Menanamkan Sifat Malu pada Diri Anak
A
A
A
Al-Habib Ahmad bin Novel Jindan
Pengasuh Yayasan Al Hawthah Al Jindaniyah
Pengajar di Ponpes Al-Fachriyah Tangerang
Dari lbnu Mas'ud radhiallahu 'anhu (RA), ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam (SAW) bersabda:
Artinya: "Sesungguhnya di antara ungkapan kenabian yang pertama yang ditemui para manusia adalah apabila kamu tidak malu, maka lakukanlah apa saja yang kamu sukai." (HR. Al-Bukhari)
Ungkapan ini memiliki dua penafsiran atau dua pemahaman. Pertama, pendapat yang masyhur yakni jika kamu tidak malu terhadap aibmu dan tidak takut akan celaan orang, maka kerjakan perbuatan buruk yang tersirat di hatimu. Maksudnya ini adalah sebuah ancaman jika kamu tidak memiliki perasaan malu, maka lakukanlah apa yang kamu kehendaki.
Tetapi ingat akan ada hari penghitungan dan pembalasan yang mengancammu di akhirat nanti. Dengan kata lain orang-orang yang tidak berbuat buruk pada dasarnya disebabkan adanya rasa malu, jika sifat malu sirna pada diri seseorang, maka ia akan gampang berbuat kemungkaran.
Kedua, jika kamu sewaktu melakukan sesuatu perbuatan terasa aman tidak malu dilihat orang maka pada dasarnya perbuatan itu benar dan hendaknya kamu terus kerjakan jangan engkau hiraukan pendapat orang lain. Hanya saja pemahaman yang pertamalah yang paling pas.
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam memasukkan sifat malu ini dalam akhlak Islam, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam:
Artinya: "Rasa malu itu tidak membawa kecuali kebaikan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan ini memberikan pengertian bahwa rasa malu merupakan akhlak yang mampu mencegah manusia untuk tidak keluar dari tingkah laku yang baik sebagaimana ia selalu berusaha menghindar dari perbuatan jelek.
Sumber:
Pendididkan Anak dalam Islam, Kasyful Anwar Syarwani
Pengasuh Yayasan Al Hawthah Al Jindaniyah
Pengajar di Ponpes Al-Fachriyah Tangerang
Dari lbnu Mas'ud radhiallahu 'anhu (RA), ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam (SAW) bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ اْلأُوْلَى إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ (رواه البخاري
Artinya: "Sesungguhnya di antara ungkapan kenabian yang pertama yang ditemui para manusia adalah apabila kamu tidak malu, maka lakukanlah apa saja yang kamu sukai." (HR. Al-Bukhari)
Ungkapan ini memiliki dua penafsiran atau dua pemahaman. Pertama, pendapat yang masyhur yakni jika kamu tidak malu terhadap aibmu dan tidak takut akan celaan orang, maka kerjakan perbuatan buruk yang tersirat di hatimu. Maksudnya ini adalah sebuah ancaman jika kamu tidak memiliki perasaan malu, maka lakukanlah apa yang kamu kehendaki.
Tetapi ingat akan ada hari penghitungan dan pembalasan yang mengancammu di akhirat nanti. Dengan kata lain orang-orang yang tidak berbuat buruk pada dasarnya disebabkan adanya rasa malu, jika sifat malu sirna pada diri seseorang, maka ia akan gampang berbuat kemungkaran.
Kedua, jika kamu sewaktu melakukan sesuatu perbuatan terasa aman tidak malu dilihat orang maka pada dasarnya perbuatan itu benar dan hendaknya kamu terus kerjakan jangan engkau hiraukan pendapat orang lain. Hanya saja pemahaman yang pertamalah yang paling pas.
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam memasukkan sifat malu ini dalam akhlak Islam, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam:
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ (رواه البخار و مسلم
Artinya: "Rasa malu itu tidak membawa kecuali kebaikan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan ini memberikan pengertian bahwa rasa malu merupakan akhlak yang mampu mencegah manusia untuk tidak keluar dari tingkah laku yang baik sebagaimana ia selalu berusaha menghindar dari perbuatan jelek.
Sumber:
Pendididkan Anak dalam Islam, Kasyful Anwar Syarwani
(rhs)