Bangun dari Sujud, Telapak Tangan Dikepal atau Terbuka?
A
A
A
Berikut penjelasan Ustaz Abdul Somad (UAS), dai lulusan S2 Darul-Hadits Maroko mengenai posisi telapak tangan saat bangkit dari sujud sesuai sunnah Rasulullah SAW. Penjelasan UAS ini dikutip dari bukunya "77 Tanya-Jawab Seputar Shalat" yang dipersembahkan oleh Tafaqquh Study Club. (Baca Juga: Bangkit dari Sujud, Duduk Sejenak atau Langsung Berdiri?)
Pertanyaan:
Ketika bangkit dari sujud, apakah posisi telapak tangan terbuka atau dikepal?
Jawaban:
Dari Malik bin al-Huwairits, ia berkata: "Ketika Rasulullah SAW mengangkat kepalanya dari sujud kedua, beliau duduk, dan bertumpu ke tanah (lantai), kemudian berdiri". (HR Al-Bukhari)
Ketika Rasulullah akan bangun berdiri dari duduk istirahat tersebut, beliau bertumpu dengan kedua tangannya. Apakah bertumpu tersebut dengan telapak tangan ke lantai atau dengan dua tangan terkepal?
Sebagian orang melakukannya dengan tangan terkepal, berdalil dengan hadits riwayat Ibnu Abbas: "Sesungguhnya apabila Rasulullah akan berdiri ketika salat, beliau meletakkan kedua tangannya ke tanah (lantai) seperti orang yang membuat adonan tepung".
Berikut Komentar Ahli Hadits:
Imam Ibnu As-Shalah berkata dalam komentarnya terhadap Al-Wasith: "Hadits ini tidak shahih, tidak dikenal, tidak boleh dijadikan sebagai dalil". Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh al-Muhadzdzab: "Ini hadits dha'if, atau batil yang tidak ada sanadnya". Imam Nawawi berkata dalam at-Tanqih: "Haditsh dha’if batil".Imam Nawawi berkata dalam Syarh al-Muhadzdzab: "Diriwayatkan dari Imam Ghazali, ia berkata dalam kajiannya, kata ini dengan huruf Zay (orang yang lemah) dan huruf Nun (orang yang membuat adonan tepung). Demikian yang paling benar, yaitu orang yang menggenggam kedua tangannya dan bertumpu dengannya.
Andai hadits ini shahih, pastilah maknanya: berdiri dengan bertumpu dengan telapak tangan, sebagaimana bertumpunya orang yang lemah, yaitu orang yang telah lanjut usia, bukan maksudnya orang yang membuat adonan tepung.
Al-Ghazali menceritakan dalam kajiannya, apakah dengan huruf Nun (orang yang membuat adonan tepung), atau dengan huruf Zay (orang yang lemah). Jika kita katakan dengan huruf Nun, berarti orang yang membuat adonan roti, ia menggenggam jari-jemarinya dan bertumpu dengannya, ia bangkit ke atas tanpa meletakkan telapak tangannya ke tanah (lantai).
Ibnu Ash-Shalah berkata: "Perbuatan seperti ini banyak dilakukan orang non-Arab, menetapkan suatu posisi dalam salat, bukan melaksanakannya, berdasarkan hadits yang tidak shahih. Andai hadits tersebut shahih, bukanlah seperti itu maknanya. Penyair berkata: 'Sejelek-jelek perilaku seseorang adalah engkau dan orang lanjut usia'.
Komentar Ibnu 'Utsaimin tentang masalah ini:
Malik bin Huwairits juga menyebutkan bahwa Rasulullah apabila ia akan berdiri, ia bertumpu dengan kedua tangannya. Apakah bertumpu ke lantai itu dengan mengepalkan tangan atau tidak? Ini berdasarkan keshahihan hadits yang menyatakan tentang itu, Imam Nawawi mengingkari keshahihan hadits ini dalam kitab Al-Majmu'.
Sedangkan sebagian ulama muta'akhirin (generasi belakangan) menyatakan hadits tersebut shahih. Bagaimana pun juga, yang jelas dari kondisi Rasulullah bahwa beliau duduk ketika telah lanjut usia dan badannya berat, beliau tidak sanggup bangun secara sempurna dari sujud untuk tegak berdiri, maka beliau duduk. Kemudian ketika akan bangun dan tegak berdiri, beliau bertumpu kepada kedua tangannya untuk memudahkannya, inilah yang jelas dari kondisi Rasulullah.
Oleh sebab itu pendapat yang kuat tentang duduk istirahat, jika seseorang membutuhkannya karena usia lanjut atau karena penyakit atau sakit pada kedua lututnya atau seperti itu, maka hendaklah ia duduk.
Jika ia butuh bertumpu dengan kedua tangannya untuk dapat tegak berdiri, maka hendaklah ia bertumpu seperti yang telah disebutkan, apakah ia bertumpu dengan bagian punggung jari jemari, maksudnya mengepalkan tangan seperti ini, atau bertumpu dengan telapak tangan, atau selain itu.
