Misteri Panji Gumilang, Al Chaidar: Biar Ganti Nama, Saya Mengenal Dia
Rabu, 05 Juli 2023 - 05:15 WIB
Pengamat terorisme yang mantan anggota NII KW 9, Al-Chaidar mengaku mengenal betul Asy-Syaikh Al-Ma'had AS Panji Gumilang . "Saya mengenal betul dengan Abu Toto, karena memang jajaran saya waktu itu di Bekasi Barat. Dan sayapun tetap mengenali Abu Toto, sekalipun dia mengubah namanya menjadi AS Panji Gumilang, atau menjadi Syaikh Ma'had Al Zaytun di Indramayu itu," ujarnya.
Al-Chaidar sempat bergabung dengan Negara Islam Indonesia Komendemen Wilayah atau NII KW 9 pada tahun 1991 sampai 1996. NII KW 9 meliputi daerah Jakarta dan sekitarnya. Dalam buku "Membongkar Gerakan NII di Balik Pesantren Mewah Al-Zaytun" karya Umar Abduh, Al Chaidar menyampaikan pengakuannya tersebut.
Berikut selengkapnya pengakuan Al Chaidar:
Pada mulanya saya didatangi seorang sahabat yang telah lama tidak kuliah, Amirul Mukminin namanya. Secara terus-terang dia menceritakan perihal dirinya berhenti dari kuliah, karena telah terlibat secara aktif dalam NII. Lantas sayapun diajaknya ikut pengajian kelompoknya.
Saya agak heran, kenapa saya yang diajak, padahal saya sebelumnya telah ta'lim dengan kelompok Ikhwanul Muslimin, kelompok yang dikenal anti dengan gerakan atau kelompok NII. Dan hal ini saya ceritakan kepada Murabbi. Mereka tidak suka dan melarang saya berhubungan dengan NII.
Ketidaksukaan para Murabbi saya inilah yang justru menimbulkan rasa keingintahuan saya terhadap NII. Dan ternyata NII mempunyai konsep yang sangat radikal tentang Negara Islam. Apapun persoalannya selalu dihubungkan dengan sistem Negara Islam secara radikal. Jadi, akar segala persoalan sesungguhnya adalah negara ini.
Artinya, sebagai contoh, mengapa sekarang banyak fenomena pacaran, atau fenomena perselingkuhan atau fenomena seks bebas di kalangan mahasiswa? Jawabannya, karena negara Indonesia bukan negara Islam.
Mereka mencoba menarik calon anggota melalui tema-tema human interest dalam persoalan persoalan sosial yang sangat mendasar. Setelah tertarik baru diajak mengaji.
Sedangkan saya, didekati karena mereka memandang saya punya pikiran- pikiran kritis dan agak fundamentalis, makanya langsung digarap. Akhirnya kita dibawa kepada semangat untuk mengadakan perubahan terhadap semua ketimpangan dan penyakit sosial maupun politik yang ada di negeri ini.
Melalui sistem jema'ah negara Islam kita diajak berjuang sekuat tenaga dengan cara mengumpulkan kekuatan mental, fisik dan ekonomi. Dan saya pun gencar berdakwah merekrut calon anggota.
Saya pun sempat membayangkan diri bakalan masuk ke jajaran elite kelompok Abu Toto ini. Konyolnya, saya pun tetap terbawa sampai 5 tahun, dan sangat menikmati penyimpangannya yang sangat parah tersebut.
Seperti soal penerapan periodesasi hukum dan aturan yang selalu akan terjadi pengulangan. Sehingga jika dahulu masa di Makkah (Makkiyah) belum diwajibkan salat ataupun meninggalkan khamar, maka sekarang pun persis seperti itu.
Akibatnya, ketika saya dahulu berdakwah di kampus UI, tanpa ada rasa bersalah, saat itupun saya sambil minum vodka. Dan celakanya, justru hal itulah yang bisa menarik ribuan kaum muda, karena mereka senang mendapatkan ajaran itu. Seakan-akan menunjukkan bahwa tindakan mereka selama ini, seperti minum-minum adalah merupakan tindakan yang sesuai dengan fitrah. Berarti mereka selama ini tidak terlalu jauh dari Islam. Dan sekali lagi, karena itulah mereka tertarik dengan ajaran ini.
Di dalam niatan saya menarik sebanyak mungkin pengikut, tidak ada latar belakang lain kecuali semata mata untuk kepentingan ekonomi NII.
Orang digiring masuk dulu, setelah itu baru diperas ekonominya. Atas tindakan rekrutmen saya ini, masuklah sekitar 2.000-an anggota, yang patuh dan taatnya hanya untuk Abu Toto. Kalau dijumlah hasil setoran yang saya berikan kepada pimpinan selama itu nggak kurang dari Rp2 miliar. Tapi, dasar niat dan keterpengaruhan kita dengan NII karena kering spiritual, kurang ilmu agama, maka sebenarnya ketika menjadi anggota NII Abu Toto sama sekali tak terobati.
Jika tadinya kita merasa teralienasi (terasing) dari kehidupan sosial yang ada, seharusnya dengan masuk ke dalam jemaah NII, akan kita dapatkan teman serta bisa bersosialisasi. Kenyataannya, kitapun masih tetap merasa sendiri juga.
