Ini Dasar Muhammadiyah Tak Dirikan Salat Tarawih dan Salat Idul Fitri
A
A
A
Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Surat Edaran tentang Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19. Edaran ini sekaligus menyempurnakan Surat Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/MLM/I.0/H/2020 tentang Wabah Coronavirus Disease(Covid-19) dan Nomor 03/I.0/B/2020 tentang Penyelenggaraan Salat Jumat dan Fardu Berjamaah Saat Terjadi Wabah Coronavirus Disease (Covid-19).
Edaran yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haidar Nasher, M.Si dan Sekretaris Dr H Agung Danarto pada 21 Maret 2020 itu berisi 19 poin fatwa. Salah satunya adalah apabila kondisi mewabahnya Covid-19 hingga bulan Ramadan dan Syawal mendatang tidak mengalami penurunan, maka salat tarawih dilakukan di rumah masing-masing. Takmir tidak perlu mengadakan salat berjamaah di masjid, musala dan sejenisnya. Termasuk kegiatan Ramadan yang lain seperti ceramah-ceramah, tadarus berjamaah, iktikaf dan kegiatan berjamaah lainnya ditiadakan.
Begitu juga salat Idul Fitri atau salat Id. “Salat Idul Fitri adalah sunnah muakkadah dan merupakan syiar agama yang amat penting. Namun apabila pada awal Syawal 1441 H mendatang tersebarnya virus corona belum mereda, salat Idul Fitri dan seluruh rangkaiannya (mudik, pawai takbir, halal bihalal, dan lain sebagainya) tidak perlu diselenggarakan,” lanjut Haidar.
Tidak didirikannya salat Tarawih dan salat Id ini dalilnya sama dengan larangan salat berjamaah dan salat Jumat karena merebaknya virus corona. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Salallahu Alaihi wa salam (SAW).:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak ada kemudaratan dan pemudaratan [HR Mālik dan Aḥmad, dan ini lafal Aḥmad].
Nabi SAW juga menegaskan bahwa orang boleh tidak mendatangi salat jamaah, meskipun sangat dianjurkan, apabila ada uzur berupa keadaan menakutkan dan adanya penyakit.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ سَمِعَ الْمُنَادِيَ فَلَمْ يَمْنَعْهُ مِنَ اتِّبَاعِهِ عُذْرٌ ” . قَالُوا وَمَا الْعُذْرُ قَالَ خَوْفٌ أَوْ مَرَضٌ ” لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ الصَّلاَةُ الَّتِي صَلَّى. قَالَ أَبُو دَاوُدَ رَوَى عَنْ مَغْرَاءٍ أَبُو إِسْحَاقَ
Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa mendengar azan, lalu tidak ada uzur baginya untuk menghadiri jamaah –para sahabat bertanya: Apa uzurnya? Beliau menjawab: keadaan takut dan penyakit –, maka tidak diterima salat yang dilakukannya [HR Abū Dāwūd].
Selain itu agama dijalankan dengan mudah dan sederhana, tidak boleh secara memberat-beratkan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW,
عليكم هديا قاصدا، ثلاث مرات، فإنه من يشاد الدين يغلبه
Dari Abū Barzah al-Aslamī (diriwayatkan bahwa) ia berkata: .... Rasulullah saw bersabda: Hendaklah kamu menjalankan takarub kepada Allah secara sederhana – beliau mengulanginya tiga kali– karena barang siapa mempersulit agama, ia akan dipersulitnya [HR Aḥmad].
Nabi saw juga menuntunkan bahwa perintah agama dijalankan sesuai kesanggupan masing-masing,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، إِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ سُؤَالُهُمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ، فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ، فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Dari Abū Hurairah, dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: … maka apabila aku melarang kamu dari sesuatu, tinggalkanlah, dan apabila aku perintahkan kamu melakukan sesuatu, kerjakan sesuai kemampuanmu. (HR al-Bukhārī dan Muslim).
Selanjutnya, puasa Ramadan tetap dilakukan kecuali bagi orang yang sakit dan yang kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik, dan wajib menggantinya sesuai dengan tuntunan syariat.