Yang penting, jika ia perlu bertumpu, maka hendaklah ia bertumpu. Jika ia tidak membutuhkannya, maka tidak perlu bertumpu.
Pertanyaan:
Ketika bangkit dari sujud, apakah posisi telapak tangan terbuka atau dikepal?
Jawaban:
Dari Malik bin al-Huwairits, ia berkata: "Ketika Rasulullah SAW mengangkat kepalanya dari sujud kedua, beliau duduk, dan bertumpu ke tanah (lantai), kemudian berdiri". (HR Al-Bukhari)
Ketika Rasulullah akan bangun berdiri dari duduk istirahat tersebut, beliau bertumpu dengan kedua tangannya. Apakah bertumpu tersebut dengan telapak tangan ke lantai atau dengan dua tangan terkepal?
Sebagian orang melakukannya dengan tangan terkepal, berdalil dengan hadits riwayat Ibnu Abbas: "Sesungguhnya apabila Rasulullah akan berdiri ketika salat, beliau meletakkan kedua tangannya ke tanah (lantai) seperti orang yang membuat adonan tepung".
Berikut Komentar Ahli Hadits:
Imam Ibnu As-Shalah berkata dalam komentarnya terhadap Al-Wasith: "Hadits ini tidak shahih, tidak dikenal, tidak boleh dijadikan sebagai dalil". Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh al-Muhadzdzab: "Ini hadits dha'if, atau batil yang tidak ada sanadnya". Imam Nawawi berkata dalam at-Tanqih: "Haditsh dha’if batil".Imam Nawawi berkata dalam Syarh al-Muhadzdzab: "Diriwayatkan dari Imam Ghazali, ia berkata dalam kajiannya, kata ini dengan huruf Zay (orang yang lemah) dan huruf Nun (orang yang membuat adonan tepung). Demikian yang paling benar, yaitu orang yang menggenggam kedua tangannya dan bertumpu dengannya.
Andai hadits ini shahih, pastilah maknanya: berdiri dengan bertumpu dengan telapak tangan, sebagaimana bertumpunya orang yang lemah, yaitu orang yang telah lanjut usia, bukan maksudnya orang yang membuat adonan tepung.
Al-Ghazali menceritakan dalam kajiannya, apakah dengan huruf Nun (orang yang membuat adonan tepung), atau dengan huruf Zay (orang yang lemah). Jika kita katakan dengan huruf Nun, berarti orang yang membuat adonan roti, ia menggenggam jari-jemarinya dan bertumpu dengannya, ia bangkit ke atas tanpa meletakkan telapak tangannya ke tanah (lantai).
Ibnu Ash-Shalah berkata: "Perbuatan seperti ini banyak dilakukan orang non-Arab, menetapkan suatu posisi dalam salat, bukan melaksanakannya, berdasarkan hadits yang tidak shahih. Andai hadits tersebut shahih, bukanlah seperti itu maknanya. Penyair berkata: 'Sejelek-jelek perilaku seseorang adalah engkau dan orang lanjut usia'.
Komentar Ibnu 'Utsaimin tentang masalah ini:
Malik bin Huwairits juga menyebutkan bahwa Rasulullah apabila ia akan berdiri, ia bertumpu dengan kedua tangannya. Apakah bertumpu ke lantai itu dengan mengepalkan tangan atau tidak? Ini berdasarkan keshahihan hadits yang menyatakan tentang itu, Imam Nawawi mengingkari keshahihan hadits ini dalam kitab Al-Majmu'.
Sedangkan sebagian ulama muta'akhirin (generasi belakangan) menyatakan hadits tersebut shahih. Bagaimana pun juga, yang jelas dari kondisi Rasulullah bahwa beliau duduk ketika telah lanjut usia dan badannya berat, beliau tidak sanggup bangun secara sempurna dari sujud untuk tegak berdiri, maka beliau duduk. Kemudian ketika akan bangun dan tegak berdiri, beliau bertumpu kepada kedua tangannya untuk memudahkannya, inilah yang jelas dari kondisi Rasulullah.
Oleh sebab itu pendapat yang kuat tentang duduk istirahat, jika seseorang membutuhkannya karena usia lanjut atau karena penyakit atau sakit pada kedua lututnya atau seperti itu, maka hendaklah ia duduk.
Jika ia butuh bertumpu dengan kedua tangannya untuk dapat tegak berdiri, maka hendaklah ia bertumpu seperti yang telah disebutkan, apakah ia bertumpu dengan bagian punggung jari jemari, maksudnya mengepalkan tangan seperti ini, atau bertumpu dengan telapak tangan, atau selain itu.
Yang penting, jika ia perlu bertumpu, maka hendaklah ia bertumpu. Jika ia tidak membutuhkannya, maka tidak perlu bertumpu.
(rhs)