Kisah Imam Abu Hanifah Bungkam Kaum Atheis, Begini Ceritanya
Kamis, 10 Agustus 2023 - 21:10 WIB
Gus Musa Muhammad dalam lanjutan kajiannya menceritakan kisah Imam Abu Hanifah (80-150 Hijriah) bertemu kaum Atheis. Jawaban telak Imam Abu Hanifah membuat orang-orang Atheis terdiam dan mati kutu.
Untuk diketahui, Imam Abu Hanifah adalah ulama pendiri Mazhab Hanafi yang dikenal sebagai ahlul ra'yi (ahli logika). Beliau dikaruniai kemampuan berfikir yang sangat cemerlang.
Dikisahkan, sutau hari Imam Abu Hanifah berjumpa dengan orang-orang Atheis yang mengingkari eksistensi Al-Khaliq. Beliau bercerita kepada orang-orang Atheis tersebut: "Bagaimana pendapat kalian, jika ada sebuah kapal diberi muatan barang-barang, penuh dengan barang-barang dan beban. Kapal itu mengarungi samudera. Gelombangnya kecil, anginnya tenang. Akan tetapi setelah kapal sampai di tengah tiba-tiba terjadi badai besar. Anehnya kapal terus berlayar dengan tenang sehingga tiba di tujuan sesuai renana tanpa guncangan dan berbelok arah, padahal tak ada nahkoda yang mengemudikan dan mengendalikan jalannya kapal. Masuk akalkah cerita ini?"
Orang-orang Atheis itu berkata: "Tidak mungkin. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diterima akal, bahkan oleh khayal sekalipun wahai Syaikh."
Lalu Abu Hanifah berkata: "Subhanallah, kalian mengingkari adanya kapal yang berlayar sendiri tanpa pengemudi, namun kalian mengakui bahwa alam semesta yang terdiri dari lautan yang membentang, langit yang penuh bintang, dan benda-benda langit serta burung yang beterbangan tanpa adanya Pencipta yang sempurna penciptaan-Nya dan mengaturnya dengan cermat? Celakalah kalian, lantas apa yang membuat kalian ingkar kepada Allah?"
Mendengar argumen itu, orang-orang Atheis tersebut tak mampu berkata apa-apa.
Berdebat dengan Seorang Khawarij
Kisah lain diceritakan, seorang Khawarij bernama adh-Dhahak asy-Syari pernah menemui Abu Hanifah. Adh-Dhahak: "Wahai Abu Hanifah, bertaubatlah Anda." Abu Hanifah: "Bertaubat dari apa?"
Ad-Dhahak: "Dari pendapat Anda yang membenarkan diadakannya tahkim (damai) antara Ali dan Mu'awiyah. Abu Hanifah: "Maukah Anda berdiskusi dengan saya dalam persoalan ini?"
Adh-Dhahak: "Baiklah, saya bersedia." Abu Hanifah: "Bila kita nanti berselisih paham, siapa yang akan menjadi hakim di antara kita?"
Adh-Dhahak: "Pilihlah sesuka Anda." Abu Hanifah menoleh kepada seorang Khawarij lain yang menyertai orang itu lalu berkata: "Engkau menjadi hakim di antara kami."
Kepada orang pertama beliau bertanya: "Saya rela kawanmu menjadi hakim, apakah engkau juga rela?" Adh-Dhahak: "Ya saya rela."
Abu Hanifah: "Bagaimana ini, engkau menerima tahkim atas apa yang terjadi di antara saya dan kamu, tapi menolak dua sahabat Rasulullah ﷺ yang bertahkim?" Maka orang itu pun tak sanggup berbicara sepatah kata pun.
Begitulah, Imam Abu Hanifah menghabiskan seluruh hidupnya untuk menyebarkan dienullah dengan kekuatan argumen yang dianugerahkan al-Khaliq kepadanya. Beliau menghadapi para penentang dengan hujjah yang tepat.
Sebelum wafat ditemukan wasiat beliau yang berpesan agar dikebumikan di tanah yang baik, jauh dari segala tempat yang berstatus syubhat (tidak jelas) atau hasil ghashab. Ketika wasiat itu terdengar oleh Khalifah al-Manshur beliau berkata: "Siapa lagi orang yang lebih bersih dari Abu Hanifah dalam hidup dan matinya."
Di samping itu, beliau juga berpesan agar jenazahnya kelak dimandikan oleh Hasan bin Imarah (Ibnu Imarah), salah satu ar-Rijal (perawi) dari hadis-hadis jalur Ali bin Abi Tholib: Nabi Muhammad ﷺ - Ali bin Abi Thalib - Al Harits bin 'Abdullah - Amir bin Syarahil - Firas bin Yahya - Al Hasan bin 'Imarah - "Sufyan bin 'Uyainah" (Sufyan bin 'Uyainah merupakan salah satu guru Imam Syafi'i).
Setelah melaksanakan pesannya, Ibnu Imarah berkata, "Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati Anda wahai Abu Hanifah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa Anda karena jasa-jasa yang telah Anda kerjakan. Sungguh Anda tidak pernah putus puasa selama 30 tahun, tidak berbantal ketika tidur selama 40 tahun, dan kepergian Anda akan membuat lesu para fuqaha setelah Anda."
