangan dunia yang sesaat.
Seperti hadis yang disampaikan Nabi shallallahu alaihi wasallam (SAW): “Sungguh, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, melainkan Allah Ta’ala akan memberikan engkau (menggantikan) dengan sesuatu yang lebih baik darinya”. (HR. Ahmad dan Al Baihaqi)
(rhs)