Hukum Cadar dan Celana Cingkrang Menurut 4 Mazhab
A
A
A
Cadar dan celana cingkrang sempat ramai diperbincangkan menyusul adanya wacana pelarangan oleh pejabat Kemenag belum lama ini. Bagaimana sebenarnya hukum memakai cadar dan celana cingkrang menurut syariat Islam?
Berikut ulasan Ulama Mesir Syeikh Ahmad Al-Mishry berdasarkan pandangan empat mazhab saat kajian rutin di Masjid Permata Qalbu, Pos Pengumben, Jakarta Barat. Ulama yang kini menetap di Jakarta ini juga menjelaskan hukum cadar dan celana cingkrang berdasarkan nash Alqur'an dan Hadis Nabi .
Syeikh Ahmad Al-Mishry mengatakan, agama Islam hadir untuk memuliakan perempuan. Dulu sebelum kedatangan Islam, kaum perempuan sangat dihinakan dan direndahkan. Ketika masa Arab Jahiliyah, perempuan suka berdandan dan mempertontonkan aurat hingga membangkitkan nafsu dan hasrat lelaki (Tabarruj). Parahnya, bayi perempuan yang lahir pada masa Jahiliyah dikubur hidup-hidup karena dianggap tak berharga. Ketika haid, mereka diasingkan dan apapun yang disentuh dianggap najis.
Ketika Islam datang, keadaan berubah. Perempuan mendapat tempat terhormat. Masing-masing perempuan dan laki-laki diberi tanggung jawab atas dirinya sendiri. Kaum perempuan diperintahkan menjaga pandangan, kehormatan, dan sebagainya.
Dalam Shahih Muslim dari Ibnu Abbas RA, Beliau berkata: "Dahulu para perempuan thawaf di Ka'bah tanpa mengenakan busana." (HR. Muslim No 3028). Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat:
"Hai Anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf: 31)
Mengenai cadar ini sebenarnya dipakai agar tidak menampakkan aurat dan tidak menjadi fitnah bagi laki-laki. Ini dalilnya:
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Ahzab: 59)
Dari Ummul Mukminin 'Aisyah RA, Beliau mengatakan:
"Ketika turun ayat: وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Para perempuan shahabiyah mengambil kain-kain mereka, kemudian mereka merobeknya dari ujung-ujungnya dan berkhimar dengannya." (HR. Bukhari No. 4759). Khimar adalah kain yang menutupi kepala, leher dan menjulur hingga menutupi dada wanita dari belakang maupun dari depan.
Pandangan 4 Mazhab Terkait Cadar
1. Mahdzab Hanafi.
Wajah perempuan bukan aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
As-Syaranbalali berkata: "Seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan bagian dalam serta telapak tangan luar. Ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan mazhab kami." (Matan Nuurul Iidhah)
Al-Allamah Al-Haskafi berkata: "Aurat perempuan dalam salat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah perempuan itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang perempuan memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya boleh, bahkan dianjurkan." (Ad-Durr Al-Mukhtar, 2/189)
Al-Allamah Ibnu Najiim berkata: "Para ulama Mahdzab kami berkata bahwa terlarang bagi perempuan muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah." (Al-Bahr Ar-Raaiq, 284)
2. Mazhab Maliki.
Wajah perempuan bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Mazhab Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
Ibnul Arabi berkata: "Perempuan itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)." (Ahkaamul Qur'an, 3/1579)
Al-Hatthab berkata: "Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah, maka perempuan wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al-Qadhu Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah Pendapat yang lebih Tepat." (Mawahib Jaliil, 499)
3. Mazhab Syafi'i.
"Aurat perempuan di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu'tamad Mazhab Syafi'i."
Syeikh Sulaiman Al-Jamal berkata: "Maksud perkataan An-Nawawi 'aurat perempuan adalah selain wajah dan telapak tangan', ini adalah aurat dalam salat. Adapun aurat perempuan muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan." (Hasyiatul Jamal Ala' Syarh Al-Minhaj, 411)
Pertanyaan, boleh kah salat memakai cadar? Hukumnya Makruh.
Syeikh Muhammad bin Qaasim Al-Ghazzi, penulis Kitab Fathul Qaarib berkata: "Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah Aurat. Ini aurat dalam salat. Adapun di luar salat, aurat wanita adalah seluruh tubuh." (Fathuk Qaarib, 19)
4. Mazhab Hambali.
Setiap bagian tubuh perempuan adalah aurat, termasuk pula kukunya. (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
Ibnu Muflih berkata: "Imam Ahmad berkata: 'Maksud ayat tersebut adalah janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat." Abu Thalib menukil penjelasan dari Beliau (Imam Ahmad): 'Kuku Wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan." (Al-Furu', 601 - 602)
Kesimpulannya, Mazhab Hanafi dan Maliki menyatakan sunnah memakai cadar. Sedangkan Mazhab Syafii dan Hambali adalah wajib.