Imam Abu Hanifah bernama asli an-Nu'man bin Tsabit rahimahullah lahir di Kufah, Irak pada 80 H dan wafat di Kota Baghdad Irak, 150 H. Pada tahun wafatnya Imam Abu Hanifah bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi'i rahimahullah.
Referensi:
Tarikh as-Shalafus Shalih
Untuk diketahui, Imam Abu Hanifah adalah ulama pendiri Mazhab Hanafi yang dikenal sebagai ahlul ra'yi (ahli logika). Beliau dikaruniai kemampuan berfikir yang sangat cemerlang.
Dikisahkan, sutau hari Imam Abu Hanifah berjumpa dengan orang-orang Atheis yang mengingkari eksistensi Al-Khaliq. Beliau bercerita kepada orang-orang Atheis tersebut: "Bagaimana pendapat kalian, jika ada sebuah kapal diberi muatan barang-barang, penuh dengan barang-barang dan beban. Kapal itu mengarungi samudera. Gelombangnya kecil, anginnya tenang. Akan tetapi setelah kapal sampai di tengah tiba-tiba terjadi badai besar. Anehnya kapal terus berlayar dengan tenang sehingga tiba di tujuan sesuai renana tanpa guncangan dan berbelok arah, padahal tak ada nahkoda yang mengemudikan dan mengendalikan jalannya kapal. Masuk akalkah cerita ini?"
Orang-orang Atheis itu berkata: "Tidak mungkin. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diterima akal, bahkan oleh khayal sekalipun wahai Syaikh."
Lalu Abu Hanifah berkata: "Subhanallah, kalian mengingkari adanya kapal yang berlayar sendiri tanpa pengemudi, namun kalian mengakui bahwa alam semesta yang terdiri dari lautan yang membentang, langit yang penuh bintang, dan benda-benda langit serta burung yang beterbangan tanpa adanya Pencipta yang sempurna penciptaan-Nya dan mengaturnya dengan cermat? Celakalah kalian, lantas apa yang membuat kalian ingkar kepada Allah?"
Mendengar argumen itu, orang-orang Atheis tersebut tak mampu berkata apa-apa.
Berdebat dengan Seorang Khawarij
Kisah lain diceritakan, seorang Khawarij bernama adh-Dhahak asy-Syari pernah menemui Abu Hanifah. Adh-Dhahak: "Wahai Abu Hanifah, bertaubatlah Anda." Abu Hanifah: "Bertaubat dari apa?"
Ad-Dhahak: "Dari pendapat Anda yang membenarkan diadakannya tahkim (damai) antara Ali dan Mu'awiyah. Abu Hanifah: "Maukah Anda berdiskusi dengan saya dalam persoalan ini?"
Adh-Dhahak: "Baiklah, saya bersedia." Abu Hanifah: "Bila kita nanti berselisih paham, siapa yang akan menjadi hakim di antara kita?"
Adh-Dhahak: "Pilihlah sesuka Anda." Abu Hanifah menoleh kepada seorang Khawarij lain yang menyertai orang itu lalu berkata: "Engkau menjadi hakim di antara kami."
Kepada orang pertama beliau bertanya: "Saya rela kawanmu menjadi hakim, apakah engkau juga rela?" Adh-Dhahak: "Ya saya rela."
Abu Hanifah: "Bagaimana ini, engkau menerima tahkim atas apa yang terjadi di antara saya dan kamu, tapi menolak dua sahabat Rasulullah ﷺ yang bertahkim?" Maka orang itu pun tak sanggup berbicara sepatah kata pun.
Begitulah, Imam Abu Hanifah menghabiskan seluruh hidupnya untuk menyebarkan dienullah dengan kekuatan argumen yang dianugerahkan al-Khaliq kepadanya. Beliau menghadapi para penentang dengan hujjah yang tepat.
Sebelum wafat ditemukan wasiat beliau yang berpesan agar dikebumikan di tanah yang baik, jauh dari segala tempat yang berstatus syubhat (tidak jelas) atau hasil ghashab. Ketika wasiat itu terdengar oleh Khalifah al-Manshur beliau berkata: "Siapa lagi orang yang lebih bersih dari Abu Hanifah dalam hidup dan matinya."
Di samping itu, beliau juga berpesan agar jenazahnya kelak dimandikan oleh Hasan bin Imarah (Ibnu Imarah), salah satu ar-Rijal (perawi) dari hadis-hadis jalur Ali bin Abi Tholib: Nabi Muhammad ﷺ - Ali bin Abi Thalib - Al Harits bin 'Abdullah - Amir bin Syarahil - Firas bin Yahya - Al Hasan bin 'Imarah - "Sufyan bin 'Uyainah" (Sufyan bin 'Uyainah merupakan salah satu guru Imam Syafi'i).
Setelah melaksanakan pesannya, Ibnu Imarah berkata, "Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati Anda wahai Abu Hanifah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa Anda karena jasa-jasa yang telah Anda kerjakan. Sungguh Anda tidak pernah putus puasa selama 30 tahun, tidak berbantal ketika tidur selama 40 tahun, dan kepergian Anda akan membuat lesu para fuqaha setelah Anda."
Imam Abu Hanifah bernama asli an-Nu'man bin Tsabit rahimahullah lahir di Kufah, Irak pada 80 H dan wafat di Kota Baghdad Irak, 150 H. Pada tahun wafatnya Imam Abu Hanifah bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi'i rahimahullah.
Referensi:
Tarikh as-Shalafus Shalih
(rhs)
Lihat Juga :