Sejarah Lahirnya Aliran Muktazilah, Tokoh dan Ajarannya

Senin, 27 Februari 2023 - 22:43 WIB
Aliran Muktazilah cenderung mengedepankan otoritas akal dan pernah mempengaruhi empat khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Foto/ilustrasi
Muktazilah merupakan salah satu cabang aliran Islam yang mengedepankan akal atau rasionalistik. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah pada masa ulama Tabiin Imam Hasan Al-Bashri.

Muktazilah berasal dari kata "i'tizal" yang artinya memisahkan diri. Muktazilah merupakan aliran yang banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat barat, sehingga aliran ini cenderung menggunakan rasio (akal) sebagai dasar pemahamannya.

Aliran Mu'tazilah cenderung mengedepankan otoritas akal (nalar/Aqli) daripada Naqal (dalil syar'i). Sehingga mayoritas Muslim memandang paham ini sangat berbahaya. Salah satu ajaran Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur'an yang merupakan kalam Allah adalah makhluk.

Sejarah Lahirnya Muktazilah

Lahirnya aliran Muktazilah pertama kali muncul di Basrah, Irak, pada Abad 2 Hijriyah. Sejarah munculnya aliran ini bermula dari pendapat Washil bin Atha' (700-750 M) dan dan Amr bin Ubaid. Keduanya terlibat perdebatan dengan Imam Hasan Al-Bashri mengenai status dari pelaku dosa besar.



Perdebatan ini terjadi di satu majelis yang dipimpin Imam Hasan al-Bashri di Masjid Basrah. Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid mentatakan bahwa pelaku dosa besar bukanlah dalam status mukmin maupun kafir.

Karena jawaban itu, Imam Hasan Al-Bashri kemudian mengeluarkan mereka dari majelisnya. Keduanya pun mengasingkan diri pada salah satu pojok Masjid Bashrah. Sejak saat itulah Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid mulai berdakwah dan kemudian mempunyai pengikut yang disebut Muktazilah.

Penamaan itu didasarkan pada sebuah perbedaan pendapat kedua tokoh ini dibandingkan dengan pendapat mayoritas umat Islam pada masa itu.

Tokoh

Aliran Muktazilah ini pertama kali dipelopori oleh Washil bin Atha, seorang penuntut ilmu yang juga murid Imam Hasan Al-Bashri di Irak. Washil bin Atha lahir di Madinah pada masa khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-86 H atau 684-705 M).

Imam Hasan Al-Bashri mengatakan Washil telah i'tizal (mengasingkan diri) dari majelisnya karena pemikirannya. Ketika Washil melontarkan pendapatnya yang melawan arus tadi, dengan nada menyesal Imam Hasan berkomentar: Ia telah keluar dari kita. I'tazala'anna! Kata i'tazala (hengkang) yang jadi sebutan Mu'tazilah (yang hengkang dari arus umum) itu pun kemudian ditempelkan kepada Washil bin Atha dan pengikutnya.

Setelah memisahkan diri, pemikiran Washil bin Atha kian berkembang dan mendapat dukungan banyak orang. Aliran Muktazilah ini sempat mempengaruhi empat khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Washil bin Atha meninggal dunia pada masa pemerintahan Marwan II (127-132 H atau 744-750 M).

Ajaran dan Perkembangannya di Indonesia

Dalam sebuah perbincangan M Baharudin dengan Harun Nasution (21 September 1988), seorang yang mengaku dirinya Neo-Muktazilah. Baharudin menegaskan bahwa di negara Indonesia sudah tidak ada penganut paham atau aliran itu.

Hal ini mengacu pada sebuah syarat seperti apa yang dikatakan oleh Harun Nasution. Beliau mengatakan bahwa tidak bisa menjadi penganut paham Muktazilah apabila tidak bisa memenuhi Al-Ushul Al-Khamsah (5 dasar Ajaran Muktazilah), yaitu:

1. At-Tauhid (mengesakan Tuhan).

2. Al-Adlu (keadilan Allah)

3. Al-Wa'd wa al-Wa'id (janji dan ancaman Allah)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman, yakni:  Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya.  Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah.  Dan dia benci kembali kepada kekufuran, seperti dia benci bila dilempar ke neraka

(HR. Bukhari No. 15)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More