Beberapa Orang Sufi Menyaksikan Neraka saat Kerasukan
Jum'at, 10 Februari 2023 - 09:12 WIB
Imam al-Ghazali menyebutkan beberapa orang sufi telah dapat menampak dunia dan neraka yang tak kasat mata, diungkapkan kepada mereka pada saat-saat mereka berada dalam keadaan kerasukan (trance) seperti mati.
Pada saat pulihnya kesadaran, muka-muka mereka menggambarkan sifat ungkapan-ungkapan yang telah mereka terima dengan tanda-tanda kegembiraan yang luar biasa ataupun kepanikan. "Tapi tidak perlu lagi visi untuk membuktikan kepada manusia-manusia yang berpikir apa-apa yang akan terjadi," ujar al-Ghazali dalam bukunya berjudul "The Alchemy of Happiness" dan diterjemahkan Haidar Bagir menjadi " Kimia Kebahagiaan ".
Menurutnya, yaitu ketika kematian telah mencabut indera-inderanya dan meninggalkannya tanpa sesuatu apa pun kecuali kepribadian telanjangnya, jika ketika di atas bumi ia terlalu asyik menyibukkan dirinya dengan benda-benda cerapan indera - seperti isteri, anak, kekayaan, tanah, budak laki-laki dan perempuan dan sebagainya - ia akan menderita ketika kehilangan benda-benda ini.
Sebaliknya, jika ia telah membalikkan punggung sejauh-jauhnya dari semua benda-benda duniawi dan meneguhkan kasih sayangnya yang amat besar terhadap Allah, ia akan menyambut kematian sebagai suatu sarana untuk melarikan diri dari kerepotan-kerepotan duniawi dan bergabung dengan Ia yang dicintainya.
Dalam kasus ini, sabda Rasul akan akan terbukti: "Kematian adalah jembatan yang menyatukan sahabat dengan sahabat"; "dunia ini surga bagi orang kafir, dan penjara bagi orang-orang mukmin."
Roh Orang Kafir
Di pihak lain, kata al-Ghazali, semua derita yang ditanggung oleh jiwa setelah mati bersumber pada cinta yang berlebih-lebihan terhadap dunia. Rasulullah bersabda bahwa semua orang kafir setelah mati akan disiksa oleh 99 ular, masing-masing memiliki 9 kepala.
Beberapa orang yang berpikiran sederhana telah memeriksa kuburan orang-orang kafir ini dan bertanya-tanya mengapa mereka tak bisa melihat ular-ular ini.
Mereka tidak paham bahwa ular-ular ini bersemayam di dalam roh orang-orang kafir itu dan bahwa kesemuanya itu sudah ada di dalam diri orang-orang kafir tersebut, bahkan sebelum ia mati.
Menurut al-Ghazali, karena semuanya itu sesungguhnya adalah simbol-simbol sifat jahatnya, seperti cemburu, kebencian, kemunafikan, kesombongan, kelicikan dan lain sebagainya.
Sifat-sifat itu semuanya bersumber, secara langsung maupun tidak, pada kecintaan terhadap dunia ini. Itulah neraka yang disediakan bagi orang-orang yang di dlam al-Qur'an dikatakan "meneguhkan hati mereka pada dunia ini lebih daripada akhirat".
Jika ular-ular itu sekadar bersifat eksternal belaka, kata Imam Ghazali, mereka akan bisa berharap untuk melarikan diri dari siksanya, meskipun hanya untuk sesaat saja. Tetapi jika semuanya itu sudah menjadi sifat-sifat bawaan mereka, bagaimana mereka bisa melarikan diri?
Imam Ghazali mencontohkan kasus seseorang yang menjual seorang budak perempuan tanpa tahu seberapa jauh ia telah terikat dengannya sampai ketika perempuan itu telah sama sekali berada di luar jangkauannya. Kemudian kecintaan pada budak itu, yang selama ini tertidur, bangun di dalam dirinya dengan suatu intensitas yang menyiksanya, menyengatnya seperti ular.
Ia bisa gila karenanya, mencapakkan dirinya ke dalam api atau air untuk melarikan diri darinya. Menurutnya, inilah akibat cinta terhadap dunia, yang tidak pernah terbayang dalam diri orang-orang yang memilikinya sampai ketika dunia direnggut dari mereka dan kemudian siksaan kesia-siaan membuat mereka mau dengan senang hati menukarnya dengan sekadar ular-ular dan kepiting-kepiting eksternal belaka, berapa pun jumlahnya.
"Karenanya, setiap orang yang berbuat dosa membawa perkakas-perkakas hukumannya sendiri ke dunia di balik kematian," kata Imam al-Ghazali.
Benar kata al-Qur'an: "Sesungguhnya kalian akan melihat neraka. Kalian akan melihatnya dengan mata keyakinan (ainul-yaqin)", dan "neraka mengitari orang-orang kafir." Ia tidak berkata akan mengitari mereka, karena neraka sudah mengitari mereka sekarang juga.
