Apa Jawaban Jika Ada yang Bertanya, Apakah Engkau Mencintai Tuhan?

Sabtu, 08 Agustus 2020 - 08:24 WIB
Al-Ghazali berkisah: "Seseorang pingsan karena menghirup parfum bazar, kemudian orang-orang mencoba menyadarkannya dengan aroma yang manis. Datanglah orang yang mengenalnya, lalu berkata, 'Aku dulu tukang sapu, orang itu juga. Ia akan sadar apabila mencium (aroma) yang terbiasa baginya.' Maka dzat yang aromanya memuakkan dioleskan di hidungnya, seketika ia sadar kembali."

Bentuk pernyataan ini pada umumnya merupakan anathema (gugatan) terhadap mereka yang mencoba menyetarakan kesan-kesan biasa dengan tataran wujud yang lebih tinggi, dan menganggap bahwa mereka setidaknya mengalami tingkat-tingkat ketuhanan atau mistik hanya menurut -- dan tidak lebih dari -- tingkat-tingkat akar rumput (awam).

bagian ( 1 ) dan ( 2 )

Bentuk awam ini memang sesuai dengan konteksnya dan tidak dapat ditransposisi. Sepeda motor tidak dapat berjalan bila diisi dengan mentega, meskipun mentega sendiri adalah bahan yang sangat istimewa. Bagaimana juga, tak seorang pun bermaksud menyetarakannya dengan bensin.

Doktrin sufi tentang suatu kesatuan rangkaian dzat murni, dalam hal ini, akan dilihat sebagai benar-benar berbeda dengan kemurnian sistem lainnya. Dua madzhab yang lain mempertahankan bahwa dzat keseluruhannya pasti musnah, atau pasti digunakan.



Secara faktual, tingkat dzat mempunyai fungsinya sendiri; dan dzat selanjutnya meningkatkan kemurniannya sehingga ia menjadi apa yang pada umumnya dianggap terpisah, yaitu spirit (jiwa).

Al-Ghazali menjelaskan doktrin itu: "Memahami berbagai fungsi yang tampaknya sama itu pada tataran-tataran yang berbeda adalah penting (dan perlu), contohnya: mata mungkin melihat benda yang besar tampak kecil, seperti ia melihat matahari sebesar mangkok ... Akal menyadari bahwa matahari ternyata beberapa kali lebih besar dari bumi ... Kemampuan berimajinasi dan berfantasi seringkali menghasilkan kepercayaan dan melampaui pendapat (keputusan) yang mereka anggap sebagai hasil pemahaman. Maka dari itu, kekeliruan ini adalah proses bawah sadar berupa ketidaksadaran atau ketidakpekaan (rasa)." (Misykatul Anwar, bagian yang pertama).



Yang dimaksud ketidakpekaan, menurut al-Ghazali, adalah mengacu kepada orang-orang yang tidak mampu memahami kesan-kesan dan makna yang beragam. Di antara beberapa hal penting tentang "diri" di dalam Ihya'. (Bersambung)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Halaman :
cover top ayah
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اجۡتَنِبُوۡا كَثِيۡرًا مِّنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعۡضَ الظَّنِّ اِثۡمٌ‌ۖ وَّلَا تَجَسَّسُوۡا وَلَا يَغۡتَبْ بَّعۡضُكُمۡ بَعۡضًا‌ ؕ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمۡ اَنۡ يَّاۡكُلَ لَحۡمَ اَخِيۡهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوۡهُ‌ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيۡمٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

(QS. Al-Hujurat Ayat 12)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More