Tarawih, Ibadah Ramadhan yang Paling Banyak Godaannya

Rabu, 29 Mei 2019 - 11:00 WIB
Tarawih, Ibadah Ramadhan yang Paling Banyak Godaannya
Tarawih, Ibadah Ramadhan yang Paling Banyak Godaannya
A A A
Menurut Ustaz Ahmad Sarwat, Direktur Rumah Fiqih Indonesia seperti dilansir dari rumahfiqih, setiap kali masuk bulan Ramadhan, dari semua rangkaian paket ibadah di Bulan Suci, yang paling berat untuk dijalankan bukan puasa di siang hari. Justru yang terasa amat berat adalah salat tarawih. Inilah ibadah yang paling banyak godaannya. Kok Bisa Begitu?

1. Godaan Bahwa Tarawih 'Cuma' Sunnah

Selalu saja muncul godaan dan bisikan setan, bahwa salat tarawih itu hukumnya cuma sunnah, bukan wajib. Jadi kalau pun tidak dikerjakan hukumnya kan tidak berdosa. (Baca Juga: I'tikaf Sambil Bekerja, Bolehkah?)

Tidak ada yang salah sih sebenarnya dari kalimat di atas. Seluruh ulama tanpa terkecuali sepakat berijma' bahwa salat tarawih itu hukumnya memang sunnah dan bukan wajib. Sehingga tidak mengapa kalau tidak dikerjakan.

Tetapi, justru pada kalimat 'tidak mengapa' itulah terdapat titik pangkal masalahnya. Karena tidak dikerjakan tidak apa-apa alias tidak berdosa, maka banyak dari kita yang menyepelekan salat tarawih ini. Kadang-kadang salat dan sering-seringnya malah tidak.

Di tengah jamaah aktivis dakwah jumlahnya bejibun itu, saya yakin kalau 100% mereka pasti berpuasa siang hari selama Ramadhan. Tentu dengan pengecualian akhawat yang sedang haidh, nifas atau hamil. Wajar lah, namanya juga puasa wajib, masak sih aktivis dakwah tidak puasa? Tentu aneh sekali, bukan?

Tetapi yang sering saya saksikan, banyak sekali aktivis dakwah yang madol, ngabur, ngacir dan membolos dari salat tarawih berjamaah di masjid, khususnya di malam-malam Ramadhan penuh ampunan ini. Alasannya tidak lain karena tarawih bukan kewajiban, hukumnya cuma sunnah. Catatan absensi ibadah puasa bisa sebulan penuh terisi, tapi catatan absensi salat tarawih di masjid, hehe mbrodol.

2. Godaan Bahwa Tarawih Bisa Dilakukan Sendiri di Rumah
Ini godaan yang kedua, yaitu bisikan lembut di dalam batin bahwa salat tarawih itu toh tidak harus dikerjakan berjamaah di masjid. Boleh juga dilakukan sendiri-sendiri di rumah masing-masing.

Secara hukum salat sudah benar sih, tarawih itu tetap sah bila dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Tidak ada yang melarang hal itu. Tetapi kalau kita merujuk kepada tarawih di masa Rasulullah SAW dan zaman sahabat, nampaknya tidak ada satu pun dari mereka yang shalat tarawih sendiri-sendiri, apalagi di rumah.

Di masa Rasulullah SAW, dari tiga malam tarawih yang dikerjakan beliau, semuanya diikuti sejumlah besar sahabat, mereka lalukan dengan berjamaah, bukan di rumah-rumah melainkan di dalam Masjid Nabawi. Justru alasan kenapa kemudian dihentikan setelah tiga malam, karena alasan semakin banyaknya jumlah jamaah yang ikut tarawih di masjid. Beliau SAW khawatir dengan semakin banyaknya jamaah itu, lantas tiba-tiba tarawih diwajibkan.

Sepeninggal Rasulullah SAW dan sudah tidak ada lagi kekhawatiran diwajibkan, banyak sahabat yang salat sunnah dan baca Qur'an sendiri-sendiri. Melihat itu Umar bin Al-Khattab segera mengoreksinya. Sebab cara itu justru dianggap tidak sejalan dengan sunnah yang dicontohkan Nabi SAW. Maka di tahun kedua masa pemerintahannya, shalat tarawih dihidupkan kembali, dengan cara shalat tarawih berjamaah, dengan satu imam, dilaksanakan di dalam masjid hingga menjadi bagian utuh syiar ibadah qiyam Ramadhan.

Seluruh sahabat berijma' akan hal itu, dan salat tarawih berjamaah di masjid itu pun diikuti oleh seluruh masjid di seluruh bentangan negeri Islam. Dan terus menerus dilaksanakan oleh umat Islam sedunia sepanjang abad 14 ini.

Tiba-tiba hari ini malah ada 'godaan' untuk menghilangkan sunnah yang sudah berjalan 14 abad ini dengan cara tarawih sendiri-sendiri di rumah. Memang sah tapi tidak sejalan dengan sunnah.

3. Godaan Bahwa Tarawih di Masjid Terlalu Cepat

Ini godaan yang ketiga, sifatnya agak teknis semata. Entah bagaimana di negeri kita ini, salat tarawih terkesan dilaksanakan dengan agak terburu-buru. Begitu selesai salat Isya', langsung dikejar dengan salat tarawih dengan speed yang lumayan tinggi. Tidak ada yang salah sih sebenarnya, toh hal itu boleh-boleh saja hukumnya.

Hanya saja, mengingat waktu salat Maghrib sempat terpotong dengan berbuka puasa, bahkan salat Maghribnya pun sebaiknya dimundurkan, lha kok malah shalat Isya' dan tarawihnya didesain langsung tancap gas.

Bagi kebanyakan bangsa kita yang makan nasi, rasanya harus ada jeda sedikit sebelum memulai lagi salat tarawih. Biar nasinya turun dulu.

Mungkin akan lebih bijaksana bila antara Maghrib dan Isya waktunya sedikit agak diperpanjang. Katakanlah kalau masuk waktu Isya' jam 19.00, bisa saja agak dimundurkan salatnya setengah menjadi jam 19.30. Biar ada kesempatan untuk istirahat sejenak, bagi mereka yang berbuka puasa untuk bisa ikut tarawih dengan nyaman.

Dan akan lebih bijak lagi, bila speed salat tarawih itu jangan telalu tinggi. biar bisa khusyu' mendengarkan alunan ayat Alqur'an dan agar bisa thuma'ninah saat rukuk, i'tidal dan sujud. Lalu jeda antara dua-dua rakaat itu dibikin sedikit lebih lama. Namanya saja salat tarawih, artinya adalah salat yang banyak istirahatnya. Tidak harus terburu-buru mengejar 20 rakaat dalam 20 menit. Wah, tarawih seperti ini sangat super high speed sekali.

Tapi itulah yang lebih sering dilakukan di masjid-masjid, saking cepatnya, jadi ada godaan untuk tarawih sendiri-sendiri di rumah. Katanya, biar lebih khusyu'. Astaghfirullah.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5576 seconds (0.1#10.140)