Kapan Puasa Ramadan 2023? InsyaAllah, NU dan Muhammadiyah Tak Berbeda
Selasa, 14 Maret 2023 - 11:01 WIB
Kapan puasa Ramadan 2023? Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memprediksi 1 Ramadhan 1444 H atau awal puasa 2023 akan jatuh pada Kamis (23/3/2023). Hasil hisab Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sudah menetapkan hal itu: 1 Ramadan 1444 Hijriah atau awal ibadah puasa Ramadan jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023.
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, menjelaskan kesamaan itu bisa terjadi apabila saat maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru MABIMS, dengan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4] (wilayah arsir hijau pada gambar atas) dan sudah memenuhi kriteria Wujudul Hilal [WH] (antara arsir putih pada gambar bawah). "Jadi seragam versi [3-6,4] dan [WH] bahwa 1 Ramadhan 1444 pada 23 Maret 2023," kata Thomas seperti dilansir situs resmi BRIN. MABIMS adalah singkatan dari Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Menurut Thomas, pada Selasa (21/3/2023), posisi Bulan di Indonesia masih di bawah ufuk dan belum terjadi ijtimak. Ijtimak atau bulan baru sendiri baru terjadi pada Rabu (22/3/2023) pukul 00.23 WIB. Garis tanggal wujudul hilal terjadi di Samudera Atlantik pada 21 Maret, jadi pada saat maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia telah memenuhi kriteria wujudul hilal yang dipedomani Muhammadiyah.
Oleh karenanya, lanjut Thomas, Muhammadiyah mengumumkan awal Ramadhan 1444 jatuh 23 Maret 2023. Muhammadiyah sendiri dalam siaran persnya menyebut pada Selasa (21/3/2023), ijtimak jelang Ramadhan 1444 H belum terjadi. Ijtimak baru terjadi esok harinya, yakni pada Rabu (22/3/2023) pukul 00.25 WIB.
Tinggi bulan saat matahari terbenam di Yogyakarta pada waktu tersebut menunjukkan hilal sudah wujud. Begitu juga di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam, bulan sudah berada di atas ufuk.
Sementara itu, hasil hisab hakiki wujudul hilal juga menetapkan, hari raya Idul Fitri akan jatuh pada 21 April 2023. "Tanggal 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Jumat Pahing, 21 April 2023 M," tulis rilis resmi tersebut.
Nah, perihal sama atau tidak antara pemerintah dan Muhammadiyah masih perlu menunggu hasil pemantauan hilal dan sidang isbat. Menurut simulasi posisi hilal saat maghrib pada Rabu (22/3/2023) di Stellarium, hilal berada di atas Matahari sedikit ke arah kanan. "Simulasi Stellarium menunjukkan hilal pada saat maghrib 22 Maret 2023. Hilal sangat tipis dengan lengkungan menghadap matahari di bawahnya," katanya.
Diprakirakan hilal akan terlihat di Indonesia, sehingga insyaAllah sidang isbat akan memutuskan awal Ramadhan 1444 pada 23 Maret 2023.
Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) akan menetapkan 1 Ramadhan 1444 H melalui pemantauan hilal dan sidang isbat atau penetapan pada Rabu (22/3/2023) mendatang.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Adib menyebutkan bahwa itu bertepatan dengan 29 Syaban 1444 H. "Rangkaian sidang isbat awal Ramadhan tahun ini masih digelar secara hybrid, atau gabungan antara daring dan luring," ujarnya, dilansir dari laman Kemenag, Rabu (8/3/2023).
Adib menjelaskan, sidang isbat akan mempertimbangkan hasil hisab (perhitungan astronomis) dan hasil konfirmasi rukyatul hilal (pemantauan hilal). Untuk itu, pelaksanaan sidang isbat akan terbagi menjadi tiga tahap, yakni pemaparan posisi hilal, pelaksanaan sidang isbat, serta konferensi pers hasil sidang penetapan.
Hari Raya Idul Fitri
Selama ini perbedaan terkait penentuan awal Ramadan dan Hari Raya masih sering diperdebatkan hingga saat ini. Perbedaan muncul bukan dikarenakan metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) tetapi karena perbedaan kriteria. Kriteria Wujudul Hilal digunakan Muhammadiyah sedangkan kriteria Imkan Rukyat (visibilitas hilal) digunakan oleh NU dan beberapa ormas lain.
"Penentuan awal bulan memerlukan kriteria agar bisa disepakati bersama," ujar Thomas. Menurutnya, rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru. "Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria. Sehingga kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat," ungkapnya.
Di sisi lain, Thomas menyebut ada kemungkinan kesamaan awal Ramadan, namun juga adanya potensi perbedaan terkait Idul Fitri 1444. Hal ini disebabkan karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4].
Namun sudah memenuhi kriteria wujudul hilal [WH] yang ditunjukkan pada antara arsir putih dan arsip merah pada gambar bawah. Jadi ada potensi perbedaan: Versi [3-6,4] 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, tetapi versi [WH] 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023.
Thomas menjelaskan sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha yang terus berulang karena belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriyah. Prasyarat utama untuk terwujudnya unifikasi kalender hijriyah, harus ada otoritas tunggal. Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama.
Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional. Penentuan ini mengacu pada batas wilayah sebagai satu wilayah hukum (wilayatul hukmi) sesuai batas kedaulatan negara. "Kriteria diupayakan untuk disepakati Bersama," ujar Thomas Djamaluddin.
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, menjelaskan kesamaan itu bisa terjadi apabila saat maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru MABIMS, dengan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4] (wilayah arsir hijau pada gambar atas) dan sudah memenuhi kriteria Wujudul Hilal [WH] (antara arsir putih pada gambar bawah). "Jadi seragam versi [3-6,4] dan [WH] bahwa 1 Ramadhan 1444 pada 23 Maret 2023," kata Thomas seperti dilansir situs resmi BRIN. MABIMS adalah singkatan dari Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Menurut Thomas, pada Selasa (21/3/2023), posisi Bulan di Indonesia masih di bawah ufuk dan belum terjadi ijtimak. Ijtimak atau bulan baru sendiri baru terjadi pada Rabu (22/3/2023) pukul 00.23 WIB. Garis tanggal wujudul hilal terjadi di Samudera Atlantik pada 21 Maret, jadi pada saat maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia telah memenuhi kriteria wujudul hilal yang dipedomani Muhammadiyah.
Oleh karenanya, lanjut Thomas, Muhammadiyah mengumumkan awal Ramadhan 1444 jatuh 23 Maret 2023. Muhammadiyah sendiri dalam siaran persnya menyebut pada Selasa (21/3/2023), ijtimak jelang Ramadhan 1444 H belum terjadi. Ijtimak baru terjadi esok harinya, yakni pada Rabu (22/3/2023) pukul 00.25 WIB.
Tinggi bulan saat matahari terbenam di Yogyakarta pada waktu tersebut menunjukkan hilal sudah wujud. Begitu juga di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam, bulan sudah berada di atas ufuk.
Sementara itu, hasil hisab hakiki wujudul hilal juga menetapkan, hari raya Idul Fitri akan jatuh pada 21 April 2023. "Tanggal 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Jumat Pahing, 21 April 2023 M," tulis rilis resmi tersebut.
Nah, perihal sama atau tidak antara pemerintah dan Muhammadiyah masih perlu menunggu hasil pemantauan hilal dan sidang isbat. Menurut simulasi posisi hilal saat maghrib pada Rabu (22/3/2023) di Stellarium, hilal berada di atas Matahari sedikit ke arah kanan. "Simulasi Stellarium menunjukkan hilal pada saat maghrib 22 Maret 2023. Hilal sangat tipis dengan lengkungan menghadap matahari di bawahnya," katanya.
Diprakirakan hilal akan terlihat di Indonesia, sehingga insyaAllah sidang isbat akan memutuskan awal Ramadhan 1444 pada 23 Maret 2023.
Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) akan menetapkan 1 Ramadhan 1444 H melalui pemantauan hilal dan sidang isbat atau penetapan pada Rabu (22/3/2023) mendatang.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Adib menyebutkan bahwa itu bertepatan dengan 29 Syaban 1444 H. "Rangkaian sidang isbat awal Ramadhan tahun ini masih digelar secara hybrid, atau gabungan antara daring dan luring," ujarnya, dilansir dari laman Kemenag, Rabu (8/3/2023).
Adib menjelaskan, sidang isbat akan mempertimbangkan hasil hisab (perhitungan astronomis) dan hasil konfirmasi rukyatul hilal (pemantauan hilal). Untuk itu, pelaksanaan sidang isbat akan terbagi menjadi tiga tahap, yakni pemaparan posisi hilal, pelaksanaan sidang isbat, serta konferensi pers hasil sidang penetapan.
Hari Raya Idul Fitri
Selama ini perbedaan terkait penentuan awal Ramadan dan Hari Raya masih sering diperdebatkan hingga saat ini. Perbedaan muncul bukan dikarenakan metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) tetapi karena perbedaan kriteria. Kriteria Wujudul Hilal digunakan Muhammadiyah sedangkan kriteria Imkan Rukyat (visibilitas hilal) digunakan oleh NU dan beberapa ormas lain.
"Penentuan awal bulan memerlukan kriteria agar bisa disepakati bersama," ujar Thomas. Menurutnya, rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru. "Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria. Sehingga kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat," ungkapnya.
Di sisi lain, Thomas menyebut ada kemungkinan kesamaan awal Ramadan, namun juga adanya potensi perbedaan terkait Idul Fitri 1444. Hal ini disebabkan karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4].
Namun sudah memenuhi kriteria wujudul hilal [WH] yang ditunjukkan pada antara arsir putih dan arsip merah pada gambar bawah. Jadi ada potensi perbedaan: Versi [3-6,4] 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, tetapi versi [WH] 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023.
Thomas menjelaskan sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha yang terus berulang karena belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriyah. Prasyarat utama untuk terwujudnya unifikasi kalender hijriyah, harus ada otoritas tunggal. Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama.
Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional. Penentuan ini mengacu pada batas wilayah sebagai satu wilayah hukum (wilayatul hukmi) sesuai batas kedaulatan negara. "Kriteria diupayakan untuk disepakati Bersama," ujar Thomas Djamaluddin.
(mhy)