Saf Renggang Al-Zaytun: Salah Tafsir terhadap Ayat 11 Surah Al-Mujadalah
loading...
A
A
A
Pimpinan Maahad Al-Zaytun, Panji Gumilang , telah mempraktikkan salat dengan saf renggang, lalu mencampur jemaah lelaki dan perempuan. Ia berdalih cara demikian dilakukan karena ingin memuliakan perempuan. Mereka menganggap bahwa dengan mencampur lelaki dan perempuan berarti memuliakan kaum hawa.
Perihal saf renggang, Muhammad Iklil Musyafa' dkk, dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dalam artikelnya berjudul "Penyimpangan Ajaran Ma'had Al-Zaytun Terhadap Hukum Islam" yang dilansir Jurnal Riset Rumpun Agama dan Filsafat (JURRAFI) menyebut ini sebagai kesalahan Panji Gumilang dalam menafsirkan ayat 11 dari Surah Al-Mujadalah .
Allah SWT berfirman:
Yaaa ayyuhal laziina aamanuu izaa qiila lakum tafassahuu fil majaalisi fafsahuu yafsahil laahu lakum wa izaa qiilan shuzuu fanshuzuu yarfa'il laahul laziina aamanuu minkum wallaziina uutul 'ilma darajaat; wallaahu bimaa ta'maluuna khabiir
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.
Muhammad Iklil Musyafa' menjelaskan asbabun nuzul dari ayat ini dilatar belakangi oleh adanya majelis Rasulullah SAW di serambi Masjid Nabawi pada hari Jumat. Ketika itu datang sejumlah sahabat Ahli Badar yang biasanya mendapat tempat khusus oleh Nabi Muhammad SAW.
Suatu ketika, saat Ahli Badar ini datang dan mengucap salam, orang-orang di majelis menjawab salam namun tidak memberi tempat duduk untuknya.
Panji Gumilang mamaknai bahwa ayat ini memerintahkan kita untuk merenggangkan saf pada waktu salat, padahal di situ jelas-jelas tidak ditujukan untuk salat.
"Penafsiran ayat ini, penting untuk memperhatikan bahwa konteks dan tujuan ayat dapat lebih dipahami dengan mempertimbangkan konteks historis, penafsiran ulama, dan penggunaan ayat tersebut dalam keseluruhan konteks Al-Qur'an," ujar Muhammad Iklil Musyafa'.
Oleh karena itu, menurutnya, disarankan untuk merujuk kepada ulama, ahli tafsir, atau sumber otoritatif lainnya untuk memahami ayat ini dengan lebih mendalam.
Jemaah Lelaki dan Perempuan
Perihal campurnya antara jemaah laki-laki dan perempuan dalam satu shaf pada saat melaksanakan salat Idul Fitri 1444 H, dijelaskan bahwa masalah ini sudah banyak dikaji di kitab-kitab klasik dan di salah satu Hadis.
“Shaf yang paling baik bagi laki-laki adalah shaf yang paling awal, sedangkan saf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Dan saf yang paling baik bagi wanita adalah shaf yang paling akhir, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling awal.” (HR Imam Muslim).
Dari paparan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa campurnya saf laki-laki dan perempuan dalam salat tidak dibenarkan.
Mencampur saf lelaki dan perempuan sebagai memuliakan perempuan adalah mengada-ada. Memuliakan perempuan dalam Islam sebenarnya banyak caranya. Seperti disyariatkannya memakai hijab, itu sudah merupakan bentuk memuliakan perempuan.
"Tindakan mencampur saf ini bukannya memuliakan wanita justru yang ada malah merusak syariat yang ada," ujar Muhammad Iklil Musyafa'.
Dia mengingatkan bahwa agama Abrahamik yakni Islam, Yahudi, dan Nasrani sangat menjaga ketat para wanita seperti pemisahan dalam ibadah.
Hal ini seperti fenomena munculnya agama Kristen Protestan. Sebelum agama ini ada, Kristen yang dominan adalah Kristen Katolik yang memisah antara laki-laki dan perempuan, lalu muncullah tokoh yang Bernama Martin Luther yang membawa reformasi terhadap Kristen sehingga ibadah bisa dicampur laki-laki dan perempuan.
