Pentingnya Sikap Qana'ah, Begini Dalilnya
Jum'at, 05 Mei 2023 - 09:54 WIB
Setiap muslim hendaknya memiliki sikap qana’ah dan penting ditanamkan dalam hati, yaitu hati yang selalu merasa cukup. Jika seseorang tidak punya sikap qana'ah maka dipastikan hidupnya tidak akan tenang. Dia akan sering merasa lelah karena selalu ingin mendapatkan apa yang dia mau.
Melalaikan sikap qana'ah akan sering kecewa, sering merasa kurang, sering depresi, sering hasad, bahkan sering tidak bersyukur. Orang seperti itu akan selalu berambisi berlari mengejar dunia yang bukan pada tempatnya kita harus berlari.
Padahal sudah jelas hakikat dunia, meski dengan sekuat tenaga dan berusaha keras kita untuk mengejarnya, tetap saja semua akan kita tinggalkan dan tak semua yang kita inginkan pasti kita dapatkan.
Dia sudah terjerumus mengikuti hawa nafsu -nya. Dalam buku Tazkiyatun Nafs, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa nafsu tidak berdiri sendiri melakukan keburukan keserakahan kecuali disertai kebodohan. Sebab jika ia mengetahui bahwa selalu merasa kurang adalah sikap tidak baik, maka dia memilih bersikap merasa cukup.
Mengikuti hawa nafsu adalah berbahaya yang disebabkan lemahnya pikirannya. Orang yang selalu mengajar apapun yang dia mau, padahal kemampuannya tidak bisa menjangkaunya, maka itulah yang disebut orang yang tidak memiliki akal dan kecerdasan.
Dunia jangan selalu dikejar. Tidak boleh terlalu berambisi dan tamak untuk senantiasa mendapatkannya.
Sebab perlombaan mengejar dunia adalah hal yang sangat melelahkan.
Karena perlombaannya tidak ada garis akhirnya. Apalagi sifat manusia memang tidak akan pernah merasa puas dengan dunia yang ia dapatkan. Sehingga Ia akan terus ingin lagi, lagi dan ingin lagi, dan ia barulah sadar setelah mulut terisi tanah (mati)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertobat.” ( Muttafaqun ‘alaih)
Disebutkan pula hadits dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallambersabda :
”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rezeki tersebut.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam bab yang sama pada Sunan Ibnu Majah disebutkan pula hadis :
”Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallambersabda, ”Lihatlah pada orang yang berada di bawah kalian dan janganlah perhatikan orang yang berada di atas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak seperti itu sehingga engkau tidak meremahkan nikmat yang telah Allah anugerahkan -kata Abu Mu’awiyah- padamu.” (HR. Ibnu Majah)
Disebutkan pula hadis Abu Hurairah berikut :
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah ).
Hadis dalamShahih Bukhari :
”Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta malah masih merasa tidak cukup (alias: fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta. Padahal hakikat kaya adalahkaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak begitu rakus untuk terus menambah.”
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawirahimahullahberkata, ”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka iatidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim)
Melalaikan sikap qana'ah akan sering kecewa, sering merasa kurang, sering depresi, sering hasad, bahkan sering tidak bersyukur. Orang seperti itu akan selalu berambisi berlari mengejar dunia yang bukan pada tempatnya kita harus berlari.
Padahal sudah jelas hakikat dunia, meski dengan sekuat tenaga dan berusaha keras kita untuk mengejarnya, tetap saja semua akan kita tinggalkan dan tak semua yang kita inginkan pasti kita dapatkan.
Dia sudah terjerumus mengikuti hawa nafsu -nya. Dalam buku Tazkiyatun Nafs, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa nafsu tidak berdiri sendiri melakukan keburukan keserakahan kecuali disertai kebodohan. Sebab jika ia mengetahui bahwa selalu merasa kurang adalah sikap tidak baik, maka dia memilih bersikap merasa cukup.
Mengikuti hawa nafsu adalah berbahaya yang disebabkan lemahnya pikirannya. Orang yang selalu mengajar apapun yang dia mau, padahal kemampuannya tidak bisa menjangkaunya, maka itulah yang disebut orang yang tidak memiliki akal dan kecerdasan.
Dunia jangan selalu dikejar. Tidak boleh terlalu berambisi dan tamak untuk senantiasa mendapatkannya.
Sebab perlombaan mengejar dunia adalah hal yang sangat melelahkan.
Karena perlombaannya tidak ada garis akhirnya. Apalagi sifat manusia memang tidak akan pernah merasa puas dengan dunia yang ia dapatkan. Sehingga Ia akan terus ingin lagi, lagi dan ingin lagi, dan ia barulah sadar setelah mulut terisi tanah (mati)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ﻟَﻮْ ﺃَﻥَّ ﻻِﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻭَﺍﺩِﻳًﺎ ﻣِﻦْ ﺫَﻫَﺐٍ ﺃَﺣَﺐَّ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻟَﻪُ ﻭَﺍﺩِﻳَﺎﻥِ ، ﻭَﻟَﻦْ ﻳَﻤْﻸَ ﻓَﺎﻩُ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏُ ، ﻭَﻳَﺘُﻮﺏُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺗَﺎﺏَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertobat.” ( Muttafaqun ‘alaih)
Disebutkan pula hadits dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallambersabda :
”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rezeki tersebut.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam bab yang sama pada Sunan Ibnu Majah disebutkan pula hadis :
”Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallambersabda, ”Lihatlah pada orang yang berada di bawah kalian dan janganlah perhatikan orang yang berada di atas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak seperti itu sehingga engkau tidak meremahkan nikmat yang telah Allah anugerahkan -kata Abu Mu’awiyah- padamu.” (HR. Ibnu Majah)
Disebutkan pula hadis Abu Hurairah berikut :
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah ).
Hadis dalamShahih Bukhari :
”Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta malah masih merasa tidak cukup (alias: fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta. Padahal hakikat kaya adalahkaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak begitu rakus untuk terus menambah.”
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawirahimahullahberkata, ”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka iatidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim)