Lebaran Tarekat Naqsabandiyah Tidak Dipermasalahkan Warga

Minggu, 27 Juli 2014 - 11:32 WIB
Lebaran Tarekat Naqsabandiyah Tidak Dipermasalahkan Warga
Lebaran Tarekat Naqsabandiyah Tidak Dipermasalahkan Warga
A A A
PADANG - Meski tidak sesuai keputusan pemerintah, Tarekat Naqsabandiyah di Sumatera Barat tetap melakukan Salat Id hari sebagai tanda genapnya 30 hari mereka puasa sejak 27 Juni lalu.

Dua masjid terbesar aliran ini sejak tadi malam sampai pagi tadi mengumadangkan takbiran dan tadi pagi sudah melakukan Salat Ied berjamaah di dalam Masjid Baitul Makmur dan Surau Pauh, Kecamatan Pauh, Kota Padang Sumatera Barat, termasuk di Kabupaten lainnya yang ada Sumatera Barat.

Bagi warga Pauh tidaklah mempermasalahkan perbedaan waktu itu, sebab mereka juga melaksanakan puasa selama 30 hari.

“Kalau kami tidak mempermasalahkan hari raya mereka, sebab mereka sudah puasa 30 hari dan ajaran mereka tidak ada pelanggaran kok, bahkan kita sendiri tidak sanggup mengkuti tarekat ini,” kata Ujang (45) warga Pauh yang tinggal di depan Surau Baru, Minggu (27/7/2014)

Menurut Ujang, dalam tradisi mereka ini ada namanya suluk, mereka melakukan tasawuf selama 30 hari dalam masjid, dan itu tidak sanggup mereka laksanakan.

“Itu makanya banyak yang sudah tua-tua kalau salat di masjid itu, sebab merekalah yang melakukan suluk, kalau kita mana sanggup,” tuturnya.

Menurutnya, kalau mau melaksanakan suluk itu harus hati yang bersih dan tenang, kalau anak-anak muda dan laki-laki melakukan ini belum tentu akan selesai bahkan ada yang menjadi sinting.

“Sering itu kalau ada anak muda atau yang laki-laki melakukan suluk, bisa tabaliak kaji (sinting) karena tidak sanggup melakukannya,” ujarnya.

Dalam rutinitasnya, warga setempat berbaur dengan jamaah ini, khususnya jamaah yang tinggal disini, biasanya kalau ada berbuka bersama mereka juga mengundang warga lain, ada pemotongan hewan mereka juga undang.

“Saya sendiri kalau salat kadang di surau itu, hanya sekarang saya ikut yang Islam pada umumnya, jadi kami tidak ada mempermasalahkan soal lebaran mereka,” tuturnya.

Buya Safri Malin Mudo, guru Naqsabandiyah di Kota Padang menuturkan soal perbedaan lebaran ini tidaklah dipermasalahkan, sebab semua pedoman yang dipakai adalah Alquran dan Hadist Rasullah tidak ada yang melenceng.

“Kita tetap pedomani Alquran dan Hadist, dan kita juga menjalankan tradisi Nabi Muhammad SAW yang diajarkan kepada muridnya, jadi tidak ada masalah,” pungkasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3957 seconds (0.1#10.140)