Pandangan 4 Mazhab Terkait Celana Cingkrang
Celana cingkrang adalah kebalikan dari isbal. Isbal artinya menjulurkan pakaian melebihi mata kaki. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Kain yang berada di bawah mata kaki itu (isbal) berada di neraka." (HR. Bukhari No. 5787)
Dari Al-Asy'ats bin Sulaim, ia berkata: Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, "Ketika saya sedang berjalan di Kota Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, 'angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.' Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah SAW. Aku berkata, "Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih". Beliau SAW bersabda, "Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?" Aku melihat kain sarung Beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya." (Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah Halaman 69, Al-Maktabah Al-Islamiyyah Aman-Yordan)
Dari Mughirah bin Syu'bah RA Beliau berkata: "Aku Melihat Rasulullah SAW mendatangi kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu Beliau berkata: 'Wahai Sufyan, janganlah engkau Isbal. Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil (pelaku isbal)." (HR. Ibnu Majah No. 2892). Isbal artinya menjulurkan pakaian di bawah mata kaki.
Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat." (HR. Muslim No 5576)
Ini Hadis berkaitan dengan kaum laki-laki, bukan perempuan. Lalu, bagaimana kesimpulan para ulama? Ulama mengatakan ada yang umum ada yang mutlak. Kalau ada laki-laki menjulurkan pakaian (isbal) karena sombong itu haram. Kalau tidak sombong ada 3 pendapat yaitu haram, makruh, diperbolehkan.
1. Mazhab Hanafi.
Sebagian ulama mazhab Hanafi menyatakan haram isbal karena itu secara umum.
2. Mazhab Maliki.
Sebagian ulama mazhab Maliki menyatakan makruh.
3. Mazhab Syafi'i.
Dalam mazhab Syafi'i, kalau tidak ada kesombongan tidak mengapa isbal, tetapi kalau sombong maka hukumnya haram.
3. Mazhab Hambali.
Menurut mazhab Hambali hukum isbal tidak haram, tapi minimal makruh.
Demikian ulasan seputar hukum pemakaian cadar dan celana cingkrang menurut empat mazhab. Allahu A'lam. Semoga Allah merahmati kita semua.
Berikut ulasan Ulama Mesir Syeikh Ahmad Al-Mishry berdasarkan pandangan empat mazhab saat kajian rutin di Masjid Permata Qalbu, Pos Pengumben, Jakarta Barat. Ulama yang kini menetap di Jakarta ini juga menjelaskan hukum cadar dan celana cingkrang berdasarkan nash Alqur'an dan Hadis Nabi .
Syeikh Ahmad Al-Mishry mengatakan, agama Islam hadir untuk memuliakan perempuan. Dulu sebelum kedatangan Islam, kaum perempuan sangat dihinakan dan direndahkan. Ketika masa Arab Jahiliyah, perempuan suka berdandan dan mempertontonkan aurat hingga membangkitkan nafsu dan hasrat lelaki (Tabarruj). Parahnya, bayi perempuan yang lahir pada masa Jahiliyah dikubur hidup-hidup karena dianggap tak berharga. Ketika haid, mereka diasingkan dan apapun yang disentuh dianggap najis.
Ketika Islam datang, keadaan berubah. Perempuan mendapat tempat terhormat. Masing-masing perempuan dan laki-laki diberi tanggung jawab atas dirinya sendiri. Kaum perempuan diperintahkan menjaga pandangan, kehormatan, dan sebagainya.
Dalam Shahih Muslim dari Ibnu Abbas RA, Beliau berkata: "Dahulu para perempuan thawaf di Ka'bah tanpa mengenakan busana." (HR. Muslim No 3028). Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat:
۞ يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
"Hai Anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf: 31)
Mengenai cadar ini sebenarnya dipakai agar tidak menampakkan aurat dan tidak menjadi fitnah bagi laki-laki. Ini dalilnya:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Ahzab: 59)
Dari Ummul Mukminin 'Aisyah RA, Beliau mengatakan:
"Ketika turun ayat: وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Para perempuan shahabiyah mengambil kain-kain mereka, kemudian mereka merobeknya dari ujung-ujungnya dan berkhimar dengannya." (HR. Bukhari No. 4759). Khimar adalah kain yang menutupi kepala, leher dan menjulur hingga menutupi dada wanita dari belakang maupun dari depan.
