Syarat-syarat Syar'i untuk Wanita yang Boleh Mengasuh Anak
Selasa, 20 Juni 2023 - 10:25 WIB
Ibnul Qayyim berkata, “Pendapat yang benar dan dapat dipastikan bahwa takwa tidak termasuk syarat dalam pengasuhan, dan ini merupakan persyaratan yang sangat jauh. Seandainya takwa menjadi syarat dalam pengasuhan tentunya akan banyak sekali anak-anak yang tersia-siakan, karena ini merupakan syarat yang sulit dipenuhi oleh umat Islam.
Sejak munculnya islam hingga hari kiamat kelak, anak-anak orang fasiq tetap berada di bawah pengasuhan mereka dan tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa menggugat hak asuh mereka, padahal penduduk dunia ini mayoritasnya dari kalangan mereka.
Apakah pernah terjadi dalam sejarah Islam ada seseorang yang menggugat hak asuh seorang anak dari kedua tuanya atau salah satu dari orang tuanya karena alasan fasiq. Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam serta para sahabatnya tidak pernah melarang seorang fasiq menjaga dan mengasuh anaknya. Malah realitanya seorang ayah walaupun ia fasiq tetap berusaha untuk mengasuh anaknya dan tidak menyia-nyiakannya bahkan mengusahakan kebaikan untuk anak.
Meskipun ada juga yang nyeleneh dalam mengasuh anaknya, namun hal itu jarang terjadi. Jadi, syariat cukup menyerahkan masalah pengasuhan pada naluri bawaan. Apabila syariat menghapus hak asuh dan hak perwalian nikah terhadap orang-orang fasiq tentunya syariat telah menjelaskan tentang penghapusan hak ini, karena hal ini termasuk perkara yang terpenting untuk umat, dan tentu praktiknya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Untuk syarat keenam dan ketujuh, sebagian ulama tidak menyetujuinya sebagai syarat mengasuh anak.
Wallahu A'lam
Sejak munculnya islam hingga hari kiamat kelak, anak-anak orang fasiq tetap berada di bawah pengasuhan mereka dan tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa menggugat hak asuh mereka, padahal penduduk dunia ini mayoritasnya dari kalangan mereka.
Apakah pernah terjadi dalam sejarah Islam ada seseorang yang menggugat hak asuh seorang anak dari kedua tuanya atau salah satu dari orang tuanya karena alasan fasiq. Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam serta para sahabatnya tidak pernah melarang seorang fasiq menjaga dan mengasuh anaknya. Malah realitanya seorang ayah walaupun ia fasiq tetap berusaha untuk mengasuh anaknya dan tidak menyia-nyiakannya bahkan mengusahakan kebaikan untuk anak.
Meskipun ada juga yang nyeleneh dalam mengasuh anaknya, namun hal itu jarang terjadi. Jadi, syariat cukup menyerahkan masalah pengasuhan pada naluri bawaan. Apabila syariat menghapus hak asuh dan hak perwalian nikah terhadap orang-orang fasiq tentunya syariat telah menjelaskan tentang penghapusan hak ini, karena hal ini termasuk perkara yang terpenting untuk umat, dan tentu praktiknya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Untuk syarat keenam dan ketujuh, sebagian ulama tidak menyetujuinya sebagai syarat mengasuh anak.
Wallahu A'lam
(wid)