Titik Temu Modern Islam dan Kristen Menurut William Montgomery Watt
Kamis, 19 Januari 2023 - 18:33 WIB
William Montgomery Watt dalam buku yang diterjemahkan Zaimudin berjudul "Titik Temu Islam dan Kristen, Persepsi dan Salah Persepsi" (Gaya Media Pratama Jakarta, 1996) mengupas titik temu modern. Ia melihat aspek intelektual dalam hubungan antara umat Islam dan umat Kristen sejak tahun 1800 M, yakni, pada periode kereta api dan telegram, serta televisi dan komputer.
Montgomery Watt mengutip Edward Said tentang kisah TE Lawrence di tengah bangsa Arab termasuk di antara tujuan-tujuannya. "Pertama, mendorong orang Timur (yang tak bersemangat, tak berdaya, menyia-nyiakan waktu) agar senantiasa berada dalam gerakan; kedua, menentukan gerakan dalam bentuk barat secara esensial.'
Namun demikian, katanya, ini adalah pernyataan yang amat berani. Menurutnya, ada gerakan di antara bangsa Arab yang sudah ada sebelum Lawrence "mendorong" mereka dan bukan untuk "memaksakan" sesuatu yang tidak mereka kehendaki, bahkan lebih menunjukkan bagaimana mereka mencapai cita-cita yang diidam-idamkan.
Dapat diakui bahwa nasihat Lawrence ini telah merefleksikan sesuatu yang ada di dalam kepribadiannya, dan juga, dari keinginan-keinginan pemerintah Inggris yang kurang meluas.
Akan tetapi fakta mendasar yang dikehendaki Lawrence dan pemerintah Inggris tersebut bagi bangsa Arab tidak diterima secara pasif, melainkan malah disambut secara aktif.
"Ini adalah pola untuk menemukan keseluruhan titik temu modern," tulis Montgomery Watt.
Menurutnya, umat Islam selalu yang menginginkan modernisasi dan westernisasi; akan tetapi pengluasan yang mereka kehendaki itu bermacam-macam, dan acapkali berhenturan dengan umat Islam yang lain.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies). Berikut selengkapnya tulisan Montgomery Watt tersebut:
Pada awal abad 18 Masehi, sebagian negarawan Ottoman menyatakan bahwa kekaisaran mereka ini telah menjadi rendah diri karena kalah dengan kekuatan-kekuatan Eropa barat, baik di bidang militer maupun di bidang-bidang yang lain.
Pada tahun 1734, sebuah lembaga pendidikan untuk melatih perwira-perwira angkatan bersenjata dalam matematika Eropa telah dibuka di bawah bantuan hibah, namun tidak lama kemudian ditutup oleh perlawanan tentara Janissari, yang membakar habis kekuatan mereka ini.
Setelah itu tidak banyak yang dapat dicapai hingga tahun 1773, ketika sekolah yang sama diperuntukkan bagi angkatan laut, yang mengembangkan juga sekolah teknik-kelautan.
Ini adalah wujud kerjasama di tahun 1793 oleh sebuah sekolah teknik militer, namun juga hanya sedikit perkembangan yang dialami sampai setelah pembubaran tentara Janissari di tahun 1826.
Mahasiswa di sekolah-sekolah tersebut harus melanjutkan belajar ke Perancis dan akibat yang dapat dirasakan pada saat itu adalah seluruh warga negara Ottoman mampu membaca buku-buku berbahasa Perancis dan mampu mengambil seluruh bentuk ide-ide politik.
Hal yang sama juga terjadi di Mesir, segera setelah Muhammad Ali mengangkat dirinya sebagai penguasa negeri ini di tahun 1805. Ia mulai menciptakan angkatan bersenjata dengan model Eropa dan karena itu harus dilatih oleh pelatih-pelatih Eropa.
Pernyataan tersebut dilakukan karena rasa tanggung jawab bagi pembaharuan dalam melatih angkatan bersenjata dan perwira-perwira angkatan laut. Sebagaimana pengganti-pengganti mereka, juga dinyatakan bahwa, apabila negeri-negeri mereka ingin memainkan peranan di dunia bangsa Eropa, maka mereka perlu sejumlah besar rakyatnya dengan pendidikan gaya Eropa untuk mengisi berbagai macam pekerjaan dan jabatan terhormat.
Syaikh al-Islam
Di samping oposisi yang mereka kembangkan ke arah tujuan ini dan sejak awal abad dua puluh di pusat Kekaisaran Ottoman dan di Mesir ada sistem pendidikan barat yang sempurna dimulai sejak sekolah dasar sampai universitas, meskipun provinsi-provinsi di kekaisaran tersebut tengah bergerak menuju akhir kehidupannya.
Montgomery Watt mengutip Edward Said tentang kisah TE Lawrence di tengah bangsa Arab termasuk di antara tujuan-tujuannya. "Pertama, mendorong orang Timur (yang tak bersemangat, tak berdaya, menyia-nyiakan waktu) agar senantiasa berada dalam gerakan; kedua, menentukan gerakan dalam bentuk barat secara esensial.'
Namun demikian, katanya, ini adalah pernyataan yang amat berani. Menurutnya, ada gerakan di antara bangsa Arab yang sudah ada sebelum Lawrence "mendorong" mereka dan bukan untuk "memaksakan" sesuatu yang tidak mereka kehendaki, bahkan lebih menunjukkan bagaimana mereka mencapai cita-cita yang diidam-idamkan.
Dapat diakui bahwa nasihat Lawrence ini telah merefleksikan sesuatu yang ada di dalam kepribadiannya, dan juga, dari keinginan-keinginan pemerintah Inggris yang kurang meluas.
Akan tetapi fakta mendasar yang dikehendaki Lawrence dan pemerintah Inggris tersebut bagi bangsa Arab tidak diterima secara pasif, melainkan malah disambut secara aktif.
"Ini adalah pola untuk menemukan keseluruhan titik temu modern," tulis Montgomery Watt.
Menurutnya, umat Islam selalu yang menginginkan modernisasi dan westernisasi; akan tetapi pengluasan yang mereka kehendaki itu bermacam-macam, dan acapkali berhenturan dengan umat Islam yang lain.
Sekadar mengingatkan William Montgomery Watt adalah seorang penulis barat tentang Islam. Ia pernah mendapatkan gelar "Emiritus Professor," gelar penghormatan tertinggi bagi seorang ilmuwan. Gelar ini diberikan kepadanya oleh Universitas Edinburgh. Penghormatan ini diberikan kepada Watt atas keahliannya di bidang bahasa Arab dan Kajian Islam (Islamic Studies). Berikut selengkapnya tulisan Montgomery Watt tersebut:
Pada awal abad 18 Masehi, sebagian negarawan Ottoman menyatakan bahwa kekaisaran mereka ini telah menjadi rendah diri karena kalah dengan kekuatan-kekuatan Eropa barat, baik di bidang militer maupun di bidang-bidang yang lain.
Pada tahun 1734, sebuah lembaga pendidikan untuk melatih perwira-perwira angkatan bersenjata dalam matematika Eropa telah dibuka di bawah bantuan hibah, namun tidak lama kemudian ditutup oleh perlawanan tentara Janissari, yang membakar habis kekuatan mereka ini.
Setelah itu tidak banyak yang dapat dicapai hingga tahun 1773, ketika sekolah yang sama diperuntukkan bagi angkatan laut, yang mengembangkan juga sekolah teknik-kelautan.
Ini adalah wujud kerjasama di tahun 1793 oleh sebuah sekolah teknik militer, namun juga hanya sedikit perkembangan yang dialami sampai setelah pembubaran tentara Janissari di tahun 1826.
Mahasiswa di sekolah-sekolah tersebut harus melanjutkan belajar ke Perancis dan akibat yang dapat dirasakan pada saat itu adalah seluruh warga negara Ottoman mampu membaca buku-buku berbahasa Perancis dan mampu mengambil seluruh bentuk ide-ide politik.
Hal yang sama juga terjadi di Mesir, segera setelah Muhammad Ali mengangkat dirinya sebagai penguasa negeri ini di tahun 1805. Ia mulai menciptakan angkatan bersenjata dengan model Eropa dan karena itu harus dilatih oleh pelatih-pelatih Eropa.
Pernyataan tersebut dilakukan karena rasa tanggung jawab bagi pembaharuan dalam melatih angkatan bersenjata dan perwira-perwira angkatan laut. Sebagaimana pengganti-pengganti mereka, juga dinyatakan bahwa, apabila negeri-negeri mereka ingin memainkan peranan di dunia bangsa Eropa, maka mereka perlu sejumlah besar rakyatnya dengan pendidikan gaya Eropa untuk mengisi berbagai macam pekerjaan dan jabatan terhormat.
Syaikh al-Islam
Di samping oposisi yang mereka kembangkan ke arah tujuan ini dan sejak awal abad dua puluh di pusat Kekaisaran Ottoman dan di Mesir ada sistem pendidikan barat yang sempurna dimulai sejak sekolah dasar sampai universitas, meskipun provinsi-provinsi di kekaisaran tersebut tengah bergerak menuju akhir kehidupannya.