Mungkin ada orang yang berkeberatan. Jika demikian halnya, kemudian siapakah yang bisa menghindar dari neraka, karena siapakah orang yang sedikit banyak tidak terikat pada dunia dengan berbagai ikatan kesenangan dan kepentingan.
Pada saat pulihnya kesadaran, muka-muka mereka menggambarkan sifat ungkapan-ungkapan yang telah mereka terima dengan tanda-tanda kegembiraan yang luar biasa ataupun kepanikan. "Tapi tidak perlu lagi visi untuk membuktikan kepada manusia-manusia yang berpikir apa-apa yang akan terjadi," ujar al-Ghazali dalam bukunya berjudul "The Alchemy of Happiness" dan diterjemahkan Haidar Bagir menjadi " Kimia Kebahagiaan ".
Menurutnya, yaitu ketika kematian telah mencabut indera-inderanya dan meninggalkannya tanpa sesuatu apa pun kecuali kepribadian telanjangnya, jika ketika di atas bumi ia terlalu asyik menyibukkan dirinya dengan benda-benda cerapan indera - seperti isteri, anak, kekayaan, tanah, budak laki-laki dan perempuan dan sebagainya - ia akan menderita ketika kehilangan benda-benda ini.
Sebaliknya, jika ia telah membalikkan punggung sejauh-jauhnya dari semua benda-benda duniawi dan meneguhkan kasih sayangnya yang amat besar terhadap Allah, ia akan menyambut kematian sebagai suatu sarana untuk melarikan diri dari kerepotan-kerepotan duniawi dan bergabung dengan Ia yang dicintainya.
Dalam kasus ini, sabda Rasul akan akan terbukti: "Kematian adalah jembatan yang menyatukan sahabat dengan sahabat"; "dunia ini surga bagi orang kafir, dan penjara bagi orang-orang mukmin."
Roh Orang Kafir
Di pihak lain, kata al-Ghazali, semua derita yang ditanggung oleh jiwa setelah mati bersumber pada cinta yang berlebih-lebihan terhadap dunia. Rasulullah bersabda bahwa semua orang kafir setelah mati akan disiksa oleh 99 ular, masing-masing memiliki 9 kepala.
Beberapa orang yang berpikiran sederhana telah memeriksa kuburan orang-orang kafir ini dan bertanya-tanya mengapa mereka tak bisa melihat ular-ular ini.
Mereka tidak paham bahwa ular-ular ini bersemayam di dalam roh orang-orang kafir itu dan bahwa kesemuanya itu sudah ada di dalam diri orang-orang kafir tersebut, bahkan sebelum ia mati.
Menurut al-Ghazali, karena semuanya itu sesungguhnya adalah simbol-simbol sifat jahatnya, seperti cemburu, kebencian, kemunafikan, kesombongan, kelicikan dan lain sebagainya.
Sifat-sifat itu semuanya bersumber, secara langsung maupun tidak, pada kecintaan terhadap dunia ini. Itulah neraka yang disediakan bagi orang-orang yang di dlam al-Qur'an dikatakan "meneguhkan hati mereka pada dunia ini lebih daripada akhirat".
Jika ular-ular itu sekadar bersifat eksternal belaka, kata Imam Ghazali, mereka akan bisa berharap untuk melarikan diri dari siksanya, meskipun hanya untuk sesaat saja. Tetapi jika semuanya itu sudah menjadi sifat-sifat bawaan mereka, bagaimana mereka bisa melarikan diri?
Imam Ghazali mencontohkan kasus seseorang yang menjual seorang budak perempuan tanpa tahu seberapa jauh ia telah terikat dengannya sampai ketika perempuan itu telah sama sekali berada di luar jangkauannya. Kemudian kecintaan pada budak itu, yang selama ini tertidur, bangun di dalam dirinya dengan suatu intensitas yang menyiksanya, menyengatnya seperti ular.
Ia bisa gila karenanya, mencapakkan dirinya ke dalam api atau air untuk melarikan diri darinya. Menurutnya, inilah akibat cinta terhadap dunia, yang tidak pernah terbayang dalam diri orang-orang yang memilikinya sampai ketika dunia direnggut dari mereka dan kemudian siksaan kesia-siaan membuat mereka mau dengan senang hati menukarnya dengan sekadar ular-ular dan kepiting-kepiting eksternal belaka, berapa pun jumlahnya.
"Karenanya, setiap orang yang berbuat dosa membawa perkakas-perkakas hukumannya sendiri ke dunia di balik kematian," kata Imam al-Ghazali.
Benar kata al-Qur'an: "Sesungguhnya kalian akan melihat neraka. Kalian akan melihatnya dengan mata keyakinan (ainul-yaqin)", dan "neraka mengitari orang-orang kafir." Ia tidak berkata akan mengitari mereka, karena neraka sudah mengitari mereka sekarang juga.
Mungkin ada orang yang berkeberatan. Jika demikian halnya, kemudian siapakah yang bisa menghindar dari neraka, karena siapakah orang yang sedikit banyak tidak terikat pada dunia dengan berbagai ikatan kesenangan dan kepentingan.