Puasa dan pentingnya keluarga

Selasa, 07 Agustus 2012 - 10:28 WIB
Puasa dan pentingnya keluarga
Puasa dan pentingnya keluarga
A A A
ISLAM sebagai agama memandang penting institusi keluarga. Tidak kurang dari 70 ayat Alquran berbicara tentang pentingnya keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, yang menentukan baik-buruknya suatu masyarakat.

Keluarga adalah sebuah institusi yang memiliki fungsi: religius, afektif, sosial, edukatif, protektif, dan rekreatif. Suatu keluarga akan menjadi damai dan bahagia bilamana seluruh fungsi tersebut dimulai dari fungsi religius berjalan optimal. Sebaliknya, bila pelaksanaan fungsi-fungsi itu mengalami masalah akan terjadi krisis dalam keluarga. Di antara masalah yang sering mengganggu fungsi-fungsi keluarga sehingga tidak berjalan efektif adalah masalah syahwat.

Untuk menjamin agar seluruh fungsi keluarga berjalan optimal dan efektif, Islam menggariskan sejumlah prinsip sebagai etika moral dalam kehidupan keluarga, di antaranya, pertama prinsip mawaddah wa rahmah, yaitu cinta dan kasih sayang yang tulus menuju rida Allah SWT. Rasa cinta dan kasih sayang timbul dari komitmen kuat pada perkawinan dan ketulusan hati seseorang menerima kondisi pasangan masing-masing seperti apa adanya, tanpa menuntut lebih dari itu.

Jika prinsip ini ditegakkan maka akan mencegah timbulnya berbagai bentuk perilaku kekerasan di rumah tangga. Karena itu, hubungan suami-istri, bahkan juga hubungan antaranggota dalam keluarga seharusnya selalu dilandasi cinta dan kasih yang tulus. Kedua, prinsip keadilan. Dalam konteks ini, adil berarti meletakkan fungsi-fungsi keluarga secara harmonis. Keadilan dapat diartikan sebagai perlakuan seimbang antara hak dan kewajiban.

Artinya setiap anggota keluarga, terutama ayah dan ibu, mengerti dan melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang. Ketiga, prinsip kesetaraan. Berkaitan dengan ini Wahbah Al-Zuhaili, pakar hukum Islam asal Suriah, menulis dalam bukunya, Al-Fiqh wa Adillatuhu: “Akad nikah sebagaimana akad yang lain adalah perjanjian dua pihak dengan hak dan kewajiban yang sama, sesuai dengan prinsip-prinsip keseimbangan (tawazun) kesepadanan (takaful) dan kesetaraan (musawah).”

Kehidupan keluarga yang tidak merealisasikan prinsip kesetaraan ini akan menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan. Hanya dengan mengimplementasikan prinsip kesetaraan secara tulus dalam keluarga, akan terwujud kedamaian dan kebahagiaan. Keluarga yang penuh kedamaian dan kebahagiaan sungguh-sungguh akan menjadi sendi utama pembangunan masyarakat.

Dengan menjalankan ketiga prinsip tersebut,Islam menuntun manusia agar memenuhi dorongan syahwat dan hasrat biologisnya dengan cara-cara yang sehat, aman, nyaman, dan bertanggung jawab. Itulah sebabnya mengapa Islam mengecam semua bentuk hubungan seksual yang tidak halal, tidak sehat, tidak aman, tidak nyaman, dan tidak bertanggung jawab, seperti perzinaan, perselingkuhan, pemerkosaan, termasuk pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape), dan hubungan seksual yang menyebabkan penularan penyakit, serta semua bentuk hubungan seksual yang dilakukan dengan pemaksaan, kekerasan, eksploitasi, dan manipulasi.

Melalui kehidupan keluarga, manusia diajarkan untuk mampu mengontrol diri, terutama terkait dengan organ-organ seksual. Di sinilah pentingnya ibadah puasa, sebab puasa hakikatnya adalah suatu mekanisme kontrol diri yang sangat efektif. Dengan puasa diharapkan setiap anggota keluarga dapat mengontrol dorongan syahwatnya. Bukankah ibadah puasa dimulai dengan upaya menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual selama waktu tertentu.

Diharapkan dengan puasa, kelak manusia terbiasa mengontrol diri, termasuk mengontrol syahwat dan pada gilirannya membawa manusia pada kehidupan keluarga yang damai dan bahagia.

MUSDAH MULIA
Dosen UIN Jakarta
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4633 seconds (0.1#10.140)