Khaizuran, Perempuan Pertama yang Menginisiasi Perayaan Maulid di Makkah-Madinah

Jum'at, 08 November 2019 - 22:36 WIB
Khaizuran, Perempuan Pertama yang Menginisiasi Perayaan Maulid di Makkah-Madinah
Khaizuran, Perempuan Pertama yang Menginisiasi Perayaan Maulid di Makkah-Madinah
A A A
KH Miftahur Rahman el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Alqur'an

Sejak abad kedua hijriyah, kelahiran Nabi Muhammad SAW sudah dirayakan oleh masyarakat muslim. Berdasarkan catatan Nur ad-Din 'Ali dalam kitabnya, Wafaul Wafa bi Akhbar Dar al-Musthafa, dikatakan bahwa Khaizuran (170 H/786 M), ibu dari Amirul Mukminin Musa Al-Hadi dan Khalifah Harun Al-Rasyid, datang ke Madinah dan memerintahkan penduduk mengadakan perayaan Maulid Nabi di Masjid Nabawi.

Ia datang ke Makkah dan kemudian memerintahkan agar penduduknya menyelenggarakan Maulid Nabi di rumah-rumah mereka. Keterangan itu dikemukan juga oleh HMH Al-Hamid Al-Husaini dalam bukunya "Sekitar Maulid Nabi SAW dan Dasar Hukum Syariatnya".

Khaizuran merupakan sosok yang berpengaruh selama masa pemerintahan Khalifah Dinasti Abassyiah, yaitu pada masa pemerintahan Al-Mahdi bin Al-Mansur Al-Abbas (suami), Khalifah Al-Hadi dan Khalifah Harun Al-Rasyid (kedua putranya). Melalui 'pengaruh' –Khaizuran menginstruksikan kelahiran Nabi SAW, Al-Azraqi mengatakan bahwa Kota Makkah memiliki satu sudut istimewa yang sangat dianjurkan dijadikan tempat salat. Tempat itu adalah tempat Rasulullah SAW dilahirkan. Tempat itu, menurut Al-Azraqi kemudian dialihfungsikan oleh Khaizuran.

Dari dua catatan sejarah ini, tampak bahwa Khaizuran mempunyai perhatian tersendiri pada aspek-aspek yang berhubungan dengan Rasulullah SAW. Khaizuran merayakan hari kelahiran Nabi, seperti yang disebut oleh Nur ad-Din 'Ali dalam Wafaul Wafa bi Akhbar Dar Al-Musthafa. Tempat kelahiran Nabi dijadikan masjid sebagaimana yang disebutkan oleh al-Azraqi.

Ibnu Jubair (540 H) memberikan informasi tambahan bahwa Khaizuran mempunyai perhatian terhadap situs-situs sejarah yang berhubungan dengan Nabi SAW. Informasi Al-Azraqi dan Ibnu Jubair ini menguatkan catatan Nur ad-Din 'Ali di atas tentang peran penting Khaizuran dalam memprakarsai penghormatan dan pemeliharaan situs-situs Nabi Saw.

Khaizuran bin 'Atha' (Wafat 173 H) dan Akulturasi Budaya Persia
Khaizuran adalah seorang perempuan terpelajar. Namanya terukir dalam catatan sejarah. Kitab Tarikh Badghad, Tarikh Thabari, Al-Bidayah wa Al-Nihayah, Kamil fi Tarikh, Syadzarad Zahab, Qamus al-Muhith, menjadi sebagian kitab yang mengabadikan namanya. Semula ia adalah seorang budak. Dia dibeli dan dimerdekakan oleh Khalifah Al-Mahdi bin Mansur Al-Abbas pada tahun 159 H. Khalifah kemudian menikahinya, Khaizuran memiliki paras jelita, menawan, berkharisma, cerdas, dan berwawasan luas.

Ia termasuk wanita yang menguasai Fiqh secara mendalam. Khaizuran mendalami Fiqh di bawah asuhan Imam 'Auza'i. Ia juga berguru pada Imam Sofian Al-Tsauri. Karena kepribadiannya yang menawan itu, Al-Mahdi sangat mencintai Khaizuran. Al-Mahdi tidak pernah bisa jauh dari istrinya. Seperti pada saat Khaizuran menunaikan ibadah haji di Mekkah. Sedangkan al-Mahdi di Baghdad.

Khaizuran menjadi penasehat pribadi bagi suami dan kedua putranya yang menjadi Khalifah di kemudian hari, yaitu Khalifah Al-Hadi (wafat 170 H) dan Al-Rasyid (wafat 193 H). Khaizuran tinggal Baghdad, pusat pemerintahan Dinasti Abassyiah sejak al-Mansur pada 173 H.

Baghdad yang kala itu merupakan bekas wilayah emperium Sasania Persia kuno telah ditaklukkan pada masa pemerintahan Islam di bawah kekhalifahan Umar bin Khattab pada tahun 16 H. Mulai saat itulah terjadi akulturasi budaya antara Islam dan Persia. Puncaknya saat Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur memusatkan pemerintahannya di Baghdad pada tahun 145 H.

Salah satu perayaan yang diwarisi dari kebudayaan Persia adalah perayaan awal tahun Nairuz, perayaan akhir tahun Mahrajan, dan perayaan Rum yang dirayakan pada setiap hari ke-21. Perayaan itu diperbolehkan sejak pada masa kekhalifahan Harun Al-Rasyid.

Atas dasar kekhawatiran perayaan itu nantinya akan diikuti oleh kaum muslimin di wilayah Islam, maka Khaizuran berinisiatif menggati perayaan itu dengan cara mendengarkan pembacaan syair-syair yang menceritakan tentang kisah-kisah sirah Rasulullah SAW.

Pada hari itu juga diadakan sedekah pembagian makanan. Khaizuran memerintahkan penduduk Makkah dan Madinah untuk melakukan perayaan memperingati peringatan Maulid Nabi SAW.

Berdasarkan informasi dari Al-Azraqi (250 H) sejarawan dari abad ke-3, Al-Naqqas (266-351 H) dan Ibnu Jubair (540-614 H) bahwa Khaizuran adalah orang yang pertama kali memerintahkan untuk mengadakan peringatan Maulid Nabi SAW. Al-Azraqi, ulama dan sejarawan Mekkah, mengatakan bahwa di Mekkah, ada satu tempat yang sangat dianjurkan untuk dijadikan shalat, yaitu tempat Rasulullah SAW dilahirkan. Khaizuran mengalihfungsikan tempat itu menjadi masjid.

Al-Naqqas yang masa kehidupannya tidak jauh dari Khaizuran, menyebutkan bahwa pada masanya, tempat lahir Nabi SAW memiliki keistimewaan di mata masyarakat. Berdoa di tempat itu pada hari kelahiran nabi diyakini mustajab. Nampaknya pada masa itu perhatian pada hari kelahiran Nabi SAW mulai besar dan dikaitkan dengan tempat kelahirannya.

Fakta ini menjadi salah satu praktik Maulid Nabi yang dilakukan pada abad-abad pertama di Mekkah. Dan karakteristiknya sesuai dengan loyalitas Mekkah yang kaya akan situs-situs sejarah yang terkait dengan Nabi Saw. Berdoa pada hari Senin sangat dianjurkan di tempat lair Nabi, berdasar pada keyakinan bahwa Nabi dilahirkan pada hari Senin.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2572 seconds (0.1#10.140)