Pandangan 4 Mazhab Terkait Cadar
1. Mahdzab Hanafi.
Wajah perempuan bukan aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
As-Syaranbalali berkata: "Seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan bagian dalam serta telapak tangan luar. Ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan mazhab kami." (Matan Nuurul Iidhah)
Al-Allamah Al-Haskafi berkata: "Aurat perempuan dalam salat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah perempuan itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang perempuan memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya boleh, bahkan dianjurkan." (Ad-Durr Al-Mukhtar, 2/189)
Al-Allamah Ibnu Najiim berkata: "Para ulama Mahdzab kami berkata bahwa terlarang bagi perempuan muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah." (Al-Bahr Ar-Raaiq, 284)
2. Mazhab Maliki.
Wajah perempuan bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Mazhab Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
Ibnul Arabi berkata: "Perempuan itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)." (Ahkaamul Qur'an, 3/1579)
Al-Hatthab berkata: "Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah, maka perempuan wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al-Qadhu Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah Pendapat yang lebih Tepat." (Mawahib Jaliil, 499)
3. Mazhab Syafi'i.
"Aurat perempuan di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu'tamad Mazhab Syafi'i."
Syeikh Sulaiman Al-Jamal berkata: "Maksud perkataan An-Nawawi 'aurat perempuan adalah selain wajah dan telapak tangan', ini adalah aurat dalam salat. Adapun aurat perempuan muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan." (Hasyiatul Jamal Ala' Syarh Al-Minhaj, 411)
Pertanyaan, boleh kah salat memakai cadar? Hukumnya Makruh.
Syeikh Muhammad bin Qaasim Al-Ghazzi, penulis Kitab Fathul Qaarib berkata: "Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah Aurat. Ini aurat dalam salat. Adapun di luar salat, aurat wanita adalah seluruh tubuh." (Fathuk Qaarib, 19)
4. Mazhab Hambali.
Setiap bagian tubuh perempuan adalah aurat, termasuk pula kukunya. (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
Ibnu Muflih berkata: "Imam Ahmad berkata: 'Maksud ayat tersebut adalah janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat." Abu Thalib menukil penjelasan dari Beliau (Imam Ahmad): 'Kuku Wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan." (Al-Furu', 601 - 602)
Kesimpulannya, Mazhab Hanafi dan Maliki menyatakan sunnah memakai cadar. Sedangkan Mazhab Syafii dan Hambali adalah wajib.
Pandangan 4 Mazhab Terkait Celana Cingkrang
Celana cingkrang adalah kebalikan dari isbal. Isbal artinya menjulurkan pakaian melebihi mata kaki. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Kain yang berada di bawah mata kaki itu (isbal) berada di neraka." (HR. Bukhari No. 5787)
Dari Al-Asy'ats bin Sulaim, ia berkata: Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, "Ketika saya sedang berjalan di Kota Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, 'angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.' Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah SAW. Aku berkata, "Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih". Beliau SAW bersabda, "Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?" Aku melihat kain sarung Beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya." (Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah Halaman 69, Al-Maktabah Al-Islamiyyah Aman-Yordan)
Dari Mughirah bin Syu'bah RA Beliau berkata: "Aku Melihat Rasulullah SAW mendatangi kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu Beliau berkata: 'Wahai Sufyan, janganlah engkau Isbal. Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil (pelaku isbal)." (HR. Ibnu Majah No. 2892). Isbal artinya menjulurkan pakaian di bawah mata kaki.
Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat." (HR. Muslim No 5576)
Ini Hadis berkaitan dengan kaum laki-laki, bukan perempuan. Lalu, bagaimana kesimpulan para ulama? Ulama mengatakan ada yang umum ada yang mutlak. Kalau ada laki-laki menjulurkan pakaian (isbal) karena sombong itu haram. Kalau tidak sombong ada 3 pendapat yaitu haram, makruh, diperbolehkan.
1. Mazhab Hanafi.
Sebagian ulama mazhab Hanafi menyatakan haram isbal karena itu secara umum.
2. Mazhab Maliki.
Sebagian ulama mazhab Maliki menyatakan makruh.
3. Mazhab Syafi'i.
Dalam mazhab Syafi'i, kalau tidak ada kesombongan tidak mengapa isbal, tetapi kalau sombong maka hukumnya haram.
3. Mazhab Hambali.
Menurut mazhab Hambali hukum isbal tidak haram, tapi minimal makruh.
Demikian ulasan seputar hukum pemakaian cadar dan celana cingkrang menurut empat mazhab. Allahu A'lam. Semoga Allah merahmati kita semua.
(rhs)