Perihal saf renggang, Muhammad Iklil Musyafa' dkk, dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dalam artikelnya berjudul "Penyimpangan Ajaran Ma'had Al-Zaytun Terhadap Hukum Islam" yang dilansir Jurnal Riset Rumpun Agama dan Filsafat (JURRAFI) menyebut ini sebagai kesalahan Panji Gumilang dalam menafsirkan ayat 11 dari Surah Al-Mujadalah .
Allah SWT berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا قِيۡلَ لَـكُمۡ تَفَسَّحُوۡا فِى الۡمَجٰلِسِ فَافۡسَحُوۡا يَفۡسَحِ اللّٰهُ لَـكُمۡ ۚ وَاِذَا قِيۡلَ انْشُزُوۡا فَانْشُزُوۡا يَرۡفَعِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡكُمۡ ۙ وَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ دَرَجٰتٍ ؕ وَاللّٰهُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِيۡرٌ
Yaaa ayyuhal laziina aamanuu izaa qiila lakum tafassahuu fil majaalisi fafsahuu yafsahil laahu lakum wa izaa qiilan shuzuu fanshuzuu yarfa'il laahul laziina aamanuu minkum wallaziina uutul 'ilma darajaat; wallaahu bimaa ta'maluuna khabiir
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.
Muhammad Iklil Musyafa' menjelaskan asbabun nuzul dari ayat ini dilatar belakangi oleh adanya majelis Rasulullah SAW di serambi Masjid Nabawi pada hari Jumat. Ketika itu datang sejumlah sahabat Ahli Badar yang biasanya mendapat tempat khusus oleh Nabi Muhammad SAW.
Suatu ketika, saat Ahli Badar ini datang dan mengucap salam, orang-orang di majelis menjawab salam namun tidak memberi tempat duduk untuknya.
Panji Gumilang mamaknai bahwa ayat ini memerintahkan kita untuk merenggangkan saf pada waktu salat, padahal di situ jelas-jelas tidak ditujukan untuk salat.
"Penafsiran ayat ini, penting untuk memperhatikan bahwa konteks dan tujuan ayat dapat lebih dipahami dengan mempertimbangkan konteks historis, penafsiran ulama, dan penggunaan ayat tersebut dalam keseluruhan konteks Al-Qur'an," ujar Muhammad Iklil Musyafa'.
Oleh karena itu, menurutnya, disarankan untuk merujuk kepada ulama, ahli tafsir, atau sumber otoritatif lainnya untuk memahami ayat ini dengan lebih mendalam.
Jemaah Lelaki dan Perempuan
Perihal campurnya antara jemaah laki-laki dan perempuan dalam satu shaf pada saat melaksanakan salat Idul Fitri 1444 H, dijelaskan bahwa masalah ini sudah banyak dikaji di kitab-kitab klasik dan di salah satu Hadis.
“Shaf yang paling baik bagi laki-laki adalah shaf yang paling awal, sedangkan saf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Dan saf yang paling baik bagi wanita adalah shaf yang paling akhir, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling awal.” (HR Imam Muslim).
Dari paparan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa campurnya saf laki-laki dan perempuan dalam salat tidak dibenarkan.
Mencampur saf lelaki dan perempuan sebagai memuliakan perempuan adalah mengada-ada. Memuliakan perempuan dalam Islam sebenarnya banyak caranya. Seperti disyariatkannya memakai hijab, itu sudah merupakan bentuk memuliakan perempuan.
"Tindakan mencampur saf ini bukannya memuliakan wanita justru yang ada malah merusak syariat yang ada," ujar Muhammad Iklil Musyafa'.
Dia mengingatkan bahwa agama Abrahamik yakni Islam, Yahudi, dan Nasrani sangat menjaga ketat para wanita seperti pemisahan dalam ibadah.
Hal ini seperti fenomena munculnya agama Kristen Protestan. Sebelum agama ini ada, Kristen yang dominan adalah Kristen Katolik yang memisah antara laki-laki dan perempuan, lalu muncullah tokoh yang Bernama Martin Luther yang membawa reformasi terhadap Kristen sehingga ibadah bisa dicampur laki-laki dan perempuan.
(mhy)