Bahkan pada akhirnya kita diancam dengan ayat-ayat, dituduh malas, murtad atau kufur, karena kita sudah kesulitan untuk memberikan kontribusi ekonomi kepada NII. Maka faktor inilah yang pada akhirnya menyebabkan saya dan teman teman yang lain keluar dari NII.
Al-Chaidar sempat bergabung dengan Negara Islam Indonesia Komendemen Wilayah atau NII KW 9 pada tahun 1991 sampai 1996. NII KW 9 meliputi daerah Jakarta dan sekitarnya. Dalam buku "Membongkar Gerakan NII di Balik Pesantren Mewah Al-Zaytun" karya Umar Abduh, Al Chaidar menyampaikan pengakuannya tersebut.
Berikut selengkapnya pengakuan Al Chaidar:
Pada mulanya saya didatangi seorang sahabat yang telah lama tidak kuliah, Amirul Mukminin namanya. Secara terus-terang dia menceritakan perihal dirinya berhenti dari kuliah, karena telah terlibat secara aktif dalam NII. Lantas sayapun diajaknya ikut pengajian kelompoknya.
Saya agak heran, kenapa saya yang diajak, padahal saya sebelumnya telah ta'lim dengan kelompok Ikhwanul Muslimin, kelompok yang dikenal anti dengan gerakan atau kelompok NII. Dan hal ini saya ceritakan kepada Murabbi. Mereka tidak suka dan melarang saya berhubungan dengan NII.
Ketidaksukaan para Murabbi saya inilah yang justru menimbulkan rasa keingintahuan saya terhadap NII. Dan ternyata NII mempunyai konsep yang sangat radikal tentang Negara Islam. Apapun persoalannya selalu dihubungkan dengan sistem Negara Islam secara radikal. Jadi, akar segala persoalan sesungguhnya adalah negara ini.
Artinya, sebagai contoh, mengapa sekarang banyak fenomena pacaran, atau fenomena perselingkuhan atau fenomena seks bebas di kalangan mahasiswa? Jawabannya, karena negara Indonesia bukan negara Islam.
Mereka mencoba menarik calon anggota melalui tema-tema human interest dalam persoalan persoalan sosial yang sangat mendasar. Setelah tertarik baru diajak mengaji.
Sedangkan saya, didekati karena mereka memandang saya punya pikiran- pikiran kritis dan agak fundamentalis, makanya langsung digarap. Akhirnya kita dibawa kepada semangat untuk mengadakan perubahan terhadap semua ketimpangan dan penyakit sosial maupun politik yang ada di negeri ini.
Melalui sistem jema'ah negara Islam kita diajak berjuang sekuat tenaga dengan cara mengumpulkan kekuatan mental, fisik dan ekonomi. Dan saya pun gencar berdakwah merekrut calon anggota.
Saya pun sempat membayangkan diri bakalan masuk ke jajaran elite kelompok Abu Toto ini. Konyolnya, saya pun tetap terbawa sampai 5 tahun, dan sangat menikmati penyimpangannya yang sangat parah tersebut.
Seperti soal penerapan periodesasi hukum dan aturan yang selalu akan terjadi pengulangan. Sehingga jika dahulu masa di Makkah (Makkiyah) belum diwajibkan salat ataupun meninggalkan khamar, maka sekarang pun persis seperti itu.
Akibatnya, ketika saya dahulu berdakwah di kampus UI, tanpa ada rasa bersalah, saat itupun saya sambil minum vodka. Dan celakanya, justru hal itulah yang bisa menarik ribuan kaum muda, karena mereka senang mendapatkan ajaran itu. Seakan-akan menunjukkan bahwa tindakan mereka selama ini, seperti minum-minum adalah merupakan tindakan yang sesuai dengan fitrah. Berarti mereka selama ini tidak terlalu jauh dari Islam. Dan sekali lagi, karena itulah mereka tertarik dengan ajaran ini.
Di dalam niatan saya menarik sebanyak mungkin pengikut, tidak ada latar belakang lain kecuali semata mata untuk kepentingan ekonomi NII.
Orang digiring masuk dulu, setelah itu baru diperas ekonominya. Atas tindakan rekrutmen saya ini, masuklah sekitar 2.000-an anggota, yang patuh dan taatnya hanya untuk Abu Toto. Kalau dijumlah hasil setoran yang saya berikan kepada pimpinan selama itu nggak kurang dari Rp2 miliar. Tapi, dasar niat dan keterpengaruhan kita dengan NII karena kering spiritual, kurang ilmu agama, maka sebenarnya ketika menjadi anggota NII Abu Toto sama sekali tak terobati.
Jika tadinya kita merasa teralienasi (terasing) dari kehidupan sosial yang ada, seharusnya dengan masuk ke dalam jemaah NII, akan kita dapatkan teman serta bisa bersosialisasi. Kenyataannya, kitapun masih tetap merasa sendiri juga.
Bahkan pada akhirnya kita diancam dengan ayat-ayat, dituduh malas, murtad atau kufur, karena kita sudah kesulitan untuk memberikan kontribusi ekonomi kepada NII. Maka faktor inilah yang pada akhirnya menyebabkan saya dan teman teman yang lain keluar dari NII.