Kisah Pilu Seorang Anak Yatim di Zaman Rasulullah
A
A
A
Ustaz Dr Miftah el-BanjaryPakar Linguistik Arab Lulusan Institute of Arab Studies Cairo
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa usai salat Ied, Rasulullah SAW berjalan-jalan. Di tengah kegembiraan anak-anak yang sedang bermain-main riang gembira, Rasulullah melihat seorang anak sedang duduk menangis tersedu-sedu di atas sebongkah batu. Pakaiannya lusuh dan tidak terawat. Lantas Rasulullah Saw mendekati seraya bertanya pada anak kecil tersebut, “Apa yang membuatmu bersedih pada hari raya ini, wahai anakku? Mengapa engkau tidak ikut bermain bersama anak-anak yang lainnya?”
Lantaran tak mengenali orang yang menegurnya, sang anak dengan mengisak menjawab, “Andaikan ayahku masih hidup!” Andaikan ayahku masih hidup, tentunya nasibku tidak semalang ini.” Rasulullah SAW bertanya, “Kemanakah ayahmu?”
Sang anak menjawab, ”Wahai lelaki, ayahku telah meninggal dunia, dia ikut berperang bersama Rasulullah. Ibuku telah menikah dengan suami barunya. Hakku terampas. Aku terusir dari rumahku sendiri. Aku tidak memiliki makanan. Aku kelaparan. Aku tidak memiliki pakaian baru. Aku tidak memiliki tempat berteduh. Ketika aku melihat anak-anak lainnya yang memiliki ayah, aku menjadi sangat sedih dirundung musibah menjadi seorang anak yatim. Hal itulah yang membuat aku menangis.”
Lihatlah kondisi saat ini, betapa banyak di tengah-tengah masyarakat kita ada di antara para orang tua yang tega menelantarkan anak-anaknya hanya karena mereka telah menikah bahagia dengan istri atau suami baru. Bahkan ada anak-anak mereka yang telah menjadi yatim terusir dari rumahnya sendiri, kemudian ditempati oleh orang keluarga baru. (Baca Juga: Anugerah Ramadhan Bagi Negeri Tropis Indonesia)
Sungguh Allah dan Rasulullah sangat menyayangi anak anak yatim. Rasulullah bersabda: “Saya dan anak yatim seperti ini di Surga!”Rasulullah Beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau sebagai isyarat betapa dekatnya kedudukan beliau kelak dengan orang-orang yang mau menyantuni anak-anak yatim. Sedangkan bagi orang yang menghardik atau menyakiti anak-anak yatim membuat Allah murka hingga bergoyang tiang Arasy.
“Adapun anak-anak yatim, maka janganlah kalian menghardiknya.” Allah juga mengecam orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim.
Lantas apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW? Dengan kasih sayang Rasulullah SAW segera mendekap dan memeluk anak kecil itu seraya berkata: “Wahai anakku, ridhakah engkau jika Muhammad Rasulullah sebagai ayahmu, Aisyah sebagai bundamu, Ali sebagai paman-mu, Hasan dan Husien sebagai kakakmu dan Fatimah juga sebagai kakakmu” tanya Rasul. (Baca Juga: Kisah Khalifah Umar dan Gadis yang Jujur)Demi mengetahui bahwa orang yang mendekapnya adalah makhluk teragung di muka bumi, sungguh betapa bahagia hati sang anak tersebut. Sembari mengusap kedua matanya yang berurai air mata, dengan penuh suka cita anak kecil itu menyeringai tawa menyahut: "Mengapa tidak bahagia, wahai Rasulullah?"
Pada hari lebaran nanti alangkah bermaknanya jika kita bisa berbagi kebahagiaan dengan anak-anak yatim atau orang-orang miskin. Kita ajak mereka ikut makan bersama kita. Dengan modal kasih sayang dan cinta kepada sesama itulah, kita berharap mendapatkan kasih sayang Allah yang sangat dalam setiap gerak, langkah dan kehidupan kita.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Mereka yang menyayangi itu akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu. (HR At Tirmidzi)
Salah salah satu bentuk kasih sayang kita terhadap anak-anak yatim piatu dan fakir miskin, yaitu kerendahan hati kita untuk berbagi kepada mereka. Kita diperintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah setelah menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan.
Kewajiban ini bukan saja terhadap orang yang berpuasa, bahkan bayi yang baru terlahir di awal malam bulan Ramadhan atau orang yang meninggal dunia sebelum menyempurnakan bulan Ramadhan sekalipun wajib dizakati fitrahi oleh orangatua atau ahli warisnya. Sebagaimana hadis Rasulullah, “Puasa Ramadhan seorang hamba masih tergantung antara langit dan bumi hingga ditunaikannya zakat fitrahnya.” (Al-Hadis). (Baca Juga: Puasa Eksis, Pahala Habis?)
Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa usai salat Ied, Rasulullah SAW berjalan-jalan. Di tengah kegembiraan anak-anak yang sedang bermain-main riang gembira, Rasulullah melihat seorang anak sedang duduk menangis tersedu-sedu di atas sebongkah batu. Pakaiannya lusuh dan tidak terawat. Lantas Rasulullah Saw mendekati seraya bertanya pada anak kecil tersebut, “Apa yang membuatmu bersedih pada hari raya ini, wahai anakku? Mengapa engkau tidak ikut bermain bersama anak-anak yang lainnya?”
Lantaran tak mengenali orang yang menegurnya, sang anak dengan mengisak menjawab, “Andaikan ayahku masih hidup!” Andaikan ayahku masih hidup, tentunya nasibku tidak semalang ini.” Rasulullah SAW bertanya, “Kemanakah ayahmu?”
Sang anak menjawab, ”Wahai lelaki, ayahku telah meninggal dunia, dia ikut berperang bersama Rasulullah. Ibuku telah menikah dengan suami barunya. Hakku terampas. Aku terusir dari rumahku sendiri. Aku tidak memiliki makanan. Aku kelaparan. Aku tidak memiliki pakaian baru. Aku tidak memiliki tempat berteduh. Ketika aku melihat anak-anak lainnya yang memiliki ayah, aku menjadi sangat sedih dirundung musibah menjadi seorang anak yatim. Hal itulah yang membuat aku menangis.”
Lihatlah kondisi saat ini, betapa banyak di tengah-tengah masyarakat kita ada di antara para orang tua yang tega menelantarkan anak-anaknya hanya karena mereka telah menikah bahagia dengan istri atau suami baru. Bahkan ada anak-anak mereka yang telah menjadi yatim terusir dari rumahnya sendiri, kemudian ditempati oleh orang keluarga baru. (Baca Juga: Anugerah Ramadhan Bagi Negeri Tropis Indonesia)
Sungguh Allah dan Rasulullah sangat menyayangi anak anak yatim. Rasulullah bersabda: “Saya dan anak yatim seperti ini di Surga!”Rasulullah Beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau sebagai isyarat betapa dekatnya kedudukan beliau kelak dengan orang-orang yang mau menyantuni anak-anak yatim. Sedangkan bagi orang yang menghardik atau menyakiti anak-anak yatim membuat Allah murka hingga bergoyang tiang Arasy.
“Adapun anak-anak yatim, maka janganlah kalian menghardiknya.” Allah juga mengecam orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim.
Lantas apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW? Dengan kasih sayang Rasulullah SAW segera mendekap dan memeluk anak kecil itu seraya berkata: “Wahai anakku, ridhakah engkau jika Muhammad Rasulullah sebagai ayahmu, Aisyah sebagai bundamu, Ali sebagai paman-mu, Hasan dan Husien sebagai kakakmu dan Fatimah juga sebagai kakakmu” tanya Rasul. (Baca Juga: Kisah Khalifah Umar dan Gadis yang Jujur)Demi mengetahui bahwa orang yang mendekapnya adalah makhluk teragung di muka bumi, sungguh betapa bahagia hati sang anak tersebut. Sembari mengusap kedua matanya yang berurai air mata, dengan penuh suka cita anak kecil itu menyeringai tawa menyahut: "Mengapa tidak bahagia, wahai Rasulullah?"
Pada hari lebaran nanti alangkah bermaknanya jika kita bisa berbagi kebahagiaan dengan anak-anak yatim atau orang-orang miskin. Kita ajak mereka ikut makan bersama kita. Dengan modal kasih sayang dan cinta kepada sesama itulah, kita berharap mendapatkan kasih sayang Allah yang sangat dalam setiap gerak, langkah dan kehidupan kita.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Mereka yang menyayangi itu akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu. (HR At Tirmidzi)
Salah salah satu bentuk kasih sayang kita terhadap anak-anak yatim piatu dan fakir miskin, yaitu kerendahan hati kita untuk berbagi kepada mereka. Kita diperintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah setelah menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan.
Kewajiban ini bukan saja terhadap orang yang berpuasa, bahkan bayi yang baru terlahir di awal malam bulan Ramadhan atau orang yang meninggal dunia sebelum menyempurnakan bulan Ramadhan sekalipun wajib dizakati fitrahi oleh orangatua atau ahli warisnya. Sebagaimana hadis Rasulullah, “Puasa Ramadhan seorang hamba masih tergantung antara langit dan bumi hingga ditunaikannya zakat fitrahnya.” (Al-Hadis). (Baca Juga: Puasa Eksis, Pahala Habis?)
(rhs)