Ini sesuai dengan ayat al-Quran:
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Al-Baqarah ayat 185)
"Demikian tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19. Tuntunan ini hanya diberlakukan dalam kondisi darurat, sehingga apabila kondisi sudah normal, maka pelaksanaan ibadah di atas dilakukan sebagaimana biasanya," demikian PP Muhammadiyah. .
Edaran yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haidar Nasher, M.Si dan Sekretaris Dr H Agung Danarto pada 21 Maret 2020 itu berisi 19 poin fatwa. Salah satunya adalah apabila kondisi mewabahnya Covid-19 hingga bulan Ramadan dan Syawal mendatang tidak mengalami penurunan, maka salat tarawih dilakukan di rumah masing-masing. Takmir tidak perlu mengadakan salat berjamaah di masjid, musala dan sejenisnya. Termasuk kegiatan Ramadan yang lain seperti ceramah-ceramah, tadarus berjamaah, iktikaf dan kegiatan berjamaah lainnya ditiadakan.
Begitu juga salat Idul Fitri atau salat Id. “Salat Idul Fitri adalah sunnah muakkadah dan merupakan syiar agama yang amat penting. Namun apabila pada awal Syawal 1441 H mendatang tersebarnya virus corona belum mereda, salat Idul Fitri dan seluruh rangkaiannya (mudik, pawai takbir, halal bihalal, dan lain sebagainya) tidak perlu diselenggarakan,” lanjut Haidar.
Tidak didirikannya salat Tarawih dan salat Id ini dalilnya sama dengan larangan salat berjamaah dan salat Jumat karena merebaknya virus corona. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Salallahu Alaihi wa salam (SAW).:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak ada kemudaratan dan pemudaratan [HR Mālik dan Aḥmad, dan ini lafal Aḥmad].
Nabi SAW juga menegaskan bahwa orang boleh tidak mendatangi salat jamaah, meskipun sangat dianjurkan, apabila ada uzur berupa keadaan menakutkan dan adanya penyakit.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ سَمِعَ الْمُنَادِيَ فَلَمْ يَمْنَعْهُ مِنَ اتِّبَاعِهِ عُذْرٌ ” . قَالُوا وَمَا الْعُذْرُ قَالَ خَوْفٌ أَوْ مَرَضٌ ” لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ الصَّلاَةُ الَّتِي صَلَّى. قَالَ أَبُو دَاوُدَ رَوَى عَنْ مَغْرَاءٍ أَبُو إِسْحَاقَ
Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa mendengar azan, lalu tidak ada uzur baginya untuk menghadiri jamaah –para sahabat bertanya: Apa uzurnya? Beliau menjawab: keadaan takut dan penyakit –, maka tidak diterima salat yang dilakukannya [HR Abū Dāwūd].
Selain itu agama dijalankan dengan mudah dan sederhana, tidak boleh secara memberat-beratkan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW,
عليكم هديا قاصدا، ثلاث مرات، فإنه من يشاد الدين يغلبه
Dari Abū Barzah al-Aslamī (diriwayatkan bahwa) ia berkata: .... Rasulullah saw bersabda: Hendaklah kamu menjalankan takarub kepada Allah secara sederhana – beliau mengulanginya tiga kali– karena barang siapa mempersulit agama, ia akan dipersulitnya [HR Aḥmad].
Nabi saw juga menuntunkan bahwa perintah agama dijalankan sesuai kesanggupan masing-masing,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، إِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ سُؤَالُهُمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ، فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ، فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Dari Abū Hurairah, dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: … maka apabila aku melarang kamu dari sesuatu, tinggalkanlah, dan apabila aku perintahkan kamu melakukan sesuatu, kerjakan sesuai kemampuanmu. (HR al-Bukhārī dan Muslim).
Selanjutnya, puasa Ramadan tetap dilakukan kecuali bagi orang yang sakit dan yang kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik, dan wajib menggantinya sesuai dengan tuntunan syariat.
Ini sesuai dengan ayat al-Quran:
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Al-Baqarah ayat 185)
"Demikian tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19. Tuntunan ini hanya diberlakukan dalam kondisi darurat, sehingga apabila kondisi sudah normal, maka pelaksanaan ibadah di atas dilakukan sebagaimana biasanya," demikian PP Muhammadiyah. .